Berdasarkan pendapat dan informasi diatas, maka dapat dikatakan bahwa, dengan semakin meningkatnya konversi mangrove dan sedimentasi di Teluk
Youtefa, semakin meningkatnya konversi mangrove dan aktivitas pengeboman ikan di perairan pesisir Kampung Holtekamp, serta didukung pula oleh terus
meningkatnya permintahan benih oleh patambak, ketersediaan larva ikan bandeng akan terus berkurang.
ICES 2008 menyatakan bahwa, untuk mempertahankan rekruitmen ikan di alam agar tetap stabil dibutuhkan jumlah spawning stoch biomaas SSB yang
memadai. Jumlah SSB ini sangat bergantung pada kualitas habitat dimana suatu sumberdaya ikan melewati siklus hidupnya dan aktivitas pemanfaatan. Oleh
sebab itu menurut Adrianto et al. 2004, model pengelolaan yang sudah berjalan perlu dikaji guna menghindari habisnya stok ikan dan bagaimana memelihara stok
tersebut pada level yang stabil, baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. Hal ini dapat dicapai dengan perhatian terhadap keberlanjutan kesejakteraan dari
sisi komunitas secara terpadu baik kesejakteraan ekonomi, sosial, dan ditunjang pula oleh perhatian pada kesehatan sumberdaya target. Tujuannya agar tercapai
kesejakteraan sosial ekonomi secara menyeluruh untuk jangka panjang. Berdasarkan hasil-hasil analisis dan pendapat-pendapat tersebut di atas,
maka perlu dirumuskan suatu alternatif pengelolaan yang sebaiknya dilakukan di Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp guna pemulihan kesehatan stok
larva ikan bandeng agar dapat berdampak positif bagi peningkatan ekonomi dan kesejakteraan pemanfaat sumberdaya larva ini secara berkelanjutan.
5.4 Skenario Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Untuk menentukan skenario terbaik pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di pesisir Kota Jayapura melalui pendekatan sumberdaya larva ikan
bandeng, dalam penelitian ini digunakan analisis Multi Criteria Decision Making MCDM. Perumusan skenario pengelolaan dilakukan dengan memperhatikan
kondisi kedua kawasan tersebut saat ini dan hasil analisis sebelumnya, dengan memasukan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Skenario yang dirumuskan adalah:
1 Skenario I; Bila kondisi Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp
tetap seperti sekarang ini dimana konversi mangrove, sedimentasi, dan aktivitas bom ikan tetap berlangsung.
2 Skenario II; Bila konversi mangrove dihentikan dan reboisasi ditingkatkan,
aktivitas bom ikan dihentikan, tetapi sedimentasi tidak dikendalikan. 3
Skenario III; Bila konversi mangrove dihentikan dan reboisasi ditingkatkan, sedimentasi dikendalikan, tetapi aktivitas bom ikan tetap.
4 Skenario IV; Bila konversi mangrove dihentikan dan reboisasi ditingkatkan,
sedimentasi dikendalikan, dan aktivitas bom ikan dihentikan. Berdasarkan hasil analisis indikator, maka subkriteria yang terpilih sebagai
penilai bagi setiap kriteria aspek keberlanjutan untuk menentukan skenario terbaik adalah:
1
Kriteria ekologi; Kelimpahan sumberdaya larva ikan bandeng .
2 Kriteria ekonomi; a Pendapatan pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng
dan b Hasil produksi pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng.
3 Kriteria sosial; a Keharmonisan hubungan antar pemanfaat sumberdaya
larva ikan bandeng, b Pemerataan pendapatan antara pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng, dan c Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp. Berdasarkan rumusan skenario, aspek yang diperhitungkan dan subkriteria
yang terpilih, maka dibentuk struktur hirarki untuk menggambarkan model pengelolaan yang akan dilakukan di pesisir Kota Jayapura Teluk Youtefa dan
pesisir Kampung Holtekamp guna memulihkan keberadaan sumberdaya larva ikan bandeng di kedua kawasan tersebut. Struktur hirarki tersebut dapat dilihat
pada Gambar 35.
Gambar 35 Struktur hirarki untuk analisis MCDM
Untuk mendapatkan bobot persepsi responden, maka pertanyaan yang diajukan adalah, apakah kondisi suatu subkriteria pada suatu skenario akan
bertambah, tetap, atau berkurang. Persepsi responden ini selanjutnya diberi bobot, dihitung rata-rata geometrik Lampiran 17, 18, 19, 20, dan 21, dan dianalisis
baik untuk seluruh responden maupun per jenis responden. Besar kecilnya nilai kontribusi dari kriteria dan subkriteria yang menentukan suatu skenario terpilih
sebagai yang terbaik, ditentukan oleh persepsi responden. Persepsi responden dipengaruhi oleh tingkat kepentingan terhadap subkriteria yang digunakan.
Berdasarkan struktur hirarki yang dibentuk dan analisis data dengan program Criterium Decision Plus melalui metode SMART terhadap rata-rata
geometrik dari bobot persepsi responden, maka hasilnya diuraikan menurut masing-masing kriteria keberlanjutan dari pengelolaan sumberdaya perikanan di
pesisir Kota Jayapura Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp.
A. Kriteria Ekologi
Skor akhir kriteria ekologi pada masing-masing skenario pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di pesisir Kota Jayapura hanya
dipengaruhi oleh skor akhir dari subkriteria keberadaan sumberdaya larva ikan bandeng. Hasil analisis terhadap persepsi masing-masing responden
menghasilkan skenario IV sebagai yang terbaik. Hasil ini menunjukkan bahwa, seluruh responden sepakat kelimpahan larva ikan bandeng di kedua
kawasan tersebut dapat bertambah membaik apabila konversi mangrove dihentikan dan reboisasinya ditingkatkan, sedimentasi dikendalikan, dan
aktivitas bom ikan dihentikan. 1
Responden Pengumpul Pada responden penggumpul, skor akhir subkriteria ini menunjukkan nilai
yang lebih kecil dibanding responden petambak, pedagang, dan pengambil kebijakan. Hal ini dikarenakan usaha pengumpul ini bersentuan langsung
dengan perairan. Berdasarkan pengalaman pengumpul, penurunan hasil tangkapan terjadi bersamaan dengan semakin meningkatnya permasalahan
krusial yang terjadi sekarang di kedua kawasan tersebut. Oleh sebab itu bagi responden ini, skenario I, II dan III tidak berdampak pada
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
Skenario IV Skenario I
Skenario II Skenario III
Sbdy. Larva Ikan Bandeng
Contributions to EKOLOGI from Level:Level 3
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario I Skenario III
Sbdy. Larva Ikan Bandeng
Contributions to EKOLOGI from Level:Level 3
bertambahnya kelimpahan larva ikan di kedua kawasan pesisir tersebut. Skor akhir dari persepsi responden pengumpul terhadap kriteria ekologi
pada masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul terhadap kriteria ekologi
2 Responden Petambak
Hasil analisis persepsi responden ini menunjukkan skenario II memiliki nilai yang lebih besar dari skenario I dan III. Hal ini dikarenakan menurut
persepsi sebagian responden ini masalah sedimentasi tidak terlalu berdampak pada penurunan stok larva ikan bandeng. Masalah sedimentasi
hanya terjadi di Teluk Youtefa, sedang usaha pengumpulan larva dilakukan diperairan pesisir Kampung Holtekamp yang relatif jernih. Disamping itu,
lokasi usaha tambak berada jauh dari lokasi sedimentasi dan dekat perairan yang relatif jernih st.I dan II kecuali terjadi banjir di Kali Buaya. Bagi
petambak, bom ikan lebih berdampak pada penurunan kelimpahan larva tersebut.
Skor akhir persepsi responden petambak terhadap kriteria ekologi pada masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37 Skor akhir kontribusi persepsi responden petambak terhadap kriteria ekologi
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario I Skenario III
Sbdy. Larva Ikan Bandeng
Contributions to EKOLOGI from Level:Level 3
3 Responden Pedagang
Hasil analisis persepsi responden ini juga menunjukkan skenario II memiliki nilai yang lebih besar dari skenario I dan III. Hal ini dikarenakan usaha
responden ini hanya berhubungan dengan petambak yang lokasinya berada jauh dari lokasi tempat terjadinya sedimentasi. Oleh sebab itu menurut
sebagian responden ini, masalah sedimentasi kurang berpengaruhnya bagi berkurangnya kelimpahan larva ikan bandeng di kedua kawasan pesisir
tersebut dibanding bom ikan. Skor akhir persepsi responden pedagang terhadap kriteria ekologi pada
masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 38.
Gambar 38 Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang terhadap kriteria ekologi.
4 Responden Pengambil Kebijakan
Hasil analisis persepsi responden ini juga menunjukkan skenario II memiliki nilai yang lebih besar dari skenario I dan III. Ini menunjukkan bahwa,
menurut sebagian responden ini, masalah sedimentasi kurang berdampak pada penurunan hasil tangkap larva ikan bandeng di kedua kawasan pesisir
tersebut dibandingkan penggunaan bom ikan. Menurut responden ini peningkatan sedimentasi hanya terjadi di Teluk Youtefa stasiun III, sedang
usaha pengumpulan larva dilakukan di stasiun I dan II yang relatif jernih. Persepsi yang demikian terkait kurangnya pemahaman tentang siklus hidup
larva ini dan faktor biofisik yang mempengaruhi keberadaan dan distribusinya di alam.
Skor akhir persepsi responden pengambil kebijakan terhadap kriteria ekologi pada masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 39.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario I Skenario III
Sbdy. Larva Ikan Bandeng
Contributions to EKOLOGI from Level:Level 3
Gambar 39 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengambil kebijakan terhadap kriteria ekologi
B. Kriteria Ekonomi
Skor akhir dari dari kriteria ekonomi yang menentukan terpilihnya salah satu skenario sebagai yang terbaik, dipengaruhi oleh skor akhir dari
subkriteria peningkatan pendapatan dan peningkatan produksi. Analisis terhadap kedua subkriteria tersebut pada masing-masing skenario
menghasilkan skenario IV sebagai yang terbaik untuk responden pengumpul, petambak, dan pengambil kebijakan. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa, ketiga responden tersebut sepakat produksi dan pendapatan mereka akan meningkat melalui penghentian konversi dan
peningkatan reboisasi mangrove, pengendalian laju sedimentasi, dan penghentian aktivitas bom ikan.
Pada responden petambak dan pengambil kebijakan hasil analisis juga menunjukkan nilai skor akhir yang sama pada masing-masing skenario, baik
pada subkriteria peningkatan produksi maupun peningkatan pendapatan. Pada responden pedagang ikan bandeng, hasil analisis persepsi responden
pada kedua subkriteria ekonomi ini menghasilkan skenario II sebagai yang terbaik.
1 Responden Pengumpul
Nilai skor akhir pada skenario IV untuk responden ini adalah sebesar 0.25. Nilai skor akhir subkriteria dari masing-masing skenario pada responden ini
jauh lebih kecil dibanding responden petambak, pedagang, dan pengambil kebijakan. Hal ini terkait dengan presepsi responden ini pada kriteria
ekologi. Dengan tidak adanya mata pencarian alternatif, maka secara ekonomi pengumpul sepenuhnya bergantung pada ketersediaan larva ikan
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
Skenario IV Skenario I
Skenario II Skenario III
Peningkatan produksi Peningkatan Pendapatan
Contributions to EKONOMI from Level:Level 3
bandeng secara alami. Oleh sebab itu, hanya skenario IV yang dipandang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan mereka.
Hasil analisis juga menunjukkan, pada skenario IV, skor akhir subkriteria peningkatan produksi sebesar 0.13, sedang peningkatan pendapatan sebesar
0.12. Lebih tingginya skor akhir peningkatan produksi daripada peningkatan pendapatan terkait dengan harga jual larva ini yang sama, baik
pada saat melimpah atau berkurang. Oleh sebab itu bagi pengumpul peningkatkan hasil tangkap lebih diprioritaskan karena sangat menentukan
peningkatan pendapatan mereka. Skor akhir dari persepsi responden pengumpul terhadap kedua subkriteria
pada kriteria ekonomi terhadap masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 40 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul terhadap kriteria ekonomi
2 Responden Petambak
Terpilihnya skenariof IV sebagai yang terbaik menurut persepsi responden petambak, terkait dengan kualitas benih lokal yang lebih unggul dibanding
benih luar. Oleh sebab itu apabila masalah krusial kedua kawasan pesisir tersebut teratasi secara bersama-sama, maka larva ikan bandeng akan
meningkat dan kebutuhan benih berkualitas akan terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan benih berkualitas akan meningkatkan produksi tambak dan
peningkatan pendapatan. Hal ini dikarenakan permasalahan utama penurunan pendapatan petambak di Kampung Holtekamp disebabkan
penurunan hasil produksi karena kekurangan benih berkualitas. Persepsi ini juga mempengaruhi nilai skor akhir yang sama untuk subkriteria
peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan, yaitu 0.17.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario I Skenario III
Peningkatan produksi Peningkatan Pendapatan
Contributions to EKONOMI from Level:Level 3
Hasil analisis juga menghasilkan skor akhir untuk skenario II lebih besar dari skenario III dan I, yaitu 0,22. Hal ini terkait dengan persepsi
responden ini pada kriteria ekologi, bahwa sedimentasi kurang berdampak pada berkurangnya kelimpahan larva ikan bandeng. Dengan adanya daerah
penyuplai benih alternatif, maka kekurangan benih akan tertutupi sehingga penurunan produksi dan pendapatan tidak sebesar pada skenario I dan III.
Skor akhir kedua subkriteria pada skenario II ini juga sama, yaitu 0.11. Ini menunjukkan, karena sebagian kekurangan benih akibat sedimentasi dapat
ditutupi dengan mendatangkan benih dari luar, maka membutuhkan biaya operasional yang lebih besar dibanding memanfaatkan benih lokal.
Akibatnya produksi dan pendapatan akan seimbang. Pada skenario III dan I, nilai skor akhir kedua subkriteria juga sama, yaitu
0.07. Nilai skor akhir ini merupakan gambaran dari kondisi produksi dan pendapatan petambak saat ini. Skor akhir kedua subkriteria pada skenario I
dan III ini mendukung persepsi responden ini pada kriteria ekologi. Dimana bom ikan dianggap lebih berdampak pada penurunan kelimpahan larva ikan
bandeng dibanding sedimentasi. Skor akhir dari persepsi responden petambak untuk kriteria ekonomi pada
masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 41 .
Gambar 41 Skor akhir kontribusi persepsi responden petambak terhadap kriteria ekonomi.
3 Responden Pedagang
Pada responden pedagang, hasil analisis menunjukkan skenario II sebagai yang terbaik. Terpilihnya skenario II ini, terkait dengan berkurangnya
produksi tambak Holtekamp akibat sedimentasi yang tidak sebesar akibat penggunaan bom ikan. Dengan adanya daerah penyuplai ikan bandeng
alternatif dan harga beli yang jauh lebih murah, maka kondisi ini sangat
menguntungkan pedagang. Hal ini disebabkan pedagang akan menutupi sebagian kebutuhan ikan bandengnya dari daerah penyuplai alternatif tetapi
dalam jumlah yang terbatas sehingga biaya yang ditimbulkan relatif kecil. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada analisis keberlanjutan, ikan
bandeng produksi tambak Holtekamp lebih diminati pasar dan harganyapun cukup tinggi. Oleh sebab itu dengan memadukan ikan bandeng produksi
tambak Holtekamp dan produksi daerah penyuplai alternatif, maka produksi dan pendapatan akan meningkat dengan cepat.
Hasil analisis terhadap persepsi responden ini juga menghasilkan skenario IV sebagai yang terbaik kedua. Hal ini terkait dengan adanya kebijakan
PEMDA Kota Jayapura untuk membatasi masuknya ikan dari daerah penyuplai apabila kebutuhan konsumsi ikan dapat dipenuhi oleh produksi
lokal. Pada skenario IV, terlihat juga bahwa nilai skor akhir peningkatan pendapatan lebih tinggi 0.17 dari peningkatan produksi 0.11. Hal ini
menunjukkan bahwa, bila permasalahan krusial kedua kawasan pesisir tersebut teratasi secara bersama-sama, maka produktivitas tambak akan
meningkat karena kebutuhan benih terpenuhi. Meningkatnya produktivitas tambak akan berdampak pada keharusan pedagang untuk menampung hasil
produksi tersebut. Oleh karena produksi tambak Holtekamp lebih diminati pasar dan harganyapun lebih mahal, maka produksi akan terbatas tetapi
pendapatan akan lebih tinggi. Sedang pada skenario III, skor akhir kedua subkriteria berada dibawah
skenario IV dengan nilai skor akhir keduanya yang sama, yaitu 0.11. Ini menunjukkan bahwa, dengan masih adanya aktivitas bom ikan produksi
tambak Holtekamp akan terus berkurang. Dengan terus berkurangnya produksi tambak Holtekamp berdampak pada meningkatnya permintaan
ikan bandeng dari luar dalam jumlah yang lebih banyak. Untuk mendatangkan ikan dalam jumlah yang lebih banyak membutuhkan biaya
operasional yang lebih tinggi. Pada kondisi ini biaya produksi dan pendapatan menjadi seimbang tetapi berkurang.
Skor akhir kontribusi bobot persepsi responden pedagang pada kriteria ekonomi terhadap masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 42.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario II Skenario IV
Skenario I Skenario III
Peningkatan produksi Peningkatan Pendapatan
Contributions to EKONOMI from Level:Level 3
Gambar 42 Skor akhir kontribusi persepsi responden pedagang terhadap kriteria ekonomi
4 Responden Pengambil Kebijakan
Pada responden pengambil kebijakan, skor akhir subkriteria peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan pada skenario IV memiliki nilai yang
sama, yaitu 0.17. Kesamaan nilai skor akhir ini terkait dengan persepsi responden ini bahwa, penurunan pendapatan pemanfaat sumberdaya larva
ikan bandeng di Kota jayapura disebabkan oleh penurunan hasil produksi akibat berkurangnya kelimpahan larva ikan bandeng secara alami. Bila
permasalahan krusial kedua kawasan peisir tersebut terselesaikan dapat meningkatkan hasil tangkap dan pendapatan pengumpul. Peningkatan hasil
tangkap berdampak pada peningkatan produktivitas tambak dan pendapatan petambak. Peningkatan produktivitas tambak berdampak pada perputaran
keuntungan pedagang dengan cepat karena pasar lebih menyukai ikan bandeng dari tambak Holtekamp.
Terpilihnya skenario II sebagai yang terbaik kedua, terkait dengan persepsi responden ini pada kriteria ekologi. Oleh karena menurut persepsi
responden ini berkurangnya larva ikan bandeng lebih disebabkan oleh penggunaan bom ikan dibanding masalah sedimentasi, maka nilai skor akhir
dari skenario III dan I juga sama dan lebih kecil 0.11. Kedua skenario ini merupakan kondisi yang terjadi sekarang di kedua kawasan tersebut
menurut persepsi responden ini. Skor akhir kontribusi persepsi responden pengambil kebijakan untuk kriteria
ekonomi pada masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 43 berikut.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario I Skenario III
Peningkatan produksi Peningkatan Pendapatan
Contributions to EKONOMI from Level:Level 3
Gambar 43 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengambil kebijakan terhadap kriteria ekonomi
C. Kriteria Sosial
Skor akhir pada kriteria sosial yang menentukan terpilihnya salah satu skenario sebagai yang terbaik, dipengaruhi oleh nilai skor subkriteria;
pemerataan pendapatan, keharmonisan hubungan antara pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng, dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp. Hasil analisis terhadap persepsi responden pengumpul, petambak, dan
pengambil kebijakan untuk masing-masing subkriteria menghasilkan skenario IV sebagai yang terbaik untuk kriteria sosial. Ketiga jenis
responden ini sepakat bahwa, dengan mengendalikan laju konversi dan meningkatkan reboisasi mangrove serta mengendalikan laju sedimentasi,
dan menghentikan aktivitas bom ikan, akan berdampak positif bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Teluk Youtefa dan
pesisir Kampung Holtekamp, peningkatan keharmonisan hubungan antar pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng, dan peningkatan pemerataan
pendapatan pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng di Kota Jayapura. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kedua kawasan pesisir tersebut
merupakan yang terpenting menurut persepsi responden pengumpul, petambak, dan pengambil kebijakan. Hal ini disebabkan permasalahan
krusial kedua kawasan pesisir tersebut yang terjadi saat ini adalah akibat aktivitas masyarakat. Oleh sebab itu, skor akhir parsipasi masyarakat
nilainya semakin kecil pada skenario II, III, dan I pada ketiga responden ini.
1 Responden Pengumpul
Skor akhir kriteria sosial pada skenario IV untuk responden ini lebih tinggi dari ketiga responden lainnya, yaitu 0.50. Partisipasi masyarakat dan
keharmonisan hubungan antara pemanfaat memiliki nilai skor akhir yang sama, sebesar 0.20, sedang pemerataan pendapatan mendapatkan nilai skor
akhir terkecil, yaitu 0.10. Ini menunjukkan bahwa menurut persepsi responden ini, dengan terlaksananya pengendalian konversi dan peningkatan
reboisasi mangrove, pengendalian sedimentasi dan penghentian aktivitas bom ikan akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut
berpatisipasi dalam pengelolaan kedua kawasan pesisir tersebut. Meningkatnya partisispasi masyarakat ini, berdampak positif bagi
pemulihan kesehatan stok larva ikan bandeng sehingga hasil tangkap akan meningkat. Peningkatan hasil tangkap akan meningkatkan keharmonisan
hubungan antara pemanfaat karena terdorong oleh rasa saling membutuhkan terkait pemasaran hasil. Pemerataan pendapatan juga akan meningkat meski
tidak sebesar usaha petambak dan pedagang, karena terkait perbedaan produk dan harga jual.
Pada skenario II, III, dan I, skor akhir ketiga subkriteria menurun tetapi dalam besaran nilai yang sama. Nilai skor akhir untuk partisipasi
masyarakat sebesar 0.14, keharmonisan hubungan pemanfaat sebesar 0.13 dan pemerataan pendapatan sebesar, 0.03. Nilai skor akhir ini terkait
dengan persepsi responden ini sebelumnya pada kriteria ekologi. Bagi responden ini, dengan tidak diselesaikannya permasalahan kedua kawasan
pesisir tersebut secara bersamaan, partisipasi masyarakat, keharmonisan hubungan pemanfaat, dan pemerataan pendapatan akan tetap seperti kondisi
sekarang ini. Meskipun demikian nilai skor akhir dari subkriteria partisipasi masyarakat dan keharmonisan hubungan masih lebih tinggi dari responden
petambak, pedagang, dan pengambil kebijakan. Hal ini disebabkan, meski kedua kawasan ini mengalami tekanan ekologis yang kompleks, responden
ini tetap berpartisipasi untuk menegur pengguna bom ikan. Hubungan antara sesama pengumpul, antara pengumpul dengan petambak, dan antara
petambak dengan pedagangpun dianggap cukup harmonis. Ini dikarenakan
0,0 0,1
0,2 0,3
0,4 0,5
Skenario IV Skenario I
Skenario II Skenario III
Parsipasi Msy Keharmonisan Hub. PNener
Pemerataan Pendapatan
Contributions to SOSIAL from Level:Level 3
pembagian jadwal tangkap yang selama ini dilakukan tetap berlangsung dan tidak menimbulkan konflik. Petambak juga tetap menyediakan luasan untuk
menampung hasil tangkapan mereka. Rendahnya skor akhir pemerataan pendapatan pada ketiga skenario ini, terkait dengan ketergantungan
pendapatan responden ini pada keberadaan sumberdaya larva ikan bandeng secara alami. Keberadaan larva tersebut secara alamipun tergantung pada
kondisi kedua kawasan pesisir tersebut saat ini. Skor akhir dari persepsi responden pengumpul untuk kriteria sosial terhadap
masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 44.
Gambar 44 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengumpul terhadap kriteria sosial
2 Responden Petambak
Hasil analisis terhadap persepsi responden ini menghasilkan nilai skor akhir untuk skenario IV sebesar 0.34, dimana masing-masing subkriteria
mendapatkan nilai skor akhir yang sama, yaitu 0.113. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kedua
kawasan tersebut akan meningkat bila masalah krusial kedua kawasan pesisir tersebut terselesaikan. Bila partisipasi masyarakat meningkat akan
berdampak positif bagi peningkatan kelimpahan larva ikan bandeng. Meningkatnya larva ikan bandeng akan berdampak positif bagi peningkatan
keharmonisan hubungan antara pemanfaat karena saling membutuhkan dalam hal penyediaan benih dan ikan bandeng serta pemasaran hasil
produksi. Kondisi inipun akan mendukung pemerataan pendapatan yang lebih baik.
Pada skenario II, ketiga subkriteria menghasilkan nilai skor akhir yang sama, yaitu 0.073, tetapi lebih kecil dari skenario IV. Ini menunjukkan
bahwa, apabila masalah sedimentasi tidak terselesaikan, partisipasi masyarakat dalam pengendalian sedimentasipun akan menurun. Kondisi ini
berdampak pada menurunnya keharmonisan hubungan antar pemanfaat sumberdaya larva ikan tersebut, dikarenakan pengumpul akan mencari
petambak yang lebih menguntungkan atau sebaliknya. Petambakpun mencari pedagang yang dapat memberi keuntungan lebih atau sebaliknya.
Persaingan hasil produksi antar pemanfaat ini akan berdampak pada menurunnya pemerataan pendapatan.
Pada skenario III, nilai skor akhir subkriteria partisipasi masyarakat sama dengan nilai subkriteria tersebut pada skenario II. Nilai skor akhir
subkriteria keharmonisan hubungan antar pemanfaat dan pemerataan pendapatan lebih kecil tetapi dalam besaran yang sama, yaitu 0.038. Nilai
ini menunjukkan bahwa, apabila masalah bom ikan tidak terselesaikan, partisipasi masyarakat dalam penghentian aktivitas bom ikan juga akan
menurun. Dengan menurunnya partisipasi masyarakat ini, penurunnan kelimpahan larva ikan bandeng akan lebih tinggi dibanding penurunan yang
disebabkan sedimentasi. Kondisi ini akan lebih mengurangi keharmonisan hubungan pemanfaat sumberdaya larva tersebut, karena persaingan dalam
mempertahankan pengumpul dan pedagang lagangan akan lebih tinggi sehingga kesenjangan pendapatanpun semakin tinggi pula. Hal ini
disebabkan, dengan semakin berkurangnya stok larva ini, petambak harus menutupi kekurangan benih dari daerah penyuplai alternatif dengan jumlah
yang semakin tinggi dan jumlah tersebut tidak akan sama antar petambak karena tergantung pada kemampuan modal masing-masing. Disamping itu,
karena keterbatasan produksi tambak, pedagang akan memasukan ikan bandeng dari daerah penyuplai alternatif dalam jumlah yang lebih banyak
dan atau mencari petambak lain yang dapat memberi keuntungan lebih. Itulah sebabnya mengapa nilai skor akhir ketiga subkriteria ini semakin
kecil pada skenario I. Skor akhir dari persepsi responden petambak untuk kriteria sosial terhadap
masing-masing skenario dapat dilihat pada Gambar 45.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario III Skenario I
Parsipasi Msy Keharmonisan Hub. PNener
Pemerataan Pendapatan
Contributions to SOSIAL from Level:Level 3
Gambar 45 Skor akhir kontribusi peresepsi responden petambak terhadap kriteria sosial
3 Responden Pedagang
Hasil analisis persepsi responden ini juga menghasilkan nilai skor akhir untuk masing-masing subkriteria pada skenario II sama dengan skenario IV,
yaitu, 0.27. Nilai skor akhir yang sama ini juga terkait dengan persepsi responden ini pada kriteria ekologi dan ekonomi. Oleh karena usaha ini
tidak bersentuan langsung dengan perairan dan ditunjang pula oleh adanya daerah penyuplai ikan bandeng alternatif, maka bagi responden ini;
pemerataan pendapatan, keharmonisan hubungan antara pemanfaat sumberdaya larva ini, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kedua
kawasan pesisir tersebut tetap akan sama. Persepsi ini juga mendasari nilai skor akhir dari subkriteria pemerataan pendapatan pada skenario IV dan II
lebih tinggi 0.14 dari kedua subkriteria lainnya. Pemerataan pendapatan merupakan hal yang terpenting dibanding keharmonisan hubungan antar
pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kedua kawasan pesisir tersebut. Persepsi ini terkait dengan
persepsi responden ini pada kriteria ekologi dan ekonomi. Pada skenario II, suplai ikan bandeng dari Holtekamp akan berkurang namun tidak sebesar
yang diakibatkan oleh penggunaan bom ikan. Pada situasi ini, kekurangan ikan bandeng dapat ditanggulangi dari daerah penyuplai tetapi dalam jumlah
yang relatif sedikit, sehingga biaya operasional yang dibutuhkan relatif kecil dan pemerataan pendapatanpun akan sama dengan kondisi pada skenario IV.
Nilai skor akhir pemerataan pendapatan semakin kecil pada skenario III dan I. Hal ini disebabkan, bila masih ada aktivitas bom ikan, produktivitas
pengumpul dan petambak akan semakin menurun. Akibatnya, pedagang harus mendatangkan ikan bandeng dari luar dalam jumlah yang lebih besar.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30
Skenario II Skenario IV
Skenario III Skenario I
Pemerataan Pendapatan Keharmonisan Hub. PNener
Parsipasi Msy
Contributions to SOSIAL from Level:Level 3
Akan tetapi jumlah ini tidak akan sama antar pedagang karena dibatasi oleh perbedaan modal usaha yang dimiliki. Pada kondisi ini, keharmonisan
hubungan antara pemanfaat akan penting karena berhubungan dengan kebutuhan ikan bandeng dan biaya yang harus dikeluarkan. Atau dapat
dikatakan bahwa, bagi responden ini keharmonisan hubungan antara pemanfaat sumberdaya larva menjadi penting ketika produktivitas tambak
semakin menurun skenario III dan I. Hal ini disebabkan dua hal, yaitu; 1 pasar lebih menyukai ikan bandeng produksi tambak Holtekamp, 2
untuk mendatangkan ikan bandeng dari luar dalam jumlah yang lebih besar akan terkendala pada modal usaha dan waktu. Oleh sebab itu
keharmonisan dibutuhkan untuk mempertahankan petambak langganan karena terkait kontinyutas suplai ikan bandeng.
Nilai skor akhir partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp pada masing-masing skenario memiliki
nilai yang lebih kecil. Pada skenario II dan IV nilainya yaitu 0.04, sedang skenario III dan I nilainya 0.02. Ini menunjukkan bahwa, meski partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan kedua kawasan tersebut kurang mendapat perhatian dan dianggap sama pada kondisi antara skenario II dan IV, namun
responden ini menyadari juga bahwa partisipasi masyarakat akan semakin berkurang bila masalah bom ikan dan atau seluruh permasalahan krusial
kedua kawasan tersebut tidak teratasi. Besarnya kontribusi skor akhir dari perepsi responden pedagang untuk
kriteria sosial terhadap masing-masing skenario, dapat dilihat pada Gambar 46.
Gambar 46 Skor akhir kontribusi presepsi responden pedagang terhadap kriteria sosial
4 Responden Pengambil Kebijakan
Hasil analisis persepsi responden ini pada masing-masing subkriteria dari kriteria sosial menunjukkan, nilai skor akhir subkriteria partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan kedua kawasan pesisir tersebut dan keharmonisan hubungan antara pemanfaat semakin berkurang pada skenario
II, III, dan I. Ini menunjukkan bahwa, dengan tidak terselesaikannya permasalahan kursial kedua kawasan pesisir tersebut secara bersama-sama,
maka stok larva ikan bandeng akan terus berkurang dan kebutuhan benih petambak akan semakin meningkat, sedang produktivitas tambakpun akan
semakin menurun. Dalam kondisi ini, keharmonisan hubungan pengumpul dan petambak akan berkurang karena pengumpul akan mencari petambak
yang lebih menguntungkan atau sebaliknya. Keharmonisan petambak dan pedagangpun akan berkurang karena dengan semakin berkurangnya
produksi tambak, pedagang akan mendatangkan ikan bandeng dari daerah penyuplai alternatif dalam jumlah yang cukup besar dan atau mencari
petambak lain yang dapat memberi keuntungan lebih. Nilai skor akhir subkriteria pemeraan pendapatan pada skenario II dan III
juga sama tetapi lebih kecil pada skenario I. Ini menunjukkan bahwa, ketidakmerataan pendapatan antar pemanfaat akan semakin meningkat
dengan tidak terselesaikannya permasalahan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp secara bersama-sama. Bagi pengumpul, hal ini
dikarenakan tidak adanya mata pencarian alternatif. Sedang bagi petambak, meski kebutuhan benih masih dapat diatasi karena memiliki daerah
penyuplai benih alternatif, namun kesenjangan pendapatan antara petambak tetap ada karena jumlah benih yang didatangkan tergantung pada modal
yang dimiliki. Bagi pedagang meski dapat mendatangkan ikan bandeng dari daerah penyuplai alternatif namun tetap akan kurang optimal, karena
dibatasi modal usaha dan waktu dibanding memanfaatkan produksi tambak Holtekamp.
Besarnya kontribusi skor akhir dari persepsi responden pengambil kebijakan untuk kriteria sosial terhadap masing-masing skenario dapat dilihat pada
Gambar 47.
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
Skenario IV Skenario II
Skenario III Skenario I
Parsipasi Msy Keharmonisan Hub. PNener
Pemerataan Pendapatan
Contributions to SOSIAL from Level:Level 3
Gambar 47 Skor akhir kontribusi persepsi responden pengambil kebijakan terhadap kriteria sosial
Setelah melakukan analisis terhadap persepsi masing-masing jenis responden pada setiap subkriteria dari masing-masing skenario, maka tahap
selanjutnya adalah mencari skenario terbaik pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan melalui pendekatan larva ikan bandeng di pesisir Kota Jayapura
Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp. Tahapan ini dilakukan melalui analisis terhadap persepsi seluruh responden.
Hasil analisis persepsi seluruh responden menghasilkan skenario IV sebagai yang terbaik untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan di pesisir Kota Jayapura
Teluk Youtefa dan Kampung Holtekamp. Skor akhir dari persepsi seluruh responden untuk skenario pengelolaan perikanan berkelanjutan di pesisir Kota
Jayapura Teluk Youtefa dan Kampung Holtekamp dapat dilihat pada Gambar 48.
Gambar 48 Skor akhir skenario pengelolaan perikanan berkelanjutan di pesisir Kota Jayapura.
Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 48 diatas, maka pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan berbasis pada distribusi
sumberdaya larva ikan bandeng di pesisir Kota Jayapura adalah melalui; perlindungan ekosistem mangrove, pengendalian sedimentasi, dan penghentian
aktivitas bom ikan. Perlindungan ekosistem mangrove penting dilakukan karena
ekosistem ini memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup populasi ikan di alam termasuk ikan bandeng, yaitu sebagai daerah asuhan Lee et al. 1986;
Primavera 2000. Ekosistem ini juga berfungsi sebagai feeding ground, spawning ground
, pencegah terjadinya erosi, resapan air, pelindung daratan dari badai dan hempasan ombak Primavera 2000; Melena et al. 2000. Bagi kawasan
Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp, ekosistem mangrove ini berfungsi juga sebagai pelindung dari erosi dan abrasi. Pengendalian sedimentasi
penting dilakukan terutama di Teluk Youtefa. Hai ini disebabkan kawasan ini merupakan perairan tertutup sebagaimana digambarkan dalam karakteristik
stasiun pengamatan. Kondisi ini mengakibatkan material sedimentasi yang masuk ke perairan tersebut akan menumpuk dan berdampak pada penurunan kualitas air.
Dengan menurunnya kualitas air di Teluk Youtefa, maka larva ikan bandeng yang telah kehilangan banyak energi saat memasuki kawasan teluk tersebut harus
mengerluarkan energi tambahan untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi perairan yang terlalu dratis sehingga berdampak pada meningkatnya kematian
alami. Penggunaan bom ikan penting dihentingkan karena dampaknya sangat besar terhadap kerusakan habitat pemijahan, terganggunya aktivitas pemijahan
dan kematian larva ikan. Hasil analisis persepsi seluruh responden pada masing-masing subkriteria
untuk setiap skenario Gambar 49 menunjukkan, nilai skor akhir yang sama untuk peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan peningkatan
kelimpahan sumberdaya larva ikan bandeng pada setiap skenario. Hasil ini menunjukkan bahwa, produksi dan pendapatan pemanfaat akan meningkat apabila
kelimpahan sumberdaya larva ikan bandeng meningkat. Peningkatan ketiga subkriteria ini akan terjadi apabila permasalahan krusial kedua kawasan tersebut
terselesaikan secara bersama-sama. Kondisi tersebut akan meningkatkan keharmonisan dan pemerataan pendapatan antar pemanfaat. Dengan
terselesaikannya permasalahan krusial kedua kawasan tersebut secara bersama- sama akan memberi motifasi kepada masyarakat untuk turut berpatisipasi aktif
dalam pengelolaan kedua kawasan pesisir tersebut. Tampilan pada Gambar 49 juga menunjukkan. bahwa kesehatan dan
keberlanjutan sistem dalam suatu ekosistem pesisir harus dipahami dan
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
Skenario IV Skenario II
Skenario III Skenario I
Peningkatan produksi Peningkatan Pendapatan
Sbdy. Larva Ikan Bandeng Parsipasi Msy
Keharmonisan Hub. PNener Pemerataan Pendapatan
Contributions to PERIKANAN BERKELANJUTAN from Level:Level 3
diperhatikan saat merumuskan suatu kebijakan pengelolaan. Bila kesehatan dan keberlanjutan sistem dalam suatu ekosistem terganggu akan berdampak pada
ketidakberlanjutan sumberdaya yang hidup didalamnya. Ketidakberlanjutan sumberdaya tersebut berdampak pula bagi ketidakberlanjutan sosial ekonomi
masyarakat yang bergantung pada sumberdaya tersebut.
Gambar 49 Skor akhir persepsi seluruh responden pada masing-masing subkriteria untuk setiap skenario
Pengelolaan kawasan pesisir dan laut termasuk sumberdaya perikanan agar dapat berkelanjutan menurut Masalu 2000, harus dilakukan secara terpadu baik
antara ekosistem dan sumberdaya serta harus terpadu pula antar institusi dalam pemerintahan. Model keterpaduan ini merupakan dasar yang kuat untuk
menunjang pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir dan laut yang berkelanjutan. Untuk itu pemahaman hubungan antar ekosistem dan siklus hidup sumberdaya di
dalamnya sangat penting bagi semua stakeholders yang terlibat. Berdasarkan pendapat tersebut, maka keberadaan institusi BAPPEDA dan BAPEDALDA
sebagai badan yang berkekuatan hukum untuk merencanakan pembangunan dan mengendalikan dampak lingkungan harus diberikan otoritas penuh untuk
mengendalikan dan membuat ijin bagi setiap aktivitas usaha yang memanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi konflik
pemanfaatan dan memudahkan dalam koordinasi. Untuk itu setiap stakeholders
dalam kedua badan ini harus memiliki pemahaman yang baik tentang keterkaitan ekosistem dalam kawasan pesisir, dampak yang ditimbulkan oleh suatu aktivitas
terhadap keseimbangan ekosistem dalam kawasan tersebut, dan pengaruhnya secara sosial ekonomi. Setiap stakeholders di kedua institusi inipun harus
memiliki kemapuan dalam hal koordinasi, agar tercapai keterpaduan program antar intitusi baik sektoral ataupun regional.
Dikatakan oleh Adianto et al. 2004, pengelolaan aspek finansial dan administrasi yang baik serta kemampuan pengorganisasian untuk jangka panjang
merupakan syarat pembangunan perikanan berkeberlanjutan yang hanya dapat dicapai pada model pengelolaan yang dikuatkan oleh peraturan. Sebagai skenario
terbaik untuk pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di pesisir Kota Jayapura Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp, maka skenario IV ini
hanya dapat terlaksana apabila ada dukungan dan komitment dari Pemerintah Daerah setempat. Dukungan dan komitment tersebut dapat berupa aturan tertulis
yang mengikat semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, dan finansial. Hal ini dikarenakan, permasalahan krusial di pesisir Kota Jayapura saat ini
terutama konversi mangrove dan sedimentasi, diakibatkan oleh penataan kota yang tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan bagi kelangsungan fungsi
ekologis di kedua kawasan tersebut. Sedimentasi dan sampah dikawasan Teluk Youtefa telah terjadi dan akan tetap berlangsung karena masuknya saluran
pembuangan Pasar Youtefa dan kawasan bisnis Entrop. Oleh sebab itu, dukungan dan komitmen dalam bentuk finansial dibutuhkan untuk pembiayaan dan penataan
sampah dan sedimentasi dari kedua saluran pembuangan tersebut. Dukungan finansial dibutuhkan juga untuk mendukung program reboisasi dan pemeliharaan
ekosistem mangrove yang telah dicanangkan oleh BAPEDALDA, serta pembinaan dan pemberdayaan pelaku bom ikan. Pembinaan dan pemberdayaan
tersebut harus dilakukan untuk perbaikan dan peningkatan ekonomi maupun SDM.
6. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan.
1. Distribusi dan kelimpahan larva ikan bandeng di ketiga stasiun pengamatan
pada seluruh waktu pengamatan, dipengaruhi oleh pola arus serta arah dan kecepatan angin terkait dengan pergantian musim dan karakteristik fisik
stasiun pengamatan. Hal ini dikarenakan ukuran panjang tubuh larva yang tertangkap masih berada pada fase akhir larva yang masih bersifat
planktonis sehingga migrasi masih dipengaruhi arus. Pada minggu ke- 4 bulan Mei dan minggu ke- 1 bulan Juni, merupakan satu siklus pasang surut
yang berada pada awal musim timur. Arah arus dan angin berubah-ubah karena masih dipengaruhi oleh musim sebelumnya tetapi masih didominasi
dari arah Timur Laut dengan kekuatan yang telah berkurang. Ditunjang oleh karakteristik stasiun pengamatan, maka arus yang datang terhadang
Tanjung Kasu dan pulau karang di depan stasiun II dan III untuk selanjutnya sebagian besar arus yang membawa serta larva ikan bandeng dibelokkan
masuk ke kedua stasiun tersebut. Minggu ke- 4 bulan Juni dan minggu ke- 1 bulan Juli, juga merupakan satu siklus pasang surut tetapi sudah berada
pada pertengahan musim timur. Arah angin didominasi Timur Laut dengan kecepatan yang lebih lemah. Dalam kondisi ini, maka arus yang datang
bersamaan dengan larva ikan bandeng juga terhadang Tanjung Kasu dan pulau karang di depan stasiun II dan III, untuk selanjutnya seluruh arus
dibelokkan masuk ke dua stasiun tersebut. Kisaran suhu dan salinitas di ketiga stasiun pengamatan selama pengamatn tidak mempengaruhi distribusi
dan kelimpahan larva tersebut karena relatif stabil dan masih sesuai untuk pertumbuhan optimal larva ikan bandeng. Karateristik stasiun II yang
terlindung Tanjung Kasu menimbulkan pola arus yang berlawanan menjadi perangkap bagi fitoplankton dan larva ikan bandeng sehingga biomassa dan
faktor kondisi larva tersebut cenderung lebih tinggi dari stasiun I dan III.