Ayat-Ayat Al Qu’ran tentang Bid'ah

A. Ayat-Ayat Al Qu’ran tentang Bid'ah

Di antara ayat-ayat yang dimaksud adalah, "Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur'an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 7)

Ayat ini adalah dalil paling utama dalam kesaksian tentang bid'ah, yang penafsirannya dijelaskan dalam hadits berikut ini: Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata, "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman-Nya, 'Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya'.

Beliau menjawab, ‘ Jika kamu melihat mereka, maka kenalilah diri mereka'." Juga sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah, ia berkata,

"Rasulullah SAW pernah ditanya tentang ayat ini, ‘Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. 'Rasulullah SAW pun menjawab,

‘ Jika kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat, maka mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh

Allah, 'Berhati-hatilah kamu dan mereka'." Penafsiran tersebut masih samar, namun telah dijelaskan dalam hadits

riwayat Aisyah, ia berkata, "Rasulullah SAW pernah membaca ayat ini, 'Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Diantara (isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat' Beliau pun bersabda,

'Jika kamu mendapatkan orang-orang yang menentang perkara tersebut, maka mereka itulah yang dimaksud oleh Allah, 'Berhati- hatilah kamu dari mereka'. "

Hadits tersebut lebih jelas, karena menjelaskan tanda-tanda keraguan yang berupa penentangan terhadap Al Qur’an, yang dikuatkan oleh sikap mereka yang hanya mengikuti ayat-ayat mutasyabihat.

Oleh karena itu, celaan hanya menimpa orang yang menentang isi Al Qur’an dengan meninggalkan ayat-ayat muhkamat dan berpegang teguh pada ayat-ayat mutasyabihat, namun hal tersebut lebih jelas jika telah ditafsirkan maksudnya.

Diriwayatkan dari Abu Ghalib —Harur— ia berkata: Ketika itu aku berada di Syam, kemudian Al Mulahib mengirim tujuh puluh kepala orang- orang Khawarij, yang kemudian digantung di jalan-jalan menuju kota Damaskus, sementara aku berada di atap rumahku. Tiba-tiba Abu Umamah lewat, maka aku turun dan mengikutinya. Ketika ia berhenti di hadapan kepala-kepala tersebut, kedua matanya menitikkan air mata, dan ia berkata, "Maha Suci Allah, apa yang dilakukan penguasa terhadap anak Adam — diucapkannya tiga kali— anjing-anjing neraka Jahanam, anjing-anjing neraka

Jahanam. Ini seburuk-buruk pembunuhan di bawah naungan langit — diucapkan tiga kali—. Sebaik-baik orang yang mati terbunuh adalah orang yang memerangi mereka, beruntunglah orang yang memerangi mereka atau mati terbunuh oleh mereka."

la lalu menoleh kepadaku dan berkata, "Abu Ghalib! Kamu berada di daerah yang banyak orang seperti mereka, semoga Allah melindungi dirimu dari mereka." Aku pun berkata, "Aku melihat engkau menangis tatkala memandangi mereka?" la menjawab, "Aku menangis karena kasihan tatkala mengetahui bahwa mereka adalah kaum muslim. Apakah kamu pernah membaca surah Aali 'Imraan?" Aku menjawab, "Ya." la lalu membaca ayat, "Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur'an... padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah." la berkata, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dalam dihatinya terdapat kecondongan terhadap kesesatan." la kemudian membaca, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas... maka mereka berada di dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya."(Qs. Aali 'Imraan [3]: 105-107) Aku lalu berkata, "Apakah merekalah yang dimaksud (oleh ayat tersebut), wahai Abu Umamah?" la menjawab, "Ya." Aku berkata, "Apakah itu dari pendapatmu atau dari sabda nabi yang kamu dengar?" la menjawab, 'Jika itu hanya dari pendapatku maka aku termasuk orang yang berdosa. Aku mendengarnya dari Rasulullah SAW dan bukan hanya sekali atau dua kali — sampai ia menghitungnya sebanyak tujuh kali— la kemudian menyebutkan hadits,

"Sesungguhnya bani Isra'il terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok, sedangkan umat ini lebih banyak darinya satu kelompok, yang semuanya berada di dalam neraka, kecuali As-Sawad AI A'zham."

Aku lalu berkata, "Wahai Abu Umamah, bagaimana pendapatmu atas perbuatan mereka?" la menjawab, "Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu'." (Qs. An-Nuur [24]: 54) (HR. Isma'il Al Qadhi dan lainnya).

Dalam periwayatan lain, seorang perawi berkata: la berkata, "Bagaimana pendapatmu tentang As-Sawad Al A'zham?" Hal itu ada pada masa Khalifah Abdul Malak dan peperangan saat itu sangat nyata. la menjawab, "Maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu." (HR. At-Tirmidzi [dengan ringkas]) Beliau mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.

Hadits tersebut juga telah diriwayatkan oleh Ath-Thahawi walaupun ada perbedaan lafazh, yaitu, "Maka ditanyakan kepadanya, 'Wahai Abu Umamah! Engkau telah mencaci mereka namun kamu menangisinya setelah kejadian itu'." —yaitu perkataannya, "Seburuk-buruknya orang yang terbunuh...."— la pun menjawab, "Karena rasa kasihan kepada mereka, sebab mereka adalah kaum muslim, namun mereka kemudian keluar darinya." Lalu ia membaca ayat, "Dialah yang menurunkan AlKitab (Al Qur'an) kepada kamu...." Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini. Lalu ia membaca. "Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram..." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 106) Merekalah yang dimaksud oleh ayat ini."

Al Ajiri telah meriwayatkan dari Ath-Thawus, ia berkata, Tentang orang-orang Khawarij serta kejadian yang menimpa mereka, hal itu pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas tatkala membaca Al Qur' an. Beliau menjawab, 'Mereka percaya dengan ayat-ayat yang muhkamat, namun mereka tersesat pada ayat-ayat yang mutasyabihat. Allah berfirman, " Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami'." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 7)

Dengan penafsiran ini jelas terlihat bahwa mereka adalah para pembuat bid'ah, karena Abu Umamah RA menjadikan orang-orang Khawarij termasuk dalam keumuman ayat tersebut dan ayat-ayat itu memang diturunkan —berangsur-angsur— karena mereka.

Menurut para ulama, Khawarij adalah ahli bid'ah, baik dengan bid'ahnya itu mereka keluar dari kelompok Islam maupun tetap dalam kelompok Islam.

Abu Umamah juga menjadikan kelompok ini termasuk kelompok yang di dalam hatinya terdapat kecenderungan terhadap kesesatan, sehingga mereka benar-benar disesatkan oleh Allah. Sifat-sifat ini ada dalam diri para pembuat bid'ah, meski lafazh ayat tersebut juga berlalu bagi selain mereka yang mempunyai sifat-sifat seperti mereka.

Tidakkah Anda lihat bahwa surah ini diturunkan bagi kaum Nasrani Najran dan perdebatan mereka dengan Rasulullah SAW tentang keyakinan mereka terhadap Isa AS. Mereka menyatakan bahwa Isa adalah tuhan atau anak tuhan, atau termasuk trinitas dengan sudut pandang yang meragukan, dan mereka justru meninggalkan sesuatu yang jelas dalam peribadatan terhadapnya, sebagaimana yang telah disebutkan oleh ahli sejarah.

Para ulama dari kalangan ulama salaf lalu mengambil kesimpulan atas perkara-perkara yang para pelakunya masuk dalam kategori hukum simbolis lafazhnya (sebutannya), seperti Khawarij yang nampak secara umum.

Abu Umamah lalu membaca ayat, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka... Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya. " (Qs. Aali 'Imraan [3]: 105-107) la lalu menafsirkannya seperti penafsiran ayat-ayat yang lain, yaitu sebagai ancaman dan peringatan bagi orang yang sifatnya demikian serta melarang kaum muslim untuk menjadi orang seperti mereka.

Diriwayatkan oleh Ubaid dari Humaid bin Mahran, ia berkata, "Aku bertanya kepada Al Hasan tentang perbuatan kelompok pengikut hawa nafsu Diriwayatkan oleh Ubaid dari Humaid bin Mahran, ia berkata, "Aku bertanya kepada Al Hasan tentang perbuatan kelompok pengikut hawa nafsu

Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata, "Mereka adalah Al Haruriyah."

Ibnu Wahab berkata, "Aku mendengar Malik berkata, 'Tidak ada ayat dalam Al Qur'an yang lebih tegas pernyataannya atas orang-orang yang berselisih (dari kelompok yang mengikuti hawa nafsu), kecuali ayat ini, "Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri... karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu'. " Malik berkata, 'Perkataan apa yang lebih jelas dari ini? Aku melihat bahwa penakwilannya adalah bagi golongan yang mengikuti hawa nafsu'."

Diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, dengan menambahkan: Malik berkata kepadaku, "Sesungguhnya ayat ini untuk kaum muslim." Semua yang disebutkannya di dalam ayat tersebut telah dinukil dari beberapa orang seperti yang sebelumnya dari periwayatan Al Hasan.

Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata tentang firman Allah Ta 'a/a, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih." 'Maksudnya adalah ahli bid'ah."

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas —ia berkata tentang firman-Nya, "Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram."— "Wajah yang putih berseri adalah wajah Ahli Sunnah, sedangkan wajah yang hitam muram adalah wajah ahli bid'ah."

Dalam firman Allah Ta’ala, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai- beraikan kamu dari jalan-Nya." (Qs. AJ An'aam [6]: 153), arti dari jalan yang lurus adalah jalan Allah yang diserukan untuk diikuti, yaitu As-Sunnah. Adapun jalan-jalan yang lain yaitu jalan orang-orang yang berselisih dan keluar dari jalan yang lurus, yaitu para pembuat bid'ah. Jalan-jalan orang yang berbuat maksiat berbeda Dalam firman Allah Ta’ala, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai- beraikan kamu dari jalan-Nya." (Qs. AJ An'aam [6]: 153), arti dari jalan yang lurus adalah jalan Allah yang diserukan untuk diikuti, yaitu As-Sunnah. Adapun jalan-jalan yang lain yaitu jalan orang-orang yang berselisih dan keluar dari jalan yang lurus, yaitu para pembuat bid'ah. Jalan-jalan orang yang berbuat maksiat berbeda

Dalil-dalil tentang masalah ini yaitu seperti hadits yang telah diriwayatkan oleh Isma'il, dari Sulaiman bin Harb, ia berkata, Telah

diriwayatkan kepada kami dari Hammad bin Zaid, dari Ashim bin Bahalah 7 , dari Abu Wa’il, dari Abdullah, ia berkata, 'Suatu hari Rasulullah SAW

membuat garis panjang bagi kami. Sulaiman juga membuat garis yang panjang bagi kami, serta membuat garis pada sisi kanan dan kirinya. Beliau kemudian

berkata, u Ini adalah jalan Allah." Beliau lalu membuat garis pada sisi kanan dan kirinya, lalu beliau bersabda," Ini adalah jalan-jalan yang lain dan pada

setiap jalan terdapat syetan yang menyeru agar mengikutinya." Beliau kemudian membaca ayat, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan- jalan (yang lain)—yaitu garis-garis—, karena jalan-jalan itu mencerai-benaikani kamu dari jalan-Nya." {Qs. Al An'aam 16]: 158)

Bakar bin Al Ala berkata, "Menurutku, maksudnya adalah syetan dari jenis manusia, yaitu bid'ah. Wallahu a'lam." Hadits ini telah ditakhrij dari

beberapa jalur. 8 Diriwayatkan dari Umar bin Salamah Al Hamdani, ia berkata: Kami

pernah duduk di halaqah ilmu Ibnu Mas'ud yang terdapat di dalam sebuah

7 Yang benar adalah (Bahdalah), ia adalah Ibnu Abu An-Najud, salah seorang ulama yang mengetahui seluk beluk hukum pembacaan ayat Al Qur’an. Ia wafat pada tahun 128 H. Ia

termasuk orang yang dapat dipercaya dalam periwayatan hadits, tetapi tidak termasuk Al Hafizh. Ia telah diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dengan diikuti riwayat yang lainnya.

HR. Ahmad, An-Nasa’I, Ibnu Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Abu Syaikh, dan Al Hakim, serta Ibnu Mardawiyah. Semuanya dari periwayatan Abdullah bin Mas'ud; ia batata, "Rasulullah SAW membuat garis lurus untuk kami dengan tangannya, kemudian berkata, ini adalah jalan Allah yang lurus,' Beliau lalu membuat bebetrpa garis pada sisi kanan dan kiri garis tersebut kemudian berkata, 'jalan-jalan ini tidak ada satu jalan pun darinya melainkan terdapat syetan yang mengajak untuk mengikutinya.' Allah berfirman,

'Sesungguhnya ini jalan-Ku yang lurus.” 'Sesungguhnya ini jalan-Ku yang lurus.”

Dalam riwayat lain dijelaskan, "Wahai Abu Abdurrahman, apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus?" Ia menjawab, "Rasulullah SAW telah meninggalkan kita pada pangkalnya, sementara ujungnya di surga. Pada sisi kanan dan kirinya terdapat jalan yang lain, dan di atas jalan-jalan tersebut terdapat orang-orang yang menyeru kepada orang yang sedang melintas, 'Man, ikut aku, man ikut aku,' Orang yang mengikuti salah seorang dari mereka pada jalan tersebut pasti akan sampai ke neraka, sedangkan orang yang tetap pada jalan yang utama pasti akan sampai ke surga. Lalu Ibnu Mas'ud membaca, 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus... '." (Qs. Al An'aam [6]: 153)

Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata (tentang firman-Nya, "Danjangan kamu mengikuti jalan-jalan [yang lain]."), "Bid'ah dan perkara yang syubhat."

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi, bahwa Malik bin Anas pernah ditanya tentang As-Sunnah, ia lalu menjawab, "Sunnah adalah sesuatu yang tidak memiliki nama lain kecuali Sunnah. Allah berfirman, 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.'" (Qs. Al An'aam [6]: 153)

Bakar bin Al Ala' berkata, "Insyallah maksud dari periwayatan Ibnu Mas'ud adalah tindakan Nabi SAW yang telah membuat garis untuknya...."

Penafsiran ini merupakan dalil bahwa ayat tersebut dan ayat berikut ini, "Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan- jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dm memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar)." (Qs. An-Nahl [16]: 9) mencakup seluruh aspek bid'ah dan tidak mengkhususkan pada satu bid'ah.

Jadi, arti dari jalan yang lurus adalah jalan kebenaran. Adapun jalan lainnya adalah jalan bid'ah dan kesesatan. Semoga Allah melindungi kita dari mengikutinya dengan kckuasaan-Nya, dan cukuplah golongan yang cenderung menuju ke neraka menjadi peringatan darinya. Golongan yang dimaksud menunjukkan peringatan dan larangan dalam syariat.

Ibnu Wadhdhah berkata: Ashim bin Bahdatah pernah ditanya, "Wahai Abu Bakar, apakah kamu mengetahui firman Allah Ta 'ala, 'Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).' (Qs. An-Nahl [16]: 9) la menjawab, 'Abu Wa’il telah meriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Abdullah pernah membuat garis lurus, lalu membuat beberapa garis lain pada sisi kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), kemudian berkata, 'Beginilah Rasulullah SAW membuat garis dan menyifati garis yang lurus, "Ini adalah jalan Allah." Sedangkan untuk garis-garis yang ada pada sisi kanan dan kiri (dari garis lurus tersebut), "Ini adalah jalan-jalan yang berbeda-beda (karena perpecahan) dan pada setiap jalan terdapat syetan yang menyeru agar mengikutinya." Sementara as-sabil (jalan) memiliki makan yang bermacam-macam, Allah berfirman, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus...." (Qs. Al An'aam [6]: 153)

Diriwayatkan dari At-Tastari, "Yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan ke surga, sedangkan yang dimaksud kalimat, "dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok" adalah jalan ke neraka, yaitu aliran-aliran dalam agama dan bid'ah-bid'ah.

Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna jalan yang lurus yaitu

pertengahan, antara berlebih-lebihan dengan mengurangi. Hal tersebut pertengahan, antara berlebih-lebihan dengan mengurangi. Hal tersebut

Diriwayatkan dari Ali RA, bahwa beliau pernah membaca kata minha pada ayat tersebut dengan kata minkum, yang berarti, "Antara kalian ada yang mengikuti jalan yang bengkok." Mereka (para ulama) berkata, "Yang dimaksud adalah umat ini. Seakan-akan ayat ini dan ayat sebelumnya menunjukkan pada satu arti."

Diantaranya juga firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. " (Qs.AlAn'aam [6]:159)

Ayat ini telah ditafsirkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, " Wahai Aisyah, 'Orang- orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan.' siapakah mereka? " 'Aku menjawab, "Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui." Beliau lalu bersabda, "Mereka adalah orang- orang yang mengikuti nafsu dan ahli bid'ah serta pembuat kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki pengampunan, kecuali bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan ahli bid'ah. Sesungguhnya tidak ada ampunan bagi mereka dan aku terbebas dari mereka dan mereka bebas dari diriku."

Ibnu Athiyyah berkata, "Ayat tersebut mencakup seluruh golongan dari pengikut hawa nafsu dan ahli bid'ah serta mereka yang menyimpang dari masalah hukum fikih dan yang lain dari golongan orang-orang yang selalu bergelut dalam pertentangan serta berlebih-lebihan dalam mengekspresikan ilmu kalam. Semua itu adalah penyebab kesesatan dan yang menumbuhkan keyakinan menyimpang."

Yang dimaksud —wallahu alam— dengan golongan yang berlebihan Yang dimaksud —wallahu alam— dengan golongan yang berlebihan

Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hanifah ia berkata, "Aku pernah bertemu dengan Atha’ bin Rabah di Makkah, kemudian saya bertanya kepadanya tentang sesuatu, ia kemudian berkata, 'Dari mana asalmu?' Aku menjawab, 'Kufah.' Ia berkata, 'Apakah kamu dari suatu negeri yang penduduknya telah mencerai-beraikan agamanya sehingga mereka terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok?' Aku menjawab, 'Ya.' Ia bertanya, 'Kamu dari golongan mana?' Aku menjawab, 'Dari golongan yang tidak mencaci-maki ulama salaf, beriman kepada takdir, serta tidak mengafirkan seseorang karena perbuatan dosa.' la Ialu berkata, 'Kamu telah mengetahuinya, maka peganglah erat-erat'."

Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata, "Utsman bin Affan RA suatu hari berkhutbah di hadapan kami, kemudian orang-orang menghentikan khutbahnya dan saling melempar debu, sehingga terlihat langit yang usang."

Perawi (Al Hasan) lalu berkata, "Lalu kami mendengar suara dari salah satu bilik istri Rasulullah SAW dan dikatakan bahwa ini adalah suara Ummul Mukminin." —Perawi melanjutkan—, "Aku mendengar teriakannya, ia berkata, 'Sesungguhnya Nabi kalian telah membebaskan diri dari orang yang telah memecah-belah agamanya dan membuat kelompok. Allah berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka '." (Qs. Al An'aam [6]: 159)

Al Qadhi Isma'il berkata, "Aku mengira bahwa yang dimaksud dengan ' Urnmul Mukminin adalah Ummu Salamah, dan hal itu telah dijelaskan pada beberapa hadits lain. Selain itu, saat kejadian tersebut Aisyah sedang pergi haji."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ayat tersebut turun untuk umat ini, sedangkan menurut Abu Umamah, mereka itu adalah kelompok Khawarij.

Al Qadhi berkata, "Zhahir dari ayat Al Qur'an yang tersurat Al Qadhi berkata, "Zhahir dari ayat Al Qur'an yang tersurat

Diantaranya juga finnan Allah, "Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Qs. Ar-Ruum [30]: 31-32)

Kalimat " farraqu diinahum" dibaca "faaraqu diinahum". Ditafsirkan dari periwayatan Abu Hurairah, bahwa mereka adalah kelompok Khawarij. Diriwayatkan pula oleh Abu Umamah dengan derajat marfu'.

Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para pengikut hawa nafeu dan ahli bid'ah. Mereka berdalil dari hadits dari Aisyah RA, dari Rasulullah SAW secara marfu'. Hal tersebut adalah bentuk dari pelaku bid'ah, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Al Qadhi serta ayat-ayat sebelumnya.

Allah berfinnan, "Katakanlah, 'Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain." (Qs. Al An'aam [6]: 65)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kalimat "Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan maksudnya adalah pengikut hawa nafsu yang bermacam-macam. Kalimat "Dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain." Maksudnya adalah saling mengafirkan, hingga mereka saling berperang, seperti yang terjadi pada kelompok Khawarij tatkala mereka keluar dari golongan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah.

Ada juga yang berpendapat bahwa kalimat "Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan" maksudnya adalah adanya percampuran dalam hal perselisihan dan pertentangan.

Mujahid dan Abu Al Aliyah berkata, "Sesungguhnya ayat ini ditujukan untuk umat Muhammad SAW." Abu Umamah berkata, "Semua ada empat perkara dan telah terjadi dua perkara setelah dua puluh lima tahun wafatnya Nabi SAW. Yang tersisa akan ditimpakan, sehingga sebagian merasakan keganasan sebagian yang lain. Adapun sisanya adalah dua perkara yang keduanya pasti akan terjadi, yaitu adzab dari bawah kaki kalian dan dari atas kepala kalian. Ini semua merupakan dalil dari dilarangnya perselisihan dalam kebatilan. Hal tersebut tidak disukai dan tercela.

Telah dinukil dari Mujahid, bahwa maksud dari "Mereka senantiasa berselisih pendapat" dalam firman Allah, " Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (Qs. Huud [11]: 118-119) adalah para pelaku bid'ah. Adapun tentang ayat, "Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu " maksudnya adalah para pelaku kebenaran, yang tidak terdapat perselisihan di antara mereka.

Diriwayatkan dan, dari Ikrimah, bahwa ayat, " Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat maksudnya adalah berselisih pendapat dalam masalah yang batil. Adapun ayat, "Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu" maksudnya adalah Ahlus-Sunnah.

Dinukil dari Abu Bakar Tsabit Al Khathib, dari Manshur bin Abdullah, namun Abdurrahman 9 berkata: Ketika aku sedang duduk di dekat Al Hasan,

seorang laki-laki yang duduk di sampingku menyuruhku untuk bertanya kepada Al Hasan tentang firman Allah, " Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." la menjawab, "Kalimat, 'Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat 'maksudnya adalah agama-agama yang bermacam-macam. Sedangkan kalimat, 'Kecuali orang- orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu,' artinya adalah tidak adanya perselisihan pada orang-orang yang diberi rahmat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Umar bin Abdul Aziz dan Malik

' Mungkin maksudnya adalah Manshur bin Abdurrahman Al Ghadani Al Asyal An-

Nadhri.

bin Anas, bahwa orang-orang yang mendapatkan rahmat tidak akan berselisih.

Ayat ini nanti akan diterangkan selanjutnya dengan secara detail. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Umar bin Mush'ab, ia berkata, "Aku

bertanya kepada bapakku tentang firman Allah, 'Apakah akan Kami beritahukan kepada kamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?' (Qs. Al Kahfi [18]: 103). 'Apakah mereka adalah Al Haruriyah?' Bapak menjawab, 'Bukan, mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi telah mengingkari Nabi Muhammad SAW, sedangkan orang Nasrani telah mengingkari surga dan berkata, "Tidak ada makanan dan minuman di dalamnya." Sementara Al Haruriyah "Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh." (Qs. Al Baqarah [2]: 27) Syu'bah menyebut mereka orang-orang yang fasik'."

Dalam tafsir Sa'id bin Manshur, dari Mush'ab bin Sa'ad, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada bapakku tentang ayat, " Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat kebaikan?" (Qs. Al Kahfi [18]: 104), Apakah mereka adalah Al Haruriyah? Bapakku menjawab, "Bukan, mereka adalah kaum Yahudi, sedangkan Al Haruriyah adalah golongan yang telah disebutkan Allah dalam firman-Nya, 'Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka'." (Qs. Ash-Shaff [61]: 5)

Abd bin Humaid dalam tafsimya meriwayatkan arti hadits ini dengan lafazh yang lain, dari Mush'ab bin Sa'ad, dengan menyebutkan ayat ini, u Katakanlah, 'Apakah akan Kami beritahukan tentang orang-orang yang

paling merugi perbuatannya?.." Mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Qs. Al Kahfi [18]: 103-104) Saya berkata, "Apakah mereka adalah Al Haruriyah?" Ia menjawab, "Bukan, mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani, orang-orang Yahudi telah mengingkari Nabi Muhammad SAW, sedangkan orang-orang Nasrani tidak percaya dengan surga dan berkata, 'Di dalamnya tidak terdapat makanan dan minuman.' Sedangkan Al Haruriyah '(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah paling merugi perbuatannya?.." Mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Qs. Al Kahfi [18]: 103-104) Saya berkata, "Apakah mereka adalah Al Haruriyah?" Ia menjawab, "Bukan, mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani, orang-orang Yahudi telah mengingkari Nabi Muhammad SAW, sedangkan orang-orang Nasrani tidak percaya dengan surga dan berkata, 'Di dalamnya tidak terdapat makanan dan minuman.' Sedangkan Al Haruriyah '(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah

Golongan pertama: Karena mereka telah keluar dari jalan yang benar; yaitu kesaksian atas Rasulullah SAW, juga karena mereka menakwilkannya dengan takwil yang keliru. Demikianlah yang diperbuat oleh ahli bid'ah yang menjadikannya sebagai pintu masuk bid'ah mereka.

Golongan kedua: Karena mereka menyikapi Al Qur' an dengan sikap seperti yang kita ketahui.

Kelompok Haruriyah dan kelompok Khawarij berpegang teguh pada firman Allah, " Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (Qs. Al An'aam [6]: 57)dan "Menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu"(Qs. Al Maa'idah [5J: 95) serta ayat-ayat lainnya.

Begitulah perbuatan ahli bid'ah, dan insya Allah akan dijelaskan kepada Anda.

Diantaranya telah diriwayatkan oleh Amr bin Muhajir, ia berkata: Telah sampai kabar tentang Ghailan Al Qadari (yang berbicara tentang takdir) kepada Umar bin Abdul Aziz, ia berbicara tentang takdir, maka diutuslah seseorang untuk menangkap kemudian menahannya beberapa hari. Ia lalu dihadapkan kepada Umar bin Abdul Aziz, Umar pun bertanya, "Wahai Ghailan, masalah apa yang ada pada dirimu, yang telah sampai beritanya kepadaku?" Aku mengisyaratkan kepadanya untuk tidak berkata apa-apa, tetapi Ghailan menjawab, "Betul, wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya Allah berfirman, 'Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir'." (Qs. Al Insaan [76]: 1-3) Umar berkata, "Bacalah hingga akhir surah, 'Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dia memasukkan siapa yang dikehendakinya ke dalam rahwat-Nya (surga). Dan

bagi orang-orang zhaJim disediakan adzabyangpedih. 1 (Qs. Al Insaan [76]:

30-31) Apa pendapatmu wahai Ghailan?" la berkata, "Aku ingin mengatakan bahwa dahulu saya buta, kemudian Dia menjadikanku dapat melihat. Dulu aku dalam kesesatan kemudian Dia memberi petunjuk kepadaku." Umar berkata, "Ya Allah, semoga hamba-Mu, Ghailan, itu benar dan jika tidak, maka pisahkanlah ia."

Perawi berkata, "Ghailan kemudian tidak lagi membicarakan masalah takdir, maka Umar mengangkatnya menjadi penguasa di Darudh-Dharb di Damaskus. Ketika Umar bin Abdul Aziz wafat dan kekhalifahan diserahkan kepada Hisyam, Ghailan kembali berbicara tentang takdir, maka Hisyam memerintahkan untuk menangkapnya dan memotong tangannya. Suatu saat ada seseorang yang lewat di dekatnya, sedangkan saat itu di tangannya ada lalat yang menempel, berkata, 'Wahai Ghailan, ini adalah perkara qadha' dan qadar (ketentuan dan takdir Allah).' Ia berkata, 'Aku telah berdusta dan demi umurku, inilah bukanlah qadha" dan qadar.' Hisyam lalu menangkap dan menyalibnya."

Golongan ketiga: Karena Al Haruriyah menghunuskan pedangnya kepada hamba-hamba Allah, sementara perbuatan tersebut merupakan —jika tidak disebut sebagai awal— kerusakan yang sangat besar di muka bumi, oleh sebab itu tersebarlah paham ahli bid'ah dan mereka semua bertujuan menebarkan permusuhan dan kedengkian di antara kaum muslim.

Ketiga sifat tersebut mencakup kelompok yang diperingatkan oleh Al Qur'an dan Sunnah untuk dihindari, seperti firman Allah Ta'ala, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 105) dan "Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan." (Qs. Al An'aam [6]: 159) serta yang semisalnya.

Dalam hadits, "Sesungguhnya umat akan terpecah menjadi lebih dari

tujuh puluh golongan."

Penafsiran tersebut terdapat dalam riwayat pertama yang juga diriwayatkan oleh Mus'ab bin Sa'ad dan ia menyetujui pendapat bapaknya tentang arti yang telah disebutkan.

Sa'ad bin Abu Waqqash lalu menafsirkan ayat tersebut seperti yang terdapat dalam riwayat Sa'id bin Manshur: Sesungguhnya hal itu merupakan akibat dari kesesatan yang mereka timbulkan, sebagaimana dalam firman- Nya, "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." (Qs. Ash-Shaff [61]: 5). Hal itu mengacu pada ayat yang ada dalam surah Aali 'Imraan, "Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 7) Sesungguhnya Sa'ad memasukkannya ke dalam kelompok Al Haruriyah, seperti yang terdapat dalam dua ayat tersebut secara makna; yaitu pengertian az-zaigh {berpaling dari kebenaran) pada salah satu ayat tersebut dan sifat-sifat yang telah disebutkan pada ayat yang lain, karena sifat-sifat tersebut ada pada diri mereka.

Sedangkan ayat pada surah Ar-Ra'd mencakup lafazhnya, karena dalam ayat tersebut mengandung arti umum secara bahasa, dan apabila kita tujukan kepada orang-orang kafir secara khusus maka ayat tersebut juga memberikan hukum pada mereka dari segi penentuan balasan atas sifat-sifat yang telah disebutkan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ilmu ushul. Demikian halnya dengan ayat dalam surah Ash-Shaff, karena ayat tersebut khusus tentang Nabi Musa AS.

Oleh karena itu, Syu'bah menamakan mereka (Al Haruriyah) orang- orang fasik —yang saya maksud adalah Al Haruriyah— sebab pengertian ayatnya mengenai mereka, seperti yang tertera dalam ayat tersebut, "Dan Allah tiada memberi pertunjuk kepada kaum yang fasik." (Qs. Ash-Shaff [61]: 5) Adapun sifat az-zaigh (berpaling dari kebenaran) juga ada pada diri mereka, sehingga mereka masuk dalam firman Allah, "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." Dengan demikian dapat dipahami bahwa ahli bid'ah bukan khusus untuk kelompok Al Haruriyah, tetapi mencakup semua kelompok yang cenderung memiliki Oleh karena itu, Syu'bah menamakan mereka (Al Haruriyah) orang- orang fasik —yang saya maksud adalah Al Haruriyah— sebab pengertian ayatnya mengenai mereka, seperti yang tertera dalam ayat tersebut, "Dan Allah tiada memberi pertunjuk kepada kaum yang fasik." (Qs. Ash-Shaff [61]: 5) Adapun sifat az-zaigh (berpaling dari kebenaran) juga ada pada diri mereka, sehingga mereka masuk dalam firman Allah, "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka." Dengan demikian dapat dipahami bahwa ahli bid'ah bukan khusus untuk kelompok Al Haruriyah, tetapi mencakup semua kelompok yang cenderung memiliki

Adapun Sa'ad RA menafsirkannya dengan Al Haruriyah karena ia pernah ditanya tentang mereka secara khusus —wallahu 'alam— bahwa mereka adalah orang-orang yang pertama membuat bid'ah dalam agama Allah, walaupun demikian, hal itu tidak harus mendapatkan pengkhususan.

Adapun yang bertanggung jawab pertama kali yaitu yang disebutkan dalam salah satu ayat pada surah Al Kahfi, karena Sa'ad telah menafikan keterkaitan Al Haruriyah pada ayat tersebut.

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, pernah menafsirkan bahwa orang-orang yang perbuatannya paling merugi adalah Al Haruriyah.

Abd bin Humaid pernah meriwayatkan dari Ibnu Thufail, ia berkata, "Ibnu Kawwa x datang kepada Ali dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin,

siapakah orang yang sesat perbuatannya dalam kehidupan dunia, tetapi mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat benar dengan sebaik- baiknya?' Ali menjawab, 'Di antara mereka adalah Al Haruriyah'."

Penafsiran semacam itu juga dinukil dalam tafsir Ats-Tsauri. Sedangkan dalam kitab Jami' Ibnu Wahab dijelaskan bahwa Ali pernah ditanya tentang ayat tersebut, maka ia menjawab, "Naiklah kemari, aku pasti akan memberitahukanmu" —Saat itu Ali sedang berada di atas mimbar— Ia kemudian naik hingga dua tangga. Kemudian Ali lalu mengambil tongkat yang ada di tangannya dan memukulkannya, kemudian berkata, "Kamu dan para sahabat-sahabatmu."

Diriwayatkan juga oleh Abd bin Humaid, dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im, ia berkata: Seorang laki-laki dari bani Ud memberitahuku bahwa Ali sedang berkhutbah di Irak. Tiba-tiba Ibnu Kawwa' berseru dari bagian masjid paling belakang, "Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang paling merugi perbuatannya?" Ali menjawab, "Kamu." Ibnu Kawwa' kemudian terbunuh pada perang Khawarij.

Telah dinukil oleh sebagian ahli tafsir bahwa Ibnu Kawwa' bertanya Telah dinukil oleh sebagian ahli tafsir bahwa Ibnu Kawwa' bertanya

Periwayatan yang pertama menunjukkan bahwa Al Haruriyah termasuk

dalam cakupan ayat tersebut.

Ketika Allah Ta'ala menyebutkan mereka di dalam firman-Nya, " Orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini" Dia menyifati mereka dengan kesesatan namun mereka berprasangka bahwa mereka mengikuti jalan yang benar. Hal itu mengandung pengertian bahwa merekalah orang-orang yang berbuat bid'ah secara umum (dalam tindakannya) dan mereka datang dari Ahli kitab, sebab Nabi SAW bersabda, "Semua yang bid 'ah adalah sesat. "

Dalam ayat tersebut tergabung dua penafsiran; penafsiran Sa'ad bahwa mereka adalah Yahudi dan Nasrani, serta penafsiran Ali bahwa mereka adalah ahli bid'ah, sebab mereka mempunyai kesamaan dalam mengejawantahkan bid'ah. Oleh karena itu, kekafiran orang Nasrani disebabkan takwil mereka tentang surga, tidak sesuai dengan maksud agama, dan yang demikian itu adalah takwil aqli. Kita bisa lihat bahwa ketiga ayat tersebut bermakna sama, yaitu celaan terhadap bid'ah.

Sa'ad bin Abu Waqqash menyatakan bahwa semua ayat tersebut mencakup sifat-sifat ahli bid'ah. Merekalah yang berhak mendapat celaan serta balasan yang buruk, baik karena keumuman lafazh maupun karena makna sifat itu sendiri.

Ibnu wahab meriwayatkan bahwa Nabi SAW datang dengan membawa

kitab di atas pundak beliau, lalu bersabda,

"Cukuplah kebodohan bagi satu kaum —atau beliau berkata, "kesesatan "— mereka tidak menyenangi apa yang didatangkan oleh "Cukuplah kebodohan bagi satu kaum —atau beliau berkata, "kesesatan "— mereka tidak menyenangi apa yang didatangkan oleh

Kemudian turunlah ayat, "Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur 'an) sedang dia dibacakan kepada mereka?" (Qs. Al 'Ankabuut [29]: 51)

Diriwayatkan dari Abdul Hamid, dari Al Hasan, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,

"Barangsiapa membenci Sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku."

Beliau kemudian membaca ayat, "Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu '...." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 31)

Abdul Hamid dan yang lain juga meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA tentang firman Allah Ta 'ala, "Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilakukannya." (Qs. Al Infithaar [82]: 5) Ia berkata, "Maksudnya adalah perbuatan baik atau buruk yang dikerjakan dan hal-hal Sunnah yang tidak dikerjakan namun dikerjakan oleh orang-orang setelahnya." Walaupun hal ini adalah bentuk penafsiran, namun kalimat tersebut masih membutuhkan penafsiran lain.

Diriwayatkan dari Abdullah, ia berkata, "Hal baik yang dikerjakan dan hal baik yang ditinggalkan, namun dikerjakan oleh orang setelahnya, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka. Sunnah yang buruk yang tidak dikerjakan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang melakukannya dan tidak mengurangi sedikit pun dosa mereka.

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Mubarak dan lainnya. Diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dan Abu Qilabah serta yang

lain, mereka berkata, "Semua pelaku bid'ah dan kesesatan adalah tercela."

Mereka berdalih dengan firman Allah Ta'ala, " Sesungguhnya orang- orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sesembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan daJam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang- orang yang membuat-buat kebohongan." (Qs. Al A'raaf [7]: 152)

Ibnu Wahab meriwayatkan dari Mujahid (tentang) firman Allah Ta 'ala, "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan." (Qs. Yaasiin [36]: 12), ia berkata, "Maksudnya adalah kebaikan yang mereka kerjakan kemudian sebagian dari kesesatan yang mereka tinggalkan diwarisi oleh manusia yang hidup setelah mereka."

Juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Aun dari Muhammad bin Sirin, ia berkata, "Aku telah melihat manusia yang paling cepat keluar dari Islam, yaitu pengikut hawa nafsu, 'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaran yang lain'." (Qs. Al An'aam [6]: 68)

Telah disebutkan oleh Al Ajiri dari Abu Al Jauza', bahwa ia telah menyebutkan pengikut hawa nafsu dan berkata, "Demi Dzat yang jiwa Abu Al Jauza' ada ditangan-Nya, sesungguhnya jika rumahku dipenuhi oleh kera dan babi maka itu lebih aku cintai daripada aku bertetangga dengan mereka, karena mereka termasuk orang yang disebutkan dalam ayat ini, 'Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya... sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati'." (Qs. Aali 'Imraan [3]: 119)

Ayat-ayat yang menjelaskan dan menunjukkan tentang celaan dan larangan untuk mengikuti perilaku mereka sangat banyak. Sesungguhnya padanya —insyaallah— terdapat nasihat bagi orang yang mencari nasihat serta sebagai obat untuk kelapangan dada.

B. Hadits-Hadits Rasulullah tentang Bid'ah Hadits-hadits yang dimaksud sangat banyak, jumlahnya sampai-sampai B. Hadits-Hadits Rasulullah tentang Bid'ah Hadits-hadits yang dimaksud sangat banyak, jumlahnya sampai-sampai

1. Diriwayatkan dari Aisyah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,

"Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya, maka hal itu tertolak." Hadits shahih.

2. Diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah bersabda,

"Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak terdapat padanya perkara kami, maka hal itu tertolak."

Hadits ini oleh para ulama dikategorikan sebagai sepertiga dari ajaran Islam, karena mencakup segi-segi pengingkaran terhadap perintah Nabi SAW, baik dalam masalah bid'ah maupun kemaksiatan.

3. Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah SAW bersabda (dalam khutbah beliau),

Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid'ah adalah sesat"

4. Diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang lain, ia berkata: Rasulullah SAW pernah berkhutbah dihadapan khalayak ramai, beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya sesuai keberadaan- Nya, kemudian bersabda,

"Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Sebaik- baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru —dalam agama— dan setiap yang baru adalah bid'ah."

5. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i, bahwa Rasulullah bersabda,

"Setiap yang baru adalah bid ah dan setiap yang bid'ah (tempatnya) di dalam neraka. "

Disebutkan bahwa Umar pernah berkhutbah dengan khutbah tersebut.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud —dengan riwayat yang mauquf dan marfu'—, bahwa ia berkhutbah, "Sesungguhnya keduanya adalah dua perkara —perkataan dan petunjuk— maka sebaik-baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Ketahuilah, kamu hendaknya menjauhi perkara-perkara yang baru, karena seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru dan setiap yang baru adalah bid'ah."

Dalam lafazh lain disebutkan, "Sesungguhnya kalian akan membuat perkara yang baru, ia akan membuatkan perkara yang baru dan akan dibuatkan perkara yang baru bagi kalian, maka setiap yang baru adalah sesat dan setiap yang sesat di dalam neraka."

Ibnu Mas'ud berkhutbah dengan perkataan ini pada setiap hari Kamis. 6. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya keduanya adalah

dua perkara —petunjuk dan perkataan— sebaik-baik perkataan —atau sebenar-benarnya perkataan— adalah firman Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid'ah. Janganlah kamu memperpanjang masalah hingga membuat hatimu keras dan jangan pula kamu teperdaya oleh khayalan, karena sesungguhnya apa yang akan tiba (kematian) itu dekat dan yang jauh itu tidak akan tiba."

7. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru. 'Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang dan kamu sekali-kali tidak dapat menolaknya'." (Qs. Al An'aam [6]: 134)

8. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah —secara marfu'— dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

" Berhati-hatilah kamu terhadap perkara-perkara yang baru. Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat. "

Yang paling masyhur adalah hadits —mauquf— riwayat Ibnu Mas'ud.

9. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,

"Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun dosa-dosa mereka." Hadits shahih.

10. — Diriwayatkan— oleh Muslim 10 dari Jabir bin Abdullah, dari Rasulullah

SAW, beliau bersabda,

"Barangsiapa membuat Sunnah yang baik dan diikuti, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa membuat Sunnah yang buruk dan diikuti, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa mereka." Hadits shahih.

11. At-Tlrmidzi meriwayatkan dan menjadikan hadits (no. 11) sebagai hadits shahih.

12. Abu Daud dan selain dari keduanya juga meriwayatkan dari Al Irbadh

10 (Shahih Muslim, pembahasan tentang zakat dan ilmu) Lafazhnya di dalam pembahasan tentang ilmu, "Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik dan

diamalkan setelahnya, maka akan ditulis baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk dan dikerjakan setelahnya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka." Lafazhnya di dalam pembahasan tentang zakat, "Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah (kebiasaan) di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka." Kita tidak tahu tujuan pengarang

mengatakan bahwa hadits ini shahih.

bin Sariyah, ia berkata: Suatu hari Rasulullah SAW shalat bersama- sama kami. Setelah selesai shalat beliau menghadap kami dan memberi nasihat yang sangat jelas dan mengena, sehingga membuat mata meneteskan air mata dan membuat hati bergetar. Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan, maka apa yang engkau wasiatkan untuk kami?" Beliau pun berkata,

"Saya mewasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah serta patuh dan tunduk kepada para pemimpin, walaupun ia (pemimpin) adalah hamba sahaya yang berkulit hitam, karena sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian setelahku akan mengalami perselisihan yang banyak. Jadi, hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia dengan erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat."

Diriwayatkan dari beberapa sudut dan jalan yang berbeda. 13. Diriwayatkan dari Khudzaifah, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah

akan terjadi keburukan setelah kebaikan sekarang ini?" Beliau menjawab,

" Ya, akan ada suatu kaum yang mengikuti sunnah yang bukan Sunnahku dan mengikuti petunjuk yang bukan petunjukku." la bertanya lagi, "Apakah setelah keburukan tersebut terjadi keburukan yang lebih buruk lagi?" Beliau bersabda, " Ya, seruan menuju neraka Jahanam, dan barangsiapa yang mengikutinya pasti akan menceburkannya ke dalamnya (neraka Jahanam)." Dia bertanya, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah sifat-sifat mereka untuk kami?" Beliau bersabda, " Tentu. Mereka berasal dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita." Dia bertanya kembali, "Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatkan perkara tersebut?" Beliau menjawab, "Berpegang teguhlah pada jamaah kaum muslim dan imam mereka." Dia berkata, "Jika tidak ada seorang imam atau jamaah?" Beliau menjawab, " Tinggalkanlah kelompok-kelompok tersebut semuanya meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga tiba ajalmu dan kamu tetap pada pendirianmu itu." Hadits shahih.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari jalur yang lain.

14. Dalam hadits Ash-Shahihah disebutkan,

"Kota Madinah adalah tanah haram antara 'Ir dan Tsaur 11 , barangsiapa

11 'Ir dan Tsaur adalah nama gunung.

berbuat kejahatan di dalamnya atau melindungi orang yang berbuat jahat, maka baginya laknat Allah, para malaikat, serta manusia semuanya, serta tidak akan diterima darinya amal-amal yang sunahnya atau yang wajibnya oleh Allah pada Hari Kiamat."

Menurut arti secara umum, hadits ini mencakup setiap kejahatan yang melanggar syariat. Sementara bid'ah adalah kejahatan yang paling buruk. Imam Malik telah menjadikannya sebagai dalil (insyaallah akan dijelaskan nanti). Walaupun hanya menyebutkan Madinah secara khusus, namun kota lainnya juga termasuk dalam pengertian makna hadits tersebut.

15. Dalam kitab Muwaththa 'disebutkan riwayat dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pergi menuju kuburan (dan setelahnya sampai di sana) beliau mengucapkan,

"Assalamu alaikum rumah kaum mukminin, insyaallah kami akan menyusulmu... Maka beberapa orang laki-laki akan dihalau dari telagaku sebagaimana unta yang tersesat di halau. Aku memanggil mereka, 'Man datanglah! Man datanglah! Man datanglah!' Lalu dikatakan, 'Mereka telah mengganti ajaranmu setelah engkau — meninggal dunia—, 'Lalu aku berkata, 'Menjauhlah! Menjauhlah! Menjauhlah'. "

Sekelompok ulama mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi ahli bid'ah. Namun sebagian lainnya mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad.

Dalil untuk arti yang pertama (diperuntukkan bagi ahli bid'ah) adalah hadits yang diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman, dari Yazid

Ar-Raqasyi, ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik, "Sesungguhnya di negeri ini terdapat kaum yang bersaksi di hadapan kita dengan kekafiran dan kemusyrikan serta mengingkari telaga dan pemberian syafaat. Apakah kamu telah mendengar sesuatu dari Rasulullah SAW tentang hal tersebut?" Ia menjawab, "Ya. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

'—Perbedaan— antara seorang hamba dengan kekafiran —atau kemusyrikan— adalah meninggalkan shalat. Apabila (shalat) ditinggalkan, maka ia telah berbuat syirik. Sedangkan telaga saya seperti antara Aylah dengan Makkah, seperti bintang-bintang di langit—atau beliau bersabda, bagaikan beberapa gugus bintang di langit— yang memiliki dua pancuran air dari surga dan setiap kali airnya meresap, dipancarkan (ditambah dan diperbanyak) kembali. Orang yang minum darinya satu teguk pasti tidak akan merasakan haus untuk selamanya. Akan dijauhkan dari mulut kaum yang nista serta tidak akan diberikan setetespun bagi mereka. Orang yang hari ini mendustainya tidak akan mendapatkan minuman darinya pada saat itu'."

Hadits ini menerangkan bahwa mereka adalah ahli kiblat. Arti yang kedua (diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad),

karena murtad adalah salah satu sifat golongan Khawarij, sedangkan pendustaan terhadap telaga Nabi adalah salah satu sifat golongan

Mu'tazilah dan selain mereka. Adapun penyebutan yang ada dalam hadits Al Muwaththa 'dari sabda Nabi SAW, "Mari datanglah" karena beliau mengenali mereka dari cahaya putih pada wajah dan tangan mereka, dari bekas wudhu, yang menjadi tanda khusus bagi umat beliau yang tidak dimiliki umat nabi-nabi yang lain.

16. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami sambil memberikan nasihat, beliau bersabda,

" Sesungguhnya kalian semua akan dikumpulkan kepada Allah dengan telanjang bulat, 'Sebagairnana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah satu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. '(Qs. Al Anbiyaa' [21]: 104) Orang yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim, dan beliau akan memanggil beberapa orang dari umatku dan membawa mereka ke arah kin, kemudian aku berkata sebagaimana seorang hamba yang shalih berkata, 'Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (mengangkat) aku Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka maka " Sesungguhnya kalian semua akan dikumpulkan kepada Allah dengan telanjang bulat, 'Sebagairnana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah satu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. '(Qs. Al Anbiyaa' [21]: 104) Orang yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim, dan beliau akan memanggil beberapa orang dari umatku dan membawa mereka ke arah kin, kemudian aku berkata sebagaimana seorang hamba yang shalih berkata, 'Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (mengangkat) aku Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka maka

Kemungkinan hadits ini ditujukan untuk ahli bid'ah, seperti pada hadits Al Muaththa', namun mungkin juga ditujukan bagi orang- orang yang murtad setelah Nabi SAW meninggal dunia.

Dalam periwayatan At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan dan orang-orang Nasrani sama seperti itu, sementara umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan." Hadits hasan shahih.

Ada juga riwayat lain yang insya Allah akan disebutkan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa golongan tersebut maksudnya

adalah golongan ahli bid'ah.

17. Nabi SAW bersabda,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama, sehingga apabila tidak terdapat orang yang alim, maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya serta memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan" Hadits shahih.

Hadits tersebut diriwayatkan juga dari jalur lain dalam hadits Al Bukhari dan yang lain.

18. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah esok hari dalam keadaan muslim, maka ia hendaknya menjaga shalat sebagaimana yang diserukan kepadanya, karena Allah telah mensyariatkan kepadamu Sunanul Nabi dan sesungguhnya shalat termasuk dari Sunanul Nabi. Apabila kamu shalat di rumahmu sebagaimana shalatnya orang yang menyelisihi di rumahnya, maka kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu, dan apabila kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu maka kamu dalam kesesatan."

Perhatikanlah dengan baik bagaimana seseorang yang meninggalkan Sunnah dijadikan patokan sebagai kesesatan!

19. Dalam suatu riwayat, "Apabila kamu meninggalkan Sunnah Nabimu,

maka kamu telah kafir." Ini adalah peringatan yang paling keras.

20. Rasulullah SAW juga bersabda,

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat penting. Yang pertama adalah kitab Allah, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya —dalam riwayat lain; dalamnya ada petunjuk— orang yang berpegang teguh dan mengambilnya maka ia berada di atas petunjuk, sedangkan orang yang menyimpang maka akan tersesat."

21. Dalam riwayat lain,

" Barangsiapa mengikutinya maka ia berada di atas petunjuk dan barangsiapa meninggalkannya maka ia berada dalam kesesatan. "

22. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Ibnu Wahhab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Akan ada para Dajjal si pendusta diantara umatku yang membuat bid'ah dari hadits yang tidak pernah didengar o/ehmu dan orang tuamu. Jadi, berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah kamu teperdaya oleh mereka."

23. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bahwa Nabi SAW bersabda,

"Barangsiapa menghidupkan satu Sunnah dari Sunnah-Sunnahku setelah aku tiada, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Sedangkan barangsiapa membuat bid'ah yang sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa manusia." Hadits hasan.

24. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Aisyah, ia berkata, "Barangsiapa mendatangi pembuat bid'ah guna mengukuhkannya, maka ia telah membantu menghancurkan Islam."

25. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Apabila kamu ingin tidak tertahan dijembatan Shiratul Mustaqim, walaupun sekejap mata, hingga kamu —dapat— masuk surga, maka janganlah kamu membuat sesuatu yang baru dalam agama Allah dengan pendapatmu. "

26. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa beliau bersabda,

"Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku, sedangkan barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku."

27. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Nabi SAW bersabda,

" Enam golongan yang kulaknat dan Allah juga melaknat mereka serta para nabi yang doanya dikabulkan (adalah): orang yang menambah-nambahkan ajaran Allah, orang yang mendustakan (mengingkari) takdir Allah, orang yang diberi kekuasaan namun menghinakan orang yang diagungkan Allah serta mengagungkan orang yang dihinakan Allah, orang yang meninggalkan Sunnahku, orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dari keturunanku. "

28. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Tsabit Al Khathib,

"Enam golongan yang laknat mereka dan aku melaknat mereka — diantaranya—, orang yang berpaling dari Sunnahku kepada bid'ah."

29. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

" Sesungguhnya setiap ahli ibadah memiliki ketamakan dan setiap ketamakan mempunyai kecenderungan, baik mengikuti Sunnahku maupun mengikuti bid'ah. Barangsiapa kecenderungannya mengikuti Sunnahku maka ia mendapatkan petunjuk, sedangkan barangsiapa kecenderungannya kepada selainnya maka ia celaka. "

30. Diriwayatkan dari Mujahid —dalam kitab Mu'jam A/Baghawi—ia berkata, "Aku dan Abu Yahya bin Ja'dah pernah berkunjung ke rumah sedang sahabat Nabi SAW dari kaum Anshar, ia berkata, 'Para sahabat membicarakan seorang maula perempuan bani Abdul Muththalib di sisi Rasulullah SAW, mereka berkata, "Wanita itu shalat malam dan berpuasa pada siang harinya secara terus-menerus".' Rasulullah lalu bersabda,

‘ Akan tetapi aku tidur lalu shalat, dan aku berpuasa juga berbuka. Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku dan,

barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku. Sesungguhnya setiap pelaku kebaikan mempunyai ketamakan. kemudian kecenderungan. Barangsiapa kecenderungannya kepada barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku. Sesungguhnya setiap pelaku kebaikan mempunyai ketamakan. kemudian kecenderungan. Barangsiapa kecenderungannya kepada

31. Diriwayatkan dari Wa'il, dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,

"Sesungguhnya manusia yang mendapat siksa paling pedih pada Hari Kiamat adalah seseorang yang membunuh nabi atau yang dibunuh oleh nabi dan pemimpin kesesatan yang menjadi contoh dari kaum muslim.”

32. Dalam cuplikan hadits riwayat Khaitsamah, dari Sulaiman, dari Abdullah,

bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Akan ada orang-orang setelahku yang mengakhirkan shalat dari waktunya dan mereka membuat bid'ah. " Abdullah bin Mas'ud berkata, "Bagaimana aku harus bersikap apabila aku mendapatkan mereka?" Beliau menjawab, "Kamu bertanya kepadaku wahai anak Ummu Abdullah seharusnya kamu bersikap? Tidak ada ketaatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah. "

33. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata,

"Rasulullah SAW bersabda,

'Barangsiapa makan dari yang baik, berbuat sesuai Sunnah, dan manusia merasa aman dari kejahatannya, maka ia akan masuk surga.' Seorang laki-laki bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang yang demikian itu pada hari ini sangat banyak.' Beliau berkata, 'Hal itu akan terjadi pada zaman setelahku'." Hadits gharib.

34. Diriwayatkan —dalam kitab Ath-Thahawh- dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Bagaimana keadaanmu dan dengan putaran zaman — atau beliau berkata: Hampir-hampir tiba suatu zaman— yang akan membuat manusia binasa dengan kebinasaan yang tak terhingga, dan yang tersisa adalah kelompok manusia yang hina, yang melanggar perjanjian dan amanat yang ada pada diri mereka. Mereka berselisih sehingga menjadi seperti ini." —beliau mengaitkan jari-jemari tangannya— Para sahabat lalu bertanya, "Apa yang harus kami lakukan wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Hendaklah kalian mengambil perkara yang kalian ketahui dan hendaklah kalian meninggalkan perkara yang kalian ingkari. Hendaklah kalian mengerjakan perkara orang-orang khusus kalian dan hendaklah kalian meninggalkan perkara orang-orang umum dari kalian."

35. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab —secara mursal— bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Berhati-hatilah kalian terhadap Asy-Syi'ab." Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan Asy-Syi'ab, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Pengikut hawa nafsu (aliran sesat)."

36. Diriwayatkan oleh Ibn Wahab, bahwa Rasulullah bersabda,

"Sesungguhnya Allah akan memasukkan seorang hamba ke dalam surga dengan Sunnah yang dipertahankannya. "

37. Dalam kitab As-Sunnah karangan Al Ajiri dari jalur periwayatan Al Walid bin Muslim, dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda.

‘Jika perkara bid'ah dan penghinaan kepada sahabat-sahabatku terjadi pada umatku, maka hendaklah orang alim menunjukkan ilmunya. Barangsiapa tidak melakukannya maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia'. "

38. Abdullah bin Al Hasan berkata, "Aku pernah bertanya kepada Al walid bin Muslim, 'Apa yang dimaksud menampakkan ilmu?' Ia menjawab, 'Menampakkan Sunnah'." Hadits-haduts tentang hal ini sangat banyak.

Para pembaca harus tahu bahwa sebagian hadits yang telah disebutkan tidak sampai pada status shahih, pencantumannya hanyalah sebagai pengamalan atas ketetapan yang telah dibuatkan oleh para ulama hadits dalam hadits-hadits Targhib wa Tarhib. Pada dasamya, celaan terhadap bid'ah serta para pelakunya telah ditetapkan dengan dalil-dalil yang pasti dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Adapun tambahan dari selain hal tersebut tidak menjadi halangan untuk dijadikan dalil, insyaallah.