1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah dalam sistem pendidikan nasional adalah masih rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah Depdiknas,2001. Sementara dari pengamatan penulis dilapangan, banyak dijumpai masih redahnya mutu pendidikan nasional
kita, diantaranya: kurikulum yang tumpang tindih dan sangat berlebihan muatannya, banyak guru dan peserta didik tidak pernah memanfaatkan sarana
pembelajaran sekolah, banyak buku-buku penunjang pelajaran hanya ditumpuk di almari perpustakaan, dan mungkin masih banyak lagi jenisnya. Dalam hal ini,
perlu adanya perubahan-perubahan yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan.
Mengingat hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan. Diantara upaya tersebut, Departemen
Pendidikan Nasional Depdiknas menetapkan kebijakan untuk menyempurnakan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004, belum lama kurikulum ini
diperlakukan kemudian muncul lagi yang namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diberlakukan mulai awal tahun pelajaran 20062007.
Kurikulum ini diharapkan dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan competency yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan
reformasi. Sasaran utama pemberlakuakn KTSP Kurikulum Tingkat Satuan
2
Pendidikan adalah membangun ketrampilan individual peserta didik.Untuk itu tidak semudah membalik tangan, guru harus memikirkan atau memilih strategi
yang tepat untuk kondisi yang berbeda beda. Hasil pendidikan dianggap tinggi mutunya apabila kemampuan dan sikap
para lulusannya berguna bagi perkembangan selanjutnya baik di lembaga pendidikan yang lebih tinggi maupun di masyarakat. Pendidikan merupakan
proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri
anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Pendidikan membantu agar proses itu
berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Membicarakan pendidikan tidak bisa terlepas dengan masalah pengajaran atau proses belajar mengajar,
karena keduanya tidak bisa terlepas dari satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan akhir dari pada pendidikan.
Mutu pendidikan yang baik baru akan tercapai apabila proses belajar mengajar di kelas diselenggarakan benar-benar efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan pendidikan. Salah satu usaha pencapaian dari tujuan pendidikan adalah melalui program pengajaran. Pendidikan dan pengajaran bukanlah dua hal yang
sama kedudukannya, pendidikan mempunyai arti yang lebih luas, yaitu pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang betanggung jawab kepada
anak didik. Pengajaran mempunyai pengertian yang lebih sempit daripada pendidikan.
3
Proses belajar mengajar mempunyai banyak faktor penunjang yang satu sama lain saling berkaitan. Seperti dikemukakan oleh M. Shalahudin 1990:23
sebagai berikut: Prestasi belajar dalam hal ini output dicapai melalui proses belajar mengajar dimana proses tersebut akan bisa berjalan apabila mendapat
dukungan atau sumbangan dari berbagai faktor diantaranya peserta didik, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan serta faktor-faktor lingkungan.
Seorang peserta didik dikatakan telah mengikuti kegiatan belajar mengajar apabila telah terjadi perubahan tertentu yang berupa dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mampu berbuat sesuatu menjadi mampu berbuat sesuatu. Perubahan ini harus terjadi disebabkan adanya usaha yang disengaja, dan
perubahan ini berlaku dalam proses belajar mengajar. Pada kenyataannya tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar belum dapat tercapai dengan
memuaskan, khususnya untuk mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan
dalam dunia modern yang berhubungan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Matematika selalu berhubungan dengan mata pelajaran yang lain.
Dilain pihak, matematika dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit oleh peserta didik SD, SMP, maupun SMA, bahkan ada peserta didik yang merasa
takut, bosan dan tidak tertarik.Ini terlihat dari rendahnya prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika.
Matematika diajarkan di sekolah melalui matematika sekolah. Matematika sekolah dimaksudkan sebagai bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari
oleh peserta didik formal, yaitu peserta didik SD, SMP dan SMA. Pada
4
matematika sekolah, peserta didik mempelajari matematika yang sifat materinya masih elementer tetapi merupakan konsep esensial sebagai dasar untuk prasyarat
konsep yang lebih tinggi dan banyak aplikasinya dalam kehidupan di masyarakat. Tujuan pendidikan matematika di sekolah:1 untuk mempersiapkan anak
didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, objektif, kreaktif, efektif dan diperhitungkan secara analitis-sintetis, 2 untuk mempersiapkan anak didik agar
menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai tipe pembelajaran dalam pengajaran matematika.
Dalam hal ini hendaknya guru dapat menyusun program pengajaran yang dapat membangkitkan motivasi peserta didik dalam belajar sehingga membuat peserta
didik merasa terlibat langsung dan merasa memiliki pembelajaran tersebut dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana diungkapkan oleh Soedjadi 1995:12,
betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk
mencapai tujuan tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada
keterlibatan peserta didik secara optimal. Dengan demikian penghayatan terhadap
matematika akan lebih mantap dan terhindar dari anggapan peserta didik yang memandang sulit terhadap matematika.
5
Selama ini, masih ada guru yang terpaku pada satu atau dua model mengajar yang digunakan terus menerus tanpa pernah memodifikasinya atau
menggantikannya dengan model lain walaupun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai berbeda. Akibatnya, pencapaian tujuan pembelajaran oleh para peserta
didik tidak optimal. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Pada pengajaran matematika
hendaknya disesuaikan dengan kekhasan standar kompetensikompetensi dasar dan perkembangan berpikir peserta didik
Masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam kegiatan belajar mengajar. Model konvensional adalah model pembelajaran
yang bersifat klasikal yaitu hanya berpusat pada guru dimana guru dalam menularkan pengetahuan pada peserta didik secara lisan atau ceramah, diselingi
dengan tanya jawab dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah. Dalam metode ini guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, guru langsung membuktikan dalil
dan menurunkan rumus kemudian memberikan contoh soal dan dikerjakan sendiri oleh guru. Sementara itu peserta didik hanya duduk dengan rapi, mengikuti guru
dengan teliti dan mencatat sehingga peserta didik cenderung pasif, kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah misalnya model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan Jigsaw, yaitu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan peserta
6
didik untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok belajar selama satu pokok bahasan. Proses Belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif,
menghasilkan peserta didik dalam satu kelas mampu menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membuat peserta didik lebih termotivasi untuk belajar. Dengan demikian akan tercipta pembelajaran yang
lebih menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara aktif. Pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan pada penguasaan pengetahuan logos, tetapi
terlebih pada penekanan internalisasi tentang apa yang dipelajari, sehingga terbentuk dan terfungsikan sebagai milik nurani peserta didik yang berguna dalam
kehidupannya etos. Motivasi seperti ini akan tercipta jika guru mengkondisikan situasi pembelajaran yang tidak membosankan. Melalui kreativitasnya, guru dan
siswa mengkondisikan pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan.
Motivasi yang merupakan variabel yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan dalam belajar. Seorang peserta didik atau peserta didik yang gagal
dalam tugas akademisnya disebabkan tidak termotivasi dengan memadai. Begitu pula S. Nasution 1986: 79 mengatakan bahwa untuk belajar diperlukan motivasi.
Hasil belajar pun banyak ditentukan oleh motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan kepada peserta didik, akan dapat semakin berhasil dalam pelajaran itu.
Demikian juga Sardiman 1992: 75 mengatakan bahwa seorang peserta didik yang memiliki inteligensi cukup tinggi, bisa jadi gagal karena kekurangan
motivasi. Hasil belajar akan optimal bila ada motivasi yang tepat.
7
Selanjutnya Wayan Ardhana 1990: 5 mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan motivasi dapat dipandang baik sebagai variabel bebas maupun sebagai
variabel tak bebas. Sebagai variabel bebas, motivasi seringkali dianggap mempengaruhi atau sekurang-kurangnya ikut mempengaruhi prestasi belajar.
Rendahnya prestasi belajar peserta didik seperti banyak diungkapkan oleh berbagai media massa akhir-akhir ini sebagian besar terjadi akibat motivasi
belajarnya yang rendah. Berdasarkan latar belakang seperti yang dikemukakan di atas,
menunjukkan bahwa perlu dilakukan penelitian mengenai keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw dalam pembelajaran
matematika ditinjau dari motivasi belajar peserta didik.
B. Identifikasi Masalah