Pene Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

k p r t m m d t l 5 p y Gam Variab konversi dan persepsi resp responden m terutama di menjaga fun mereka. Pro dapat dilihat Gamba Berdas tersebut, sel larva, petam

5.3.2 Pene

Kebera pengukur ba yang tersedi Pr op or si Pr esep si 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 P rop or s i Pr es ep s i mbar 30 Prop indi bel penguku n peningkata ponden sebe menyadari k Teluk Youte nggsi ekolog oporsi persep t pada Gamb ar 31 Propo indik sarkan vari lanjutnya dil mbak, dan ped entuan Nilai adaan sumb agi kriteria k ia saat ini. U 1 2 3 S1 V K1 K2 K Variabel porsi persep ikator sosial ur indikator an reboisasi esar 2.72. T keberadaan e efa dan pesi gis kawasan psi responde bar 31. orsi persepsi kator kebijak abel pengu lakukan ana dagang peng i Riil dan C berdaya larva keberlanjuta Untuk pengu S2 S3 Variabel Indikato K3 K4 K Indikator Kebijak psi responden l kebijakan y i ekosistem Terpilihnya v ekosistem m sir Kampun n ini dalam en setiap vari i responden t kan ukur terpilih alisis terhada gumpul ikan TV serta Pe a ikan band an biologi, d umpul digun S4 S5 or Sosial K5 K6 kan n terhadap v yang terpilih mangrove K variabel ini mangrove di g Holtekamp menunjan iabel penguk terhadap var h pada ma ap keberlanju bandeng. engertian H eng yang te didefenisikan nakan total h ariabel peng h adalah pe K.2 , denga menunjukka pesisir Kot p sangat pen ng keberlanju kur indikator riabel pengu sing-masing utan usaha p Hasil Analisi erpilih sebag n sebagai ju hasil tangkap gukur ngendalian an proporsi an, seluruh a Jayapura nting untuk utan usaha r kebijakan ukur g indikator pengumpul is gai variabel umlah larva pan selama pengamatan, yaitu 32 158 ekor. Untuk petambak dan pedagang digunakan nilai kebutuhan benih berdasarkan kondisi padat tebar tambak sekarang, yaitu 230 900 ekor. Sebagai pembanding CTV digunakan hasil tangkapan pada tahun 2004, yaitu 343 250 ekor. Jika hasil tabulasi pada diagram amoeba menunjukkan jumlah larva ikan bandeng saat ini sama atau lebih besar dari CTV-nya, maka dikatakan stok larva saat ini secara biologi dapat berkelanjutan sehingga dapat menunjang keberlanjutan usaha pemanfaat sumberdaya larva tersebut, demikian sebaliknya. Keberadaan ekosistem mangrove yang terpilih sebagai variabel pengukur keberlanjutan ekologi, didefenisikan sebagai luasan mangrove yang tersedia saat ini di kawasan Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp, yaitu 260 hektar. Untuk nilai CTV-nya digunakan luasan mangrove yang seharusnya tersedia atau yang diinginkan. Untuk kepentingan penelitian ini, luasan yang diinginkan diperoleh dari hasil penjumlahan antara luasan sekarang dan luasan yang akan direboisasi, yaitu seluas 311 hektar. Luasan mangrove di Teluk Youtefa dan pesisir Kampung Holtekamp yang telah direboisasi adalah 4 hektar dari 51 hektar yang diprogramkan BAPEDALDA 2008. Jika hasil tabulasi pada diagram amoeba menunjukkan luasan mangrove saat ini sama atau lebih dari luasan yang diinginkan, maka keberadaan ekosistem mangrove dalam kondisi baik dan fungsi ekologisnya dapat berlanjutan sehingga menunjang keberlanjutan usaha pemanfaat sumberdaya larva tersebut, demikian sebaliknya. Peningkatan pendapatan yang terpilih sebagai variabel pengukur kriteria efisien ekonomi, didefenisikan sebagai pendapatan rata-rata pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng. Pendapatan pengumpul sebesar Rp. 133 775,- per orang, petambak sebesar Rp. 2 425 060,- per orang, dan pedagang sebesar Rp. 7 733 333,- per orang. Sebagai pembanding CTV digunakan nilai UMR Kota Jayapura tahun 20082009, sebesar Rp.1 600 000,-. Jika hasil perbandingan dengan diagram amoeba menunjukkan pendapatan pemanfaat sama atau meningkat dari UMR Kota Jayapura, kondisi kedua kawasan perairan pesisir tersebut dapat menunjang berkelanjutan ekonomi pemanfaat sumberdaya larva ikan bandeng. Pemerataan pendapatan yang terpilih sebagai variabel pengukur bagi kriteria pemerataan sosial, didefenisikan sebagai distribusi pendapatan. Untuk kepentingan penelitian ini digunakan nilai Gini Rasio Indeks GRI Kota Jayapura, sebesar 0.23. Sebagai nilai CTV-nya digunakan nilai GRI untuk distribusi pendapatan yang merata menurut kriteria Bank Dunia. Nilai GRI berkisar dari 0 hingga 1, dimana semakin mendekati 0 semakin bagus, demikian sebaliknya Rosyidi 2005. Menurut Oshima in Rosyidi 2005, bila GRI mendekati 0.3 menunjukkan ketimpangan pemerataan pendapatan ringan, bila mendekati 0.4 ketimpangan moderat atau sedang, dan bila mendekati 0.5 menunjukkan ketimpangan berat atau mutlak. Untuk kepentingan analisis ini, dilakukan pembobotan terhadap nilai GRI, seperti terlihat pada Tabel 39. Tabel 39 Pembobotan nilai Gini Rasio Indeks GRI Nilai GRI yang akan digunakan dalam analisis ini adalah nilai hasil pembobotan. Bila bobot GRI Kota Jayapura sama atau lebih besar dari bobot CTV-nya, maka pemerataan pendapatan semakin bagus dan kondisi kedua kawasan pesisir tersebut dapat menunjang keberlanjutan sosial pemanfaat sumberdaya larva tersebut.

5.3.3 Evaluasi Keberlanjutan