menghibur dirinya sendiri dengan tetap mau bersyukur walaupun merasa kurang bahagia karena lahir anak perempuan lagi. Selama
wawancara pun TS dan ST tidak menutupi perasaannya. Terlihat dari mata TS dan ST tampak berkaca-kaca saat peneliti pengajukan
pertanyaan terkait kelahiran anak bungsu. TS mengalami tahap depression setelah kelahiran anak bungsu.
TS merasa merasa hidupnya tidak berarti, rendah diri, ada keputusasaan dan perasaan tertekan. Meskipun mengalami tahap
depression, TS berusaha mengatasi keadaan dengan koping yaitu berpikir bahwa segala sesuatu merupakan kehendak Tuhan dan
menjadi semakin sering pergi ke gereja. TS merasa marah pada diri sendiri dan merasa bersalah kepada
istrinya ST. TS merasa bahwa ia merupakan faktor penyebab mereka tidak memiliki anak laki-laki secara seksologi. TS masih
membayangkan dirinya memiliki anak laki-laki. TS pun menjadi cemburuiri dan timbul keluhan terhadap keluarga lain yang
memiliki anak laki-laki hingga saat ini. Meskipun mengalami tahap anger, berusaha diatasi TS dengan koping yaitu berpikir bahwa
keadaan ini merupakan terbaik dari Tuhan. Nilai-nilai adat budaya suku Batak Toba salah satunya 3H
berakar kuat dalam diri pasangan TS dan ST. Selain tidak akan ada penerus keturunan marga, TS dan ST juga sadar bahwa mereka
tidak akan pernah menerima ulos pansamot. Ulos ini hanya diterima PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh orang tua pihak pengantin laki-laki dari pihak pengantin perempuan. Rasa sedih dan cemburuiri ini sering muncul saat
pasangan TS dan ST mengikuti acara pernikahan adat suku Batak Toba. Emosi-emosi tersebut diatasi dengan koping yang
menekankan nilai religius. Meskipun sama-sama memiliki kendala dalam diri masing-
masing pasangan TS dan ST karena keadaan tidak memiliki anak laki-laki, tetapi pasangan ini saling mendukung dan saling
menghibur diri. Meskipun dukungan tidak terkait langsung dengan keadaan mereka, tetapi dukungan ini menguatkan aspek lain dalam
diri pasnagan ini. Dukungan tersebut berupa perhatian dan sikap menghormati serta menghargai.
Kehadiran cucu laki-laki di rumah memberikan dampak positif kepada pasangan TS dan ST yakni menjadi lebih semangat dalam
menjalani hidup. Faktor eksternal bahwa anak laki-laki tidak selalu baik seperti yang terjadi pada keluarga ST dan keluarga lain
membantu pasangan ini mengatasi keadaan. Keyakinan yang dimiliki oleh pasangan TS dan ST juga menjadi koping dalam
mengatasi dampak yang dirasa dari keadaan mereka tidak memiliki anak laki-laki yaitu segala yang terjadi dalam hidup mereka
merupakan kehendak Tuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pasangan MM dan SS
a. Profil dan Observasi Informan MM
Inisial : MM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Tapanuli Utara, 9 Maret 1948
Pendidikan terakhir : STM
Pekerjaan : Pensiunan
Jumlah anak : 7 orang
Usia pernikahan : 39 tahun
Agama : Katolik
MM merupakan suami dari informan SS berusia 68 tahun dan merupakan anak ketujuh dari sebelas orang bersaudara. MM memiliki
tujuh orang saudara perempuan dan tiga orang saudara laki-laki namun berasal dari tiga orang ibu. Ibu MM merupakan istri ketiga dan
memiliki anak kandung sebanyak lima orang. Meskipun berasal dari ibu yang berbeda namun MM dan saudara-saudara saling akur dan
menganggap bahwa mereka berasal dari satu ibu yang sama. Saat muda, MM pergi merantau ke Pulau Bangka dan menjadi
karyawan di salah satu perusahaan tambang BUMN yang memproduksi timah. MM dan pasangannya SS dijodohkan oleh kedua orang tuanya
dan memboyong istrinya ke daerah ia bekerja hingga masa tua. Usia pernikahan MM dan pasangannya sudah berjalan selama 39 tahun dan
dikaruniai tujuh orang anak perempuan. Namun, anak-anaknya belum PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ada yang menikah. Anak sulung MM sudah terhitung dalam usia yang matang namun belum menikah. Anak-anak informan ada yang tinggal
berjauhan dari MM dan pasangannya karena bekerja namun ada juga yang tinggal bersama. Walaupun tidak memiliki anak laki-laki, MM
merasa terbantu dengan adanya anak-anak yang perhatian terhadap dirinya dan pasangan.
Selama 39 tahun hidup berkeluarga dengan pasangannya, semua permasalahan dapat diatasi bersama-sama. MM tidak pernah bertindak
kasar atau pun berbicara yang kasar terhadap pasangannya hal ini sudah merupakan prinsip dari MM sendiri. Saat ini, informan sudah pension
dan menikmati hari tuanya dengan berkebun dan aktif dalam kegiatan- kegiatan punguan perkumpulan orang Batak Toba sesuai marga.
Saat peneliti datang ke rumah MM, MM mengenakan pakaian rapi yaitu celana panjang berbahan kain dan kemeja. Saat peneliti tiba,
MM dan pasangannya SS sedang menonton bersama. Walaupun cuaca sedang tidak mendukung karena turun hujan selama wawancara
berlangsung, MM tampak santai dan dengan seksama menyimak serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan. Namun, MM
menjadi lebih serius saat membicarakan penerus harta warisannya saat ia meninggal nanti.
b. Profil dan Observasi Informan SS
Inisial : SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Siantar, 29 Agustus 1951
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jumlah anak : 7 orang
Usia pernikahan : 39 tahun
Agama : Katolik
SS merupakan istri dari informan MM berusia 65 tahun dan merupakan anak pertama dari sepuluh orang bersaudara. SS memiliki
tiga orang saudara perempuan dan enam orang saudara perempuan. Sebelum menikah dengan pasangannya, SS pernah mengenyam dunia
perkuliahan namun akhirnya ditinggalkan karena menikah dan harus ikut dengan pasangannya yang bekerja di Pulau Bangka. Orang tua SS
juga berpikir bahwa walaupun bersekolah tinggi, setelah menikah perempuan akan mengurusi suami dan dapur.
Pernikahan SS dan pasangannya telah dikaruniai tujuh orang anak perempuan. Anak-anak informan ada yang tinggal berjauhan dari SS
dan pasangannya karena bekerja namun ada juga yang tinggal bersama. Walaupun tidak memiliki anak laki-laki, SS merasa terbantu dengan
adanya anak-anak yang dapat membantu pekerjaan rumah ataupun pekerjaan laki-laki. Selain itu, perhatian yang diberikan oleh anak-anak
perempuannya terhadap dirinya dan pasangan membuat SS bersyukur. Di sisi lain, SS merasa sedih karena anak-anak perempuannya belum
ada seorang pun yang menikah. SS berharap anak-anaknya segera menikah karena anak-anak temannya yang seusia sudah menikah dan
memiliki anak. Selama 38 tahun hidup berkeluarga dengan pasangannya, SS
tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk dari pasangannya. Bahkan, SS merasa sangat didukung dan dibantu. SS juga merasa bersyukur
terhadap pasangannya MM karena selalu baik dan mau mengurus anak- anaknya saat tidak sedang bekerja.
Saat peneliti datang ke rumah, SS sedang menonton bersama dengan pasangannya. SS tampak mengenakan pakaian tidur berwarna
ungu. Saat wawancara berlangsung, turun hujan sehingga peneliti dan SS harus berbicara lebih keras. Selama wawancara berlangsung, SS
tampak berusaha santai dalam menjawab pertanyaan peneliti. Namun, saat peneliti mengajukan pertanyaan terkait anak laki-laki, SS terlihat
ada keputusasaan yang tampak dari nada bicaranya yang merendah dan sesekali ada jeda. Saat membicarakan anak perempuan khususnya anak
sulungnya yang yang belum menikah, SS tampak sedih. Hal ini terlihat dari ekspresi wajah SS yang berubah menjadi sedikit muram.
c. Struktur Dasar Pengalaman Pasangan MM dan SS