4. Dampak Penerimaan Diri
Hurlock 1974 menjelaskan bahwa seseorang yang semakin baik dalam menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri
dan sosialnya. Dampak dari penerimaan diri tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Dampak dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu mengenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Biasanya ia
memiliki keyakinan diri self-confidence dan harga diri self-esteem. Selain itu, ia juga lebih dapat menerima kritikan dibandingkan dengan
orang yang kurang dapat menerima diri. Orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistis dengan
penilaian diri yang kritis critical self-appraisals. Selain itu, seseorang juga akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Hal penting lainnya
adalah individu merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.
b. Dampak dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan diri dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa
aman untuk memberikan perhatiannya kepada orang lain seperti menunjukkan rasa empati. Hal tersebut menjadikan seseorang yang
memiliki penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau
merasa tidak adekuat sehingga mereka akan cenderung untuk bersikap inferior atas dirinya sendiri. Selain itu, seseorang yang menerima
dirinya memiliki toleransi kepada orang lain terkait kekurangan dan kelemahan yang ada. Secara umum, semakin seseorang dapat menerima
dirinya, maka ia akan lebih mudah diterima oleh orang lain di lingkungannya.
5. ProsesTahap-tahap Penerimaan Diri
Kubler-Ross mengemukakan teori The Five Stages of Dying, yaitu tentang lima tahapan proses ketika pasien berhadapan dan mengatasi
kedukaan dan tragedi, terutama ketika didiagnosa memiliki penyakit berat atau mengalami kerugian yang sangat besar. Teori ini didasari dari
penelitian dan wawancara oleh Kubler-Ross dengan lebih dari 500 pasien yang akan menghadapi kematian. Pada penelitian ini, peneliti menjadikan
kerangka berpikir Kubler-Ross untuk melihat proses tahapan penerimaan diri pasangan suku Batak Toba yang tidak memiliki keturunan laki-laki.
Peneliti menggunakan kerangka berpikir ini karena peneliti menilai bahwa seseorang yang menghadapi kematian dan seseorang atau keluarga suku
Batak Toba yang tidak memiliki keturunan laki-laki sama-sama mengalami peristiwa yang menyakitkan, kehilangan harapan dan mengalami kerugian
yang sangat besar di dalam hidupnya walaupun bentuk ketakutan, kehilangan harapan dan kerugiannya berbeda.
Alasan lainnya peneliti memutuskan untuk menggunakan tahapan penerimaan diri Kulber-Ross dalam proses penerimaan karena dapat
menggambarkan penerimaan diri pasangan suku Batak Toba terkait dengan keadaan dan kondisi yang dialami dalam kehidupan perkawinannya.
Pasangan suami istri ini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak memiliki anak laki-laki yang memiliki arti penting dalam kehidupan sebuah
keluarga suku Batak Toba. Peneliti menggunakan tahapan penerimaan diri ini, juga karena belum adanya tahap-tahap dalam proses penerimaan diri
yang dibahas secara umum dan atau yang dikhususkan terkait kondisi napunu.
Lima tahapan dalam proses penerimaan diri menurut Kubler-Ross 1998, antara lain:
a. Tahap Penyangkalan dan IsolasiPengasingan Diri denial and
isolation Tahap pertama ini seseorang akan merasa terkejut, tidak percaya,
kebingungan, gelisah dan menghindari kenyataan atau tidak mengakui kondisi yang dialaminya hingga melakukan penyangkalan. Pada
tahapan ini, penyangkalan memunculkan suatu sistem pertahanan defense mechanism, dimana seseorang berusaha menghindari
implikasi yang ditimbulkan dari keadaannya. Hal ini juga memungkinkan seseorang mengasingkan diri diriisolasi.
b. Tahap Kemarahan anger
Pada tahap kedua ini muncul perasaan marah, gusar, cemburu, benci dan sering diproyeksikan kepada lingkungan sekitarnya terutama
orang terdekat. Hal ini karena kurangnya perhatian atau perhatian yang berlebihan dari orang terdekat, harapan tidak sesuai dengan kenyataan,
ada tuntutan-tuntutan dan keluhan-keluhan. Timbul perasaan bersalah yang diakibatkan oleh sikap menyalahkan diri sendiri karena dianggap
sebagai penyebab yang membuat diri mengalami suatu hal buruk atau karena kelemahan yang dialami.
c. Tahap Tawar Menawar bargaining
Tahap ketiga ini, ada pengalaman religius dengan Tuhan. Hal itu membuat seseorang mulai melakukan proses tawar menawar terhadap
orang lain terutama kepada Tuhan. Ada usaha untuk menghibur dirinya. Seseorang berjanji untuk mengubah kehidupannya dan akan
didedikasikan hanya untuk Tuhan atau untuk melayani orang lain demi memperoleh apa yang diharapkannya. Namun, janji-janji tersebut tidak
selalu terpenuhi dalam kenyataannya. Pada tahap ini memungkinkan muncul perasaan bersalah, ketakutan dan merasa merupakan suatu
hukuman atas kesalahannya. d.
Tahap Depresi depression Pada tahap keempat ini kemarahan seseorang berganti menjadi rasa
kehilangan, tertekan, malu yang tidak realistis dan putus asa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengarah pada depresi. Tahap ini terjadi saat seseorang tidak lagi dapat menyangkal, marah dan melakukan penawaran atas keadaannya.
e. Tahap Penerimaan acceptance
Tahap kelima seseorang mulai menerima takdir. Hal tersebut merupakan sikap penerimaan diri atas kondisi yang dialaminya. Orang
tersebut akan merasakan kedamaian dan penerimaan, sudah dapat melalui tahapan sebelumnya dengan baik sehingga tidak lagi merasa
depresi dan marah, tidak ada ketakutan dan keputusasaan.
B. Suku Batak Toba
1. Suku Batak Toba
Tanah Batak terletak di Sumatera sebelah utara, dahulu dinamai Pulau Morsa, yang artinya pulau tempat banyak ular sa sawah,
sebangsa ular yang besar Harahap, 1960. Menurut keyakinan yang masih hidup sampai sekarang, perkampungan pertama orang Batak
berada di tepi Danau Toba yang bernama Sianjur Mula-Mula. Dari tempat inilah tersebar keturunan suku Batak ke seluruh penjuru Tanah
Batak Siahaan, 1964. Suku Batak memiliki beberapa sub-suku, yaitu Batak Toba, Batak Angkola, Batak Mandailing, Batak Simalungun,
Batak Pakpak dan Batak Karo. Gultom dalam Siahaan, 2009 menjelaskan bahwa suku Batak Toba
banyak tinggal di daerah pedalaman Sumatera Utara yang merupakan dataran tinggi dengan banyak jurang. Daerah yang didiami oleh orang