5.1.5 Sumberdaya Larva Ikan Bandeng.
Waktu kemunculan larva untuk periode I tahun 2009, telah bergeser dari bulan April ke Bulan Mei. Kondisi ini diduga disebabkan perubahan iklim dan
musim kemarau yang lebih cepat. Musim kemarau di Kota Jayapura yang biasanya berlangsung pada bulan Mei, pada tahun 2009 ini terjadi lebih awal
yaitu pada bulan Maret. Dikatakan oleh Lawalata 1977 in Budiono et al. 1984, bila terjadi kenaikan atau penurunan suhu dari biasanya, maka akan berdampak
pada diperlambat atau dipercepatnya waktu pemijahan.
A. Jumlah dan Kelimpahan Larva Ikan Bandeng
Hari sampling larva ikan bandeng pada minggu ke- 4 bulan Mei sebanyak 7 hari tanggal 24 – 30 Mei. Rata-rata jumlah tangkapan per hari di stasiun I
sebanyak 420 ekor, stasiun II sebanyak 1 011 ekor, dan stasiun III sebanyak 372 ekor. Hari sampling pada minggu ke- 1 bulan Juni sebanyak 5 hari
tanggal 1 – 5 Juni. Rata-rata jumlah tangkapan per hari di stasiun I sebanyak 452 ekor, stasiun II sebanyak 969 ekor, dan stasiun III sebanyak
364 ekor. Hari sampling pada minggu ke- 4 bulan Juni sebanyak 5 hari tanggal 25 - 30 Juni. Di stasiun I tidak ditemukan adanya larva, stasiun II
rata-rata tangkapan sebanyak 922 ekor, dan stasiun III sebanyak 199 ekor. Hari sampling pada minggu ke- 1 bulan Juli sebanyak 6 hari tanggal 1 - 7
Juli. Di stasiun I juga tidak ditemukan adanya larva, stasiun II rata-rata tangkapan sebanyak 662 ekor, dan stasiun III sebanyak 242 ekor.
Tidak ditemukannya larva ikan bandeng di stasiun I pada minggu ke- 4 bulan Juni dan minggu ke- 1 bulan Juli, karena kedua minggu pengamatan
ini berada pada satu siklus pasang surut yang sama dan kedua minggu ini telah berada pada pertengahan musim timur dimana kecepatan angin pun
cenderung lebih lemah dari dua minggu pengamatan sebelumnya. Dengan kondisi kecepatan angin seperti pada Tabel 18, maka arus yang datang
terhalang Tanjung Kasu dan pulau karang di depan stasiun II dan III untuk selanjutnya dibelokkan masuk ke dua stasiun tersebut. Hal ini didasarkan
pada kondisi perairan stasiun I yang sangat jernih dan tenang menandakan tidak adanya mixing dibanding stasiun II yang sedikit keruh. Kondisi fisik
stasiun pengamatan, arah pergerakan arus dan angin, serta ukuran panjang
tubuh larva terkait umur larva menyebabkan pada seluruh waktu pengamatan, jumlah tangkapan, kelimpahan individu dan biomassa larva
ikan bandeng di stasiun II lebih tinggi daripada stasiun I dan III. Selanjutnya data jumlah tangkapan dan kelimpahan individu larva ikan
bandeng dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah tangkapan dan kelimpahan individu larva ikan
bandeng di ketiga stasiun pengamatan
Pada Tabel 20, terlihat bahwa meski jumlah tangkapan di stasiun I lebih
tinggi dari stasiun III, namun dari sisi kelimpahan individu lebih rendah. Hal ini disebabkan jarak sapuan stasiun III lebih pendek sehingga luas alur
sapuannyapun lebih sempit. Bila data hasil tangkapan dihubungkan dengan informasi responden tentang
hasil tangkapan per orang per hari pada setiap musim kelimpahan antara tahun 1993 hingga tahun 2004 perumusan masalah, maka hasil tangkapan
telah sangat berkurang. Jumlah tangkapan per orang per hari dalam penelitian ini berkisar antara 32 hingga 99 ekor, dengan kelimpahan
individu bervariasi antara 1 hingga 10 ekorm
2
hari Lampiran 5,6, dan 7. Dikatakan oleh Lin 1985 in Lee et al. 1986, pada kondisi perairan yang
stabil, kelimpahan larva ini di alam berkisar antara 20 hingga 42
Stasiun Ttl. Tkpn
ekor Tangkapan
ekorhari Kelimpahan
ekrm
2
hari Hasil sampling pada minggu ke- 4 bulan Mei 2009
I 2 520
193 - 651 2 - 4
II 7 078
477 - 1 513 3 - 10
III 2 603
300 - 441 4 - 5
Hasil sampling pada minggu ke- 1 bulan Juni 2009 I
2 260 200 - 524
1 - 3 II
4 847 750 - 1 516
5 - 10 III
1 821 262 - 440
3 - 5 Hasil sampling pada minggu ke- 4 bulan Juni 2009
II 4 611
593 - 1 242 4 - 8
III 997
172 - 219 2 - 3
Hasil sampling pada minggu ke- 1 bulan Juli 2009 II
3 969 415 - 1 125
3 - 7 III
1 452 163 - 304
2 - 4
ekorm
2
hari
.
Menurut Tzeng and Yu 1992, kelimpahan larva ikan bandeng di alam sangat bergantung pada rektuitmen alami. Jumlah
rekruitmen alami ikan menurut ICES 2008, sangat ditentukan oleh jumlah stok pemijah spawning stoch biomassSSB yang memadai. Berkurangnya
stok pemijah disebabkan oleh penurunan kualitas habitat asuhan yang berdampak pada meningkatnya kematian alami pada tingkat larva dan
juvenil, akitivitas pemanfaatan yang berlebihan, serta penurunan kualitas habitat pemijahan. Dengan adanya konversi mangrove yang berlebihan di
kawasan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp serta meningkatnya sedimentasi di Teluk Youtefa berdampak pada penurunan
fungsi ekologis kedua kawasan ini terutama Teluk Youtefa. Ketika dilakukan sampling di stasiun III, jumlah larva yang mati alami ± 60 dari
jumlah yang tertangkap. Tingginya kematian alami larva ini diduga disebabkan larva yang telah kehilangan banyak energi untuk bergerak dan
tetap bertahan terhadap arus, ketika memasuki stasiun III dalam kondisi tubuh kekurangan energi tidak mampu melakukan penyesuaian terhadap
perubahan kondisi air yang terlalu dratis. Pemboman ikan, marak dilakukan di perairan sekitar Kampung Holtekamp, termasuk ekosistem terumbu
karang di sekitar kawasan tersebut. Aktivitas ini selain merusak habitat pemijahan, berdampak pula pada terganggunya aktivitas pemijahan dan
kematian larva ikan. Diinformasi oleh petambak di Kampung Holtekamp, hasil tangkapan larva ini sangat melimpah antara tahun 1993 hingga 2002
sehingga tidak mampu ditampung oleh mereka. Kelebihan benih alam ini kemudian dikirim ke Makasar untuk memenuhi kebutuhan petambak di
sana. Dikatakan oleh ICES 2008, untuk mempertahankan suatu stok pada tingkat yang produktif diperlukan jumlah stok pemijah dalam jumlah yang
cukup dan lingkungan yang sangat cocok agar setiap tahap dalam daur hidupnya dapat dilewati dengan baik. Ketidak pedulian terhadap hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya stok suatu sumberdaya sehingga menjurus ke penurunan hasil tangkapan dan berdampak pula pada penurunan keuntungan
ekonomi yang optimal. Selanjutnya dinamika jumlah dan kelimpahan
individu larva ikan bandeng di ketiga stasiun pengamatan pada seluruh tanggal pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 15, 16 dan 17.
Gambar 15 Dinamika jumlah dan kelimpahan larva ikan bandeng di stasiun I
Gambar 16 Dinamika jumlah dan kelimpahan larva ikan bandeng di stasiun II
Gambar 17 Dinamika jumlah dan kelimpahan larva ikan bandeng di stasiun III
T a n g g a l S a m p l i n g 24
M ei
25 M ei
26 M ei
27 M
ei 28
M ei
29 M
ei 30 M
ei 31 M
ei 1
Ju n
i 2 Jun
i 3 Jun
i 4 J
u n
i 5
Ju n
i 25
Jun i
26 Jun
i 27
J u
n i
29 J u
n i
30 J u
n i
1 Jul
i 3 Ju
li 4 Ju
li 5
Ju li
6 Ju
li 7
Ju li
K e
limpahan indm
2
2 4
6 8
1 0 1 2
1 4
Jum lah ne
ner indiv
idu
5 0 0 1 0 0 0
1 5 0 0 2 0 0 0
K e l i m p a h a n J u m l a h n e n e r
T a n g g a l S a m p l i n g 24
M ei
25 Me
i 26
M ei
27 Me
i 28
M ei
29 Me
i 30
M ei
31 M ei
1 Ju ni
2 Ju n
i 3 J
u ni
4 Ju n
i 5 J
u ni
25 J
u ni
26 J
uni 27
J un
i 29
J uni
30 J
un i
1 J ul
i 3 J
u li
4 J ul
i 5
Jul i
6 Ju li
7 Jul
i K
e li
mp aha
n indm
2
2 4
6 8
1 0 1 2
1 4
Jumlah nen
e r
indi v
idu
5 0 0 1 0 0 0
1 5 0 0 2 0 0 0
K e lim p a h a n J u m la h n e n e r
T a n g g a l S a m p l i n g 24 M
ei 25
M ei
26 M ei
27 Me
i 28 M
ei 29
Me i
30 Me
i 31 M
ei 1
Juni 2 J
uni 3 J
uni 4 J
uni 5 J
u ni
25 J
uni 26
J uni
27 J
uni 29
J uni
30 J
uni 1 Ju
li 3 J
u li
4 Ju li
5 J ul
i 6 Ju
li 7 J
ul i
Kelim p
a han ind
m
2
2 4
6 8
1 0 1 2
1 4
Jum lah
nener i ndiv
idu
5 0 0 1 0 0 0
1 5 0 0 2 0 0 0
K e lim p a h a n J u m la h n e n e r
Gambar 15, 16, dan 17, menunjukkan pola distribusi larva pada minggu ke- 4 bulan Mei tanggal 24-30 hingga minggu ke- 1 bulan Juni 2009 tanggal
1-5 dan minggu ke- 4 bulan Juni tanggal 24-30 hingga minggu ke- 1 bulan Juli 2009 tanggal 1-7 cenderung sama. Hal ini disebabkan minggu
ke- 4 bulan Mei dan minggu ke- 1 bulan Juni berada pada siklus pasang surut dan musim yang sama, sehingga pola pergerakan arus dan arah serta
kecepatan angin nya pun cenderung sama Tabel 18. Demikian juga dengan minggu ke- 4 bulan Juni dan minggu ke- 1 bulan Juli.
Pada Gambar 15 terlihat juga bahwa, di stasiun I tidak ada data untuk tanggal 28 Mei 2009. Hal ini disebabkan pada tanggal tersebut terjadi
banjir dari Kali Buaya akibat buangan jaringan irigasi Muaratami. Salinitas yang terukur pada saat itu adalah 23‰ dan suhu yang terukur adalah 25 C,
kondisi air sangat keruh. Dikatakan oleh Lee et al. 1986, sebagai iktioplankton, larva ikan bandeng akan menghindari arus yang kuat dan air
berlumpur. Bila ketiga gambar tersebut diperbandingkan, tampak juga bahwa waktu
kelimpahan maksimum dan minimum tanggal antara stasiun II dan III menunjukkan pola yang sama, meski berbeda dalam jumlah tangkapan. Hal
ini juga terkait pola pergerakan arus serta arah dan kecepatan angin, kondisi fisik stasiun pengamatan, serta ditunjang pula oleh tingginya kematian alami
larva tersebut di stasiun III. Berpengaruhnya faktor arus dan angin terhadap distribusi larva ini selain didasarkan pada informasi data arus dan angin
Tabel 18, didasarkan juga pada kisaran rata-rata ukuran panjang tubuh larva di ketiga stasiun tersebut Lampiran 5,6, dan 7. Menurut Lee et al.
1986 dan Nontji 1986, pada ukuran panjang tubuh antara 10 hingga 16 mm, larva ikan bandeng berada dalam fase akhir larva dan masih bersifat
planktonis sehingga pergerakan lebih banyak ditentukan arus.
B. Panjang Tubuh, Biomassa, dan Faktor Kondisi Larva Ikan Bandeng