Pasang Surut Gelombang Salinitas pH

Kampung Holtekamp, juga memiliki topografi datar dengan persentase kelandaian 0 hingga 3. Merupakan peraian terbuka yang menghadap langsung Samudera Pasifik dan hanya di lindungi oleh beberapa pulau karang di depannya. Saat ini masalah krusial Teluk Youtefa adalah meningkatnya konversi mangrove, erosi, serta kiriman sampah yang menumpuk disekitar atau dalam celah-celah akar mangrove. Sampah dan sedimentasi berasal dari aktivitas Pasar Youtefa, kawasan bisnis Entrop, dan pemukiman penduduk sekitar dan dalam teluk tersebut. Untuk Kampung Holtekamp, masalah krusial saat ini adalah meningkatnya konversi mangrove dan aktivitas bom ikan. Sedimentasi yang terjadi di pesisir kawasan ini disebabkan oleh adanya erosi yang terbawa oleh arus dari Teluk Youtefa dan Kampung Skouw serta sedimen yang terbawa oleh beberapa sungai yang bermuara ke pantai Holtekamp.

4.4.2 Kondisi Dinamika Perairan

A. Pasang Surut

Pasang surut pasut, merupakan proses naik turunnya muka laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali dalam sehari pasut tunggal, atau dua kali sehari pasut ganda. Sedangkan pasut lainnya yang tidak berperilaku demikian disebut pasut campuran Nontji 1986. Keadaan pasut Kota Jayapura mengacu pada hasil pengukuran pasut harian oleh Dishidros-AL yang dikompilasi dengan data pasut hasil survei Tim Peneliti LKL Prov. Papua Tabel 17. Tabel 17 Konstanta pasang surut Kota Jayapura Tetapan M 2 S 2 N 2 K 2 K 1 O 1 P 1 Amplitudo cm 25 5 5 - 21 13 7 360º-g 168 127 213 - 156 184 124 Sumber : LKL Prov. Papua 2008 Keterangan : M 2 = principal lunar, S 2 = principal solar, N 2 = large lunar elliptic, K 1 = luni solar diurnal , O 1 = principal lunar diurnal, K 2 = luni solar semi diurnal , dan P 1 = principal solar diurnal. Berdasarkan perhitungan nilai F Formzahl, diperoleh nilai F sebesar 1.133, sehingga disimpulkan tipe pasut Kota Jayapura adalah tipe campuran yang condong ke harian ganda mixed semi diurnal. Artinya setiap hari akan tejadi keadaan dua kali pasang dan dua kali surut.

B. Gelombang

Rata-rata tinggi gelombang di pesisir Kota Jayapura berdasarkan pengamatan dan prediksi dari arah dan kecepatan angin oleh LKL Prov. Papua 2008, tidak lebih dari 1 meter. Gelombang laut yang tinggi biasanya dijumpai pada pesisir pantai Holtekamp sampai Kampung Skouw Sae. Hal ini disebabkan kawasan tersebut berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik sehingga jarak pembangkit gelombangnya fetch length juga besar.

C. Salinitas

Berdasarka hasil pengamatan dari Tim Peneliti Lembaga Konservasi Laut Provinsi Papua, diketahui bahwa salinitas di Teluk Youtefa bervariasi antara 18 ‰ sampai 29 ‰. Sedang perairan Holtekamp bervariasi antara 27 ‰ sampai 35 ‰.

D. pH

Nilai pH tanah yang tinggi umumnya diperoleh di pinggir laut, sedangkan yang rendah yang jauh dari garis pantai umumnya lebih bersifat basa. Kisaran derajat keasaman pH tanah yang ditemukan di Kampung Enggros berkisar antara 5.85 hingga 6.07, di Kampung Tobati antara 6.35 hingga 6.59. pH tanahnya kedua kampung ini bersifat asam karena adanya proses pembusukan pada area mangrove yang lebih bersuasana asam. Di Kampung Nafri pH tanahnya berkisar antara 7.48 hingga 7.7, yang berarti bersifat basa LKL Prov.Papua 2008. Gambarr 7 Peta administrasi Kota Jayapura BAPPED DA Kota Jayapu ura 46 54

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Biofisik 5.1.1 Karakteristik Fisik Stasiun Pengamatan Stasiun I, terletak di pesisir Kampung Holtekamp, merupakan pantai yang terbuka dan berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik. Cenderung tandus, karena habitat mangrove dikawasan ini telah dikonversi menjadi lahan tambak dan jalan. Topografi pantai landai dengan kemiringan antara 0 hingga 3 dengan lebar pantai ke arah laut pada saat surut ± 150 meter dan jarak perairan dengan daratan ± 10 meter. Masukan air tawar didapat dari Kali Buaya, namun karena pada saat sampling ada perbaikan jaringan irigasi Muaratami, maka debit air tawar untuk sementara dikurangi. Fluktuasi salinitas di mulut muara kali buaya sampai jarak ± 500 meter ke arah hilir mengikuti besar kecilnya debit air tawar dari jaringan irigasi Muaratami. Pada saat dilakukan pengukuran salinitas, kisaran salinitas pada jarak tersebut sama dengan kisaran di perairan depan mulut muara. Panjang alur sapuan untuk kepentingan penelitian ini adalah 179.953, diukur berdasarkan sebaran larva ikan bandeng. Panjang alur sapuan tersebut tidak berubah, selama seluruh waktu pengamatan. Selanjutnya topografi pantai stasiun I dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Topografi pantai stasiun I