Gambar 15, 16, dan 17, menunjukkan pola distribusi larva pada minggu ke- 4 bulan Mei tanggal 24-30 hingga minggu ke- 1 bulan Juni 2009 tanggal
1-5 dan minggu ke- 4 bulan Juni tanggal 24-30 hingga minggu ke- 1 bulan Juli 2009 tanggal 1-7 cenderung sama. Hal ini disebabkan minggu
ke- 4 bulan Mei dan minggu ke- 1 bulan Juni berada pada siklus pasang surut dan musim yang sama, sehingga pola pergerakan arus dan arah serta
kecepatan angin nya pun cenderung sama Tabel 18. Demikian juga dengan minggu ke- 4 bulan Juni dan minggu ke- 1 bulan Juli.
Pada Gambar 15 terlihat juga bahwa, di stasiun I tidak ada data untuk tanggal 28 Mei 2009. Hal ini disebabkan pada tanggal tersebut terjadi
banjir dari Kali Buaya akibat buangan jaringan irigasi Muaratami. Salinitas yang terukur pada saat itu adalah 23‰ dan suhu yang terukur adalah 25 C,
kondisi air sangat keruh. Dikatakan oleh Lee et al. 1986, sebagai iktioplankton, larva ikan bandeng akan menghindari arus yang kuat dan air
berlumpur. Bila ketiga gambar tersebut diperbandingkan, tampak juga bahwa waktu
kelimpahan maksimum dan minimum tanggal antara stasiun II dan III menunjukkan pola yang sama, meski berbeda dalam jumlah tangkapan. Hal
ini juga terkait pola pergerakan arus serta arah dan kecepatan angin, kondisi fisik stasiun pengamatan, serta ditunjang pula oleh tingginya kematian alami
larva tersebut di stasiun III. Berpengaruhnya faktor arus dan angin terhadap distribusi larva ini selain didasarkan pada informasi data arus dan angin
Tabel 18, didasarkan juga pada kisaran rata-rata ukuran panjang tubuh larva di ketiga stasiun tersebut Lampiran 5,6, dan 7. Menurut Lee et al.
1986 dan Nontji 1986, pada ukuran panjang tubuh antara 10 hingga 16 mm, larva ikan bandeng berada dalam fase akhir larva dan masih bersifat
planktonis sehingga pergerakan lebih banyak ditentukan arus.
B. Panjang Tubuh, Biomassa, dan Faktor Kondisi Larva Ikan Bandeng
Hasil pengukuran panjang tubuh larva ikan bandeng per hari tangkap selama seluruh waktu pengamatan menunjukkan, pangang tubuh larva di stasiun III
lebih tinggi dari stasiun I dan II. Umumnya larva yang ditemukan, ukuran tubuhnya berkisar antara 12 mm hingga 15 mm. Untuk berat tubuh larva,
stasiun II lebih tinggi dari stasiun I dan III. Ukuran berat tubuh larva per ekor berkisar antara 0.001 hingga 0.0013. Hasil analisis hubungan panjang
berat larva yang dilakukan sebagai masukan untuk analisis faktor kondisi, menunjukkan nilai koefisien pertumbuhan koefisien b sebesar 2.5155.
Karena koefisien b ≠ 3, maka disimpulkan pola pertumbuhan larva ini
adalah allometrik, dimana pertambahan panjang tubuh lebih cepat daripada pertambahan berat tubuh. Pada pertumbuhan allometrik, faktor kondisi ikan
lebih banyak dipengaruhi oleh pertambahan panjang tubuh ikan Effendi 1997. Kisaran ukuran rata-rata panjang tubuh, biomassa, dan faktor
kondisi larva ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Kisaran rata-rata panjang tubuh, biomassa, dan faktor kondisi
larva ikan bandeng di ketiga stasiun pengamatan
Menurut Lee et al. 1986, pertambahan panjang tubuh larva ikan bandeng dipengaruhi oleh umur dan keadaan biofisik lingkungan tempat hidup suhu,
salinitas, dan ketersediaan makanan. Keadaan biofisik lingkungan juga sangat berperan dalam peningkatan biomassa dan faktor kondisi. Untuk
melihat apakah faktor kondisi dan biomassa larva ikan bandeng di ketiga stasiun pengamatan berkorelasi dengan ukuran panjang tubuhnya, maka
dilakukan tabulasi data panjang rata-rata tubuh larva ikan bandeng dengan biomassa dan faktor kondisinya seperti pada Gambar 18, 19 dan 20.
Stasiun Rata-rata panjang
tubuh mmekr Rata-rata berat
tubuh grekor Biomassa larva
grm
2
ekor Faktor kondisi
Hasil sampling pada minggu ke- 4 bulan Mei I
12.3 - 13.0 0.002 - 0.004
0.003 - 0.017 0.6014 - 1.1547
II
12.7 - 13.4 0.002 - 0.005
0.006 - 0.048 0.5549 - 1.2848
III
13.1 - 14.8 0.002 - 0.004
0.007 - 0.011 0.5137 - 1.0634
Hasil sampling pada minggu ke- 1 bulan Juni I
13.0 - 13.6 0.002 - 0.004
0.004 - 0.014 0.4940 - 0.9623
II
13.4 - 14.3 0.003 - 0.005
0.023 - 0.050 0.7272 - 1.2280
III
13.4 - 14.7 0.002 - 0.005
0.010 - 0.027 0.7272 - 1.0292
Hasil sampling pada minggu ke- 4 bulan Juni II
13.2 - 13.8 0.005 - 0.006
0.023 - 0.047 1.2427 - 1.4233
III
13.5 - 14.1 0.003 - 0.004
0.006 - 0.011 0.6398 - 0.9580
Hasil sampling pada minggu ke- 1 bulan Juli II
13.4 - 14.3 0.004 - 0.006
0.011 - 0.043 0.8843 - 1.2571
III
14.1 - 14.8 0.003 - 0.005
0.007 - 0.019 0.6285 - 0.6398
Gambar 18 Dinamika panjang rata-rata, biomassa, dan faktor kondisi larva ikan bandeng di stasiun I
Gambar 19 Dinamika panjang rata-rata, biomassa, dan faktor kondisi larva ikan bandeng di stasiun II
Gambar 20 Dinamika panjang rata-rata, bimassa, dan faktor kondisi larva ikan bandeng di stasiun III
T a n g g a l S a m p l i n g
24 M ei
25 M
ei 26 M
ei 27 M
ei 28 M
ei 29 M
ei 30
M ei
31 M ei
1 Jun i
2 Jun
i 3
Ju ni
4 Jun
i 5
Ju n
i 25 Ju
n i
26 Ju ni
27 Ju ni
29 Ju
n i
30 Ju ni
1 Ju li
3 Ju li
4 Ju li
5 Ju li
6 Ju
li 7 Ju
li
Pan ja
ng ra ta-r
ata m
m
5 1 0
1 5 2 0
F akt
or kon disi
0 , 0 0 , 5
1 , 0 1 , 5
2 , 0
B io
m ass
a gr am m
2
0 , 0 0 0 , 0 1
0 , 0 2 0 , 0 3
0 , 0 4 P a n j a n g r a t a - r a t a
F a k t o r k o n d i s i B i o m a s s a
T a n g g a l S a m p l i n g
24 M ei
25 M
ei 26 M
ei 27 M
ei 28
M ei
29 M
ei 30 M
ei 31 M
ei 1
Jun i
2 Ju
ni 3
Ju n
i 4
Ju n
i 5
Ju ni
25 Ju n
i 26 Ju
ni 27
Ju n
i 29 Ju
n i
30 Ju ni
1 Ju li
3 Ju li
4 Ju li
5 J u
li 6 Ju
li 7 Ju
li
Pan ja
ng ra ta-r
ata mm
5 1 0
1 5 2 0
F akt
or kon disi
0 , 0 0 , 5
1 , 0 1 , 5
2 , 0
B io
m ass
a gr am m
2
0 , 0 0 0 , 0 2
0 , 0 4 0 , 0 6
0 , 0 8 0 , 1 0
P a n j a n g r a t a - r a t a F a k t o r k o n d i s i
B i o m a s s a
T a n g g a l S a m p l i n g
24 M ei
25 M ei
26 M
ei 27 M
ei 28 M
ei 29 M
ei 30 M
ei 31 M
ei 1
Ju n
i 2 Jun
i 3
Jun i
4 Ju
ni 5
Ju n
i 25 Ju
n i
26 Ju
n i
27 Ju ni
29 Ju ni
30 Ju n
i 1 Ju
li 3 Ju
li 4
Ju li
5 Ju li
6 Ju li
7 Ju li
Pan ja
ng ra ta-r
ata mm
5 1 0
1 5 2 0
F akt
or kon disi
0 , 0 0 , 5
1 , 0 1 , 5
2 , 0
B io
m ass
a gr am m
2
0 , 0 0 0 , 0 2
0 , 0 4 0 , 0 6
0 , 0 8 0 , 1 0
P a n j a n g r a t a - r a t a F a k t o r k o n d i s i
B i o m a s s a
Pada Gambar 18, 19, dan 20, terlihat bahwa faktor kondisi larva tidak selalu mengikuti ukuran panjang tubuhnya. Pada ketiga gambar tersebut, terlihat
juga bahwa meski ukuran rata-rata panjang tubuh larva di ketiga stasiun relatif sama, namun berbeda dalam nilai faktor kondisi. Larva ikan bandeng
di stasiun III memiliki ukuran tubuh yang lebih panjang dari larva di stasiun I dan II, tetapi nilai faktor kondisinya cenderung lebih kecil. Hal ini
disebabkan 2 dua hal. Pertama, jarak yang ditempuh untuk sampai ke stasiun III lebih jauh disamping arus di sekitar selat Tobati juga cukup kuat,
sehingga sebagian energi terkuras untuk bergerak serta untuk tetap bertahan terhadap kekuatan arus. Kedua, karena larva tersebut langsung ditangkap
sebelum melakukan aktivitas makan. Untuk stasiun I dan II, juga disebabkan 2 dua hal. Pertama, karena belum sempat melakukan aktivitas
makan ketika ditangkap. Kedua, larva tersebut telah mengeluarkan isi saluran pencernaannya ketika ditangkap akibat stres sehingga
mempengaruhi biomassa dan nilai faktor kondisi. Bila nilai biomassa dan berat tubuh larva pada pengamatan tanggal 25 dan
27 Mei serta 25 dan 29 Juni pada ketiga gambar dihubungkan dengan kelimpahan fitoplankton Tabel 19 serta Gambar 13 dan 14, maka dapat
dikatakan bahwa stasiun II lebih produktif dibanding stasiun I dan III. Biomassa dan berat tubuh larva ikan bandeng di stasiun II lebih tinggi dari
stasiun I dan III. Kondisi ini juga terkait dengan karakteristik fisik stasiun II, arah arus, serta arah dan kecepatan angin. Menurut Santiago et al.
1983, peningkatan biomassa larva ditentukan oleh tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan, dimana tinggi rendahnya kelangsungan hidup
atau laju pertumbuhan bergantung pada kelayakan habitat serta keserasian sediaan makanan alami. Ditambahkan oleh Wahbah et al. 2001 bahwa,
aliran arus yang terhalang dapat menimbulkan pola arus yang berlawanan dan menjadi perangkap bagi keberadaan makan ikan di laut.
5.1.6 Jenis Makanan Utama