Profil dan Observasi Informan SS

sudah berusaha ee untuk melakukan semaksimal mungkin ya kan tapi yang wajar” 74-76, MM.

i.2. Arti Dan Peranan Anak Dalam Adat Budaya Suku Batak Toba

Berdasarkan hasil wawancara arti dan peranan anak dalam suku Batak Toba dinyatakan dalam beberapa bagian pada pasangan MM dan SS diantaranya makna anakhon hi do hamoraon di au dan arti dan peranan anak Selain itu, ada penjelasan terhadap cara pandang orang suku Batak Toba terhadap keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dan respon terhadap cara pandang orang suku Batak Toba terhadap keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki. Bagi pasangan MM dan SS, makna dari ungkapan anakhon hi do hamoraon di au yaitu anak merupakan hal yang terpenting dalam hidup. MM menambahkan bahwa anak menjadi suatu kepuasan bagi orang tuanya melebihi harta benda, seperti yang ada dalam wawancara: “Jadi budaya Batak tetap mee ee menganjurkan biar punya anak yang lebih penting kek orang tuanya. Hamoraon itu bukan berarti dalam artian harta benda, anak yang berbakti lah sama orang tua itu udah menjadi kepuasan bagi orang tua. Anakhon hi do hamoraon di au gitu katanya kan itu secara kekeluargaan. Tadi kan hamoraon, hasangapon, hagabeon kan hamoraon itu kan secara harta benda kan. Nah kalo dalam budaya Batak anakhon hi do hamoraon di au ya kalo semua anaknya sudah termasuk baik-baik nah termasuk hamoraon itu, sudah mendatangkan kebahagian itu bagi keluarga orang Batak” 87-92, MM. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Anakhon hi do hamoraon di au anaklah kekayaan bagi orang tuanya itulah segala-galanya bagi kita” 56-57, SS. Menurut pasangan MM dan SS, anak laki-laki berperan sebagai penerus generasi atau marga. MM menambahkan bahwa anak laki-laki juga sebagai penerus kekayaan orang tua. SS menambahkan bahwa anak laki-laki nantinya akan berperan sebagai kepala rumahtangga dan tidak melakukan pekerjaan rumahtangga. Di sisi lain, menurut SS, anak perempuan lebih perhatian terhadap orang tua dibanding anak laki-laki. SS mengungkapkan bahwa di zaman sekarang anak perempuan sudah berhak membiayai pemakaman orang tua secara adat. “Ya karena anak laki-laki kan kalo kita kan untuk penerus ee penerus marga, penerus kekayaan” 97-98, MM. “Anak laki-laki karena itulah yang penerus generasi, penerus marga, penerus keturunantarombo. Padahal kalo dipikir ya anak perempuan itu yang lebih kasih kepada orang tuanya, lebih memperhatikan orang tua” 44, 51-52, SS. MM menuturkan bahwa orang suku Batak Toba zaman dulu memiliki pandangan bahwa suami yang tidak memiliki anak laki-laki dapat menikah lagi untuk mendapat anak laki-laki, “kalo zaman dahulu kalo misalnya keluarga zaman dulu yang enggak punya anak laki bisa lagi kawin sampai dapat anak lakik” 98-99, MM. Namun, cara pandang orang suku Batak Toba terhadap keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengalami perubahan karena tidak semua orang memiliki cara pandang tersebut. MM memiliki cara pandang yang berbeda dengan orang suku Batak Toba umumnya. Bagi MM tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan, seperti yang muncul dalam wawancara: “Orang kita sekarang kan udah makin maju mau anak laki anak bini sama saja” 95-96, MM. Secara tradisi adat budaya, keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki, seluruh harta kekayaannya akan diambil alih oleh oleh pihak saudara laki-laki suami. Meskipun begitu, MM tetap tidak rela jika hartanya diambil oleh saudara laki-lakinya karena keadaannya tidak memiliki anak laki-laki. “Kalo nanti saya udah tua ya katakanlah meninggal jadi kalo ada hak-hak yang saya miliki ya katakan rumah atau apalah, aku endak rela di diambil alih sama seperadek- seperadek saudara-saudara aku. Itu kan hak anakku, kalopun die bini dia perempuan ya dia kan anakku. Ya untuk anakku inilah yang bini perempuan endak boleh diganggu dari anak abang atau anak dari adek” 168-171, MM. ii. Proses Penerimaan Diri Pasangan MM dan SS Proses penerimaan diri pada umumnya melalui lima tahapan proses seperti yang diungkapkan oleh Kubler-Ross yaitu tahap denial and isolation, tahap anger, tahap bargaining, tahap depression dan tahap acceptance. Namun, berdasarkan hasil wawancara, proses penerimaan diri pasangan MM dan SS tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI