Proses Penerimaan Diri Pasangan MM dan SS Yang Tidak

sesekali ada jeda saat pertanyaan terkait anak laki-laki selama wawancara. SS merasakan dampak negatif dari keadaannya ini. SS merasa tidak lengkap sebagai orang suku Batak Toba. Hal ini karena tarombo marga suaminya MM terputus dan tidak bisa ikut acara-acara adat tertentu yang hanya bisa diikuti oleh keluarga yang punya anak laki- laki. MM juga tidak akan bisa dimakamkan di tugu keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa SS sangat menginternalisasi nilai 3H khususnya hagabeon dalam hidupnya. Pasangan MM dan SS sama-sama berusaha menghibur diri mereka. SS dan MM juga memiliki pemikiran yang sama bahwa anak perempuan tidak kalah saing dengan anak laki-laki. Pemikiran ini muncul dari fakta nyata yang dilihat oleh MM dan SS. Sekarang ketika anaknya sudah lahir tujuh dan semuanya perempuan, MM mulai menerima diri acceptance. Dalam diri MM ada penerimaan dan tidak ada rasa takut serta rasa marah marganya akan putus dan tidak bisa dimakamkan di tugu keluarga. MM juga tidak merasa minder dan iri bersosialisasi di lingkungan masyarakat suku Batak Toba. MM memiliki cara pandang yang berbeda terhadap peranan anak dari orang suku Batak Toba pada umumnya. Bagi MM, tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Faktor internal yang mungkin mempengaruhi ialah prinsip yang dipegang yaitu menikmati hidup dan bahagia. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pasangan MM dan SS saling menguatkan dengan tidak pernah saling mengeluhkan keadaan. Mereka juga saling mendukung untuk menerima keadaan. Ada dukungan dari anak karena anak-anak berkelakuan baik, memberikan perhatian dan memberikan bantuan secara materiil kepada mereka. Faktor eksternal yaitu kasus yang terjadi pada salah satu keluarganya yang mengakibatkan mengalami kesusahan karena anak laki-laki juga jadi alasan lain bagi pasnagan ini. Dari segi agama pun tidak ada keharusan memiliki anak laki-laki. SS sendiri memiliki pikiran bahwa menantu laki-lakinya nanti yang akan menjadi pengganti anak laki-laki yang tidak bisa dimilikinya. Walaupun anak perempuan tidak dapat meneruskan garis keturunan namun SS sadar bahwa anak perempuan lebih perhatian dibanding anak laki-laki. Anak perempuan juga sudah bisa turut serta dalam membiayai pemakaman secara adat saat orang tuanya meninggal dunia.

3. Pasangan PT dan TN

a. Profil dan Observasi Informan PT

Inisial : PT Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat tanggal lahir : Samosir, 6 Oktober 1975 Pendidikan terakhir : SMA Pekerjaan : Wiraswasta Jumlah anak : 8 Usia pernikahan : 19 tahun Agama : Kristen PT merupakan suami dari informan TN dan berusia 40 tahun. PT merupakan anak ketiga dari sebelas bersaudara. Saudara laki-laki PT berjumlah enam orang sedangkan saudara perempuan berjumlah empat orang. Setelah lulus SMA, PT pergi merantau dari tempat kelahirannya hingga akhirnya menetap di Pulau Bangka. PT bekerja sebagai seorang wiraswasta yaitu membuka sebuah bengkel motor kecil. Sebelumnya PT bekerja sebagai supir mobil pengangkut solar. Biasanya PT bekerja dari pagi hingga sore menjelang malam hari dengan dibantu salah seorang karyawannya. PT memiliki delapan orang anak dan diantaranya merupakan kembar tiga. Anak perempuan PT yang kembar tiga yaitu anak kelima. Anak mereka yang keenam atau bungsu diadopsi oleh saudara sepupu PT karena tidak memiliki anak. Pada awalnya PT dan pasangannya yaitu TN tidak berniat untuk memberikan anak bungsu mereka karena tetap ingin merawatnya walaupun perempuan. Namun, saudara sepupu PT memaksa dan hanya ingin mengadopsi anak yang berasal dari keluarga PT saja. Akhirnya, PT dan istrinya merelakan anak bungsu diadopsi oleh saudara sepupu PT. Anak bungsu PT diadopsi sejak lahir yaitu pada tahun 2013. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Anak-anak perempuan PT semuanya masih bersekolah. Anak tertuanya saat ini kelas XII di salah satu SMKN. Anak-anaknya yang lain masih ada yang SMK, SMP, SD dan TK. Anak-anak PT yang lebih besar sering membantu pekerjaan rumah dan merawat anak-anak PT yang lebih kecil setelah pulang sekolah. Saat peneliti datang ke rumah, PT sedang menonton bersama dengan anak-anaknya. PT mengenakan baju kaos dan celana panjang berbahan kain berwarna cokelat. Selama wawancara, PT duduk santai sambil merokok dengan menyilangkan kedua kakinya. Saat wawancara berlangsung, PT tampak bersemangat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait adat budaya suku Batak Toba. Namun, saat pertanyaan terkait anak tampak ada perubahan menjadi sedikit lebih serius. PT sesekali juga bercanda dengan peneliti.

b. Profil dan Observasi Informan TN

Inisial : TN Jenis Kelamin : Perempuan Tempat tanggal lahir : Lawekinga, 24 Mei 1974 Pendidikan terakhir : SD Pekerjaan : Pedagang Jumlah anak : 8 Usia pernikahan : 19 tahun Agama : Kristen TN merupakan istri dari informan PT berusia 42 tahun. TN merupakan anak ketujuh dari sembilan orang bersaudara. TN memiliki dua orang saudara laki-laki dan enam orang saudara perempuan. Sebelumnya, dalam keseharian TN hanya bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga saja. Namun, semenjak beberapa bulan terakhir, TN mulai berjualan di pasar saat pagi hari. Sedangkan, siang hingga sore hari ia berjualan dari rumah ke rumah. Hal ini dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya terutama karena anak-anak mereka membutuhkan biaya seperti biaya sekolah. TN sebenarnya memiliki delapan orang anak perempuan. Namun, anaknya yang bungsu diadopsi oleh saudara suaminya PT. Pada awalnya, TN tidak menyetujuinya karena tetap ingin merawat anaknya walaupun perempuan. Namun, saudara sepupu PT memaksa dan hanya ingin mengadopsi anak yang berasal dari keluarganya saja. Sehingga saat ini TN hanya merawat dan mengurus tujuh orang anak-anaknya. TN memiliki anak kembar tiga yaitu anaknya yang kelima. Saat wawancara berlangsung, TN tampak sedikit terbata-bata dalam menjawab pertanyaan yang diajukan karena keterbatasan bahasa yang dimiliki. Saat peneliti mengajukan pertanyaan terkait keadaannya yang tidak memiliki anak laki-laki, TN juga menjadi emosional sehingga menangis. Keadaan ini berlangsung cukup lama yaitu sekitar 30 menit hingga akhirnya TN berhenti menangis dan menjadi lebih tenang. Awalnya, TN sedikit menolak membicarakan hal ini, tampak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dari ungkapannya yang enggan diwawancarai tentang anak laki-laki. Namun, setelah peneliti memberikan penjelasan dan memberi waktu kepada informan untuk berpikir, akhirnya TN mau menceritakan pengalamannya selama ini. Saat menjawab pertanyaan, tampak TN meneteskan air matanya. Namun, saat menceritakan anaknya yang kembar tiga, TN tampak lebih tenang.

c. Struktur Dasar Pengalaman Pasangan PT dan TN