Tambahan untuk Hal-Hal yang Dianggap Bermasalah Adapun jawaban atas ketidakjelasan pada poin kedua adalah, semua

F. Tambahan untuk Hal-Hal yang Dianggap Bermasalah Adapun jawaban atas ketidakjelasan pada poin kedua adalah, semua

yang telah disebutkan termasuk bagian dari al maslahah a/ mursalah, bukan bagian dari bid'ah yang dibuat-buat. Sedangkan perkara-perkara yang terdapat dalam al mashlahah al mursalah telah dijalankan oleh para salafush- shalih dari kalangan sahabat dan para ulama setelah mereka. Jadi, sesungguhnya almashalih almursalah adalah bagian dari dasar-dasar ilmu fikih yang telah ditetapkan kebenarannya menurut ulama ushul. Meskipun masih terdapat perbedaan di antara mereka dalam perkara al mashalih al mursalah, namun hal itu tidak menjadi penghalang dalam tema yang sedang kita bahas ini.

Tentang pengumpulan mushaf Al Qur'an dan keengganan orang- orang dalam masalah tersebut, pada hikikatnya termasuk pada bab pembahasan ini, sebab Al Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang semuanya sempurna dan cukup sebagai sarana untuk mempermudah orang Arab dalam membacanya (karena orang Arab mempunyai bahasa yang berbeda-beda). Jadi, kepentingan yang terdapat pada penulisan Al Qur' an Tentang pengumpulan mushaf Al Qur'an dan keengganan orang- orang dalam masalah tersebut, pada hikikatnya termasuk pada bab pembahasan ini, sebab Al Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang semuanya sempurna dan cukup sebagai sarana untuk mempermudah orang Arab dalam membacanya (karena orang Arab mempunyai bahasa yang berbeda-beda). Jadi, kepentingan yang terdapat pada penulisan Al Qur' an

Oleh karena itu, para sahabat RA sangat mengkhawatirkan bercabang- cabangnya ajaran agama, sehingga mereka bersepakat untuk berpegang pada hal-hal yang telah ditetapkan dalam mushaf Utsman RA dan membuang selainnya, dengan alasan semua yang mereka buang termasuk dalam perkara yang telah mereka sepakati, sebab hal itu hanya dari segi bacaan, yang sama sekali tidak mempengaruhi isi Al Qur'an.

Mereka kemudian menguatkan hal tersebut dengan periwayatan tatkala terjadi kesalahan dalam bacaannya dan tatkala orang-orang asing masuk ke dalam agama Islam, karena khawatir pintu-pintu kerusakan lain akan terbuka, yaitu para penganut ajaran atheis yang memasukkan sesuatu ke dalam Al Qur "an atau ke dalam bacaannya yang bukan darinya, lalu mereka menjadikannya sebagai senjata untuk menyebarkan paham atheis mereka. Bukankah kamu melihat tatkala mereka tidak mampu memasukinya dari pembahasan ini, mereka masuk melalui penakwilan dan pendustaan pada arti-arti Al Qur'an, sebagaimana yang akan dijelaskan selanjutnya, insyaallah.

Jadi, benar apa yang telah dijalankan oleh para sahabat Rasulullah SAW, karena perkara tersebut mempunyai dasar yang menjadi bukti secara global, yaitu perintah untuk menyampaikan syariat dan tidak terdapat perselisihan dalam perintah tersebut, dengan dalil firman Allah, "HaiRasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-Mu." (Qs. Al Maa’dah [5]: 67) Umatnya pun seperti beliau. Sedangkan dalam hadits disebutkan,

" Hendaknya orang yang datang (menyaksikan) memberitahu mereka yang tidak datang."

Serta hadits-hadits lain yang semisalnya. Penyampaian syariat tidak terikat dengan cara-cara khusus, karena ia

termasuk perkara yang masuk akal, sehingga diperbolehkan menggunakan sesuatu sebagai sarana untuk menghafal, menyampaikan, menulis, dan sebagainya. Begitu pula dengan hafalan seseorang, tidak berkaitan dengan penyelewengan dan kesalahan dari sisi cara menghafalnya serta dari sisi lainnya, karena kesalahan tersebut tidak termasuk penyelewengan terhadap sumber aslinya, sebagaimana yang terdapat dalam masalah penulisan mushaf Al Qur’an. Oleh sebab itu, salafush- shalih mengadakan kesepakatan.

Adapun selain mushaf Al Qur’an, maka permasalahannya lebih mudah dipecahkan, sebab telah ditetapkan dalam Sunnah tentang penulisan ilmu.

Beliau SAW bersabda,

" Tuliskanlah untuk Abu Syah." Hadits shahih. Dari periwayatan Abu Hurairah RA, ia berkata, "Tidak ada seorang

pun dari para sahabat Rasululiah SAW yang lebih banyak meriwayatkan hadits dari saya kecuali Abdullah bin Amr. Sesungguhnya ia menulis (hadits), sedangkan saya tidak pernah menulis (hadits)."

Para ahli sejarah menyebutkan bahwa Rasululiah SAW mempunyai juru tulis yang menuliskan wahyu dan hal-hal lainnya, diantaranya yaitu: Utsman, Ali, Mu'awiyah, Mughirah bin Syu'bah, Ubai bin Ka'ab, dan Zaid bin Tsabit. Lagi pula, penulisan itu menjadi bagian dari sesuatu yang apabila tidak sempurna kecuali dengannya, maka ia wajib hukumnya, apalagi jika hafalannya lemah, atau takut akan hilangnya ilmu, sebagaimana ditakutkan akan hilangnya pengajaran pada saat itu, dan perkara ini yang telah ditegaskan sebelumnya oleh Al-Lakhmi.

Akan tetapi orang-orang terdahulu enggan untuk menulis ilmu karena ada permasalahan lain, bukan karena penulisannya dihukumi bid'ah, maka orang yang menyebut penulisan ilmu sebagai bid'ah berarti terlalu berlebihan Akan tetapi orang-orang terdahulu enggan untuk menulis ilmu karena ada permasalahan lain, bukan karena penulisannya dihukumi bid'ah, maka orang yang menyebut penulisan ilmu sebagai bid'ah berarti terlalu berlebihan

Meski berhubungan dengan hal-hal yang telah disebutkan, tentang perselisihan dalam hal al mashalih al mursalah, dan menurut kelompok ulama ushul bersandar padanya adalah tindakan yang tidak dibenarkan, maka sebagai sanggahan atas pendapat mereka adalah ijma '(kesepakatan) para sahabat dalam pengumpulan Al Qur'an. Apabila telah ditetapkan kebenarannya dalam sebuah permisalan, maka mengambil pelajaran darinya dibenarkan secara mutlak dan tidak terdapat perselisihan antara kedua golongan yang berselisih tersebut kecuali dalam perkara cabang-cabangnya.

Beliau SAW bersabda,

"Maka hendaknya kamu berpegang teguh terhadap Sunnahku dan Sunnah-Sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk setelah aku, dan genggamlah ia dengan erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu, lalu jauhilah o/ehmu perkara-perkara yang baru."

Hadits ini memberi pengertian —sebagaimana kamu lihat— bahwa Sunnah khulafaurrasyidin mengikuti Sunnah Rasululbh SAW, karena perkara yang mereka tetapkan (sunahkan) tidak terlepas dari dua perkara, yaitu: ditetapkannya sesuai dengan dalil syariat, maka hal tersebut adalah Sunnah bukan bid'ah. Atau ditetapkan tanpa dalil tetapi hadits telah menetapkan kebenarannya untuk menjadi Sunnah, sebab telah disetujui oleh pemilik syariat, dan dalil dari syariat sangat jelas, sehingga bukan termasuk bid'ah. Oleh karena itu, ada larangan untuk menyebut setiap sesuatu yang baru adalah bid'a secara mutlak, sebab jika perbuatan mereka bid'ah maka pasti terjadi pertentangan dalam hadits.

Dengan hal tersebut, dijawab dengan perkara pembunuhan satu kaum Dengan hal tersebut, dijawab dengan perkara pembunuhan satu kaum

Sedangkan perkara yang telah diputuskan oleh Umar bin Abdul Aziz, tidak saya dapatkan kebenarannya dari jalur hadits shahih. Namun jika dapat dibenarkan, maka hal itu mungkin merujuk pada dasar al mashalih al mursalah -jika kita tidak mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah kisah tentang sapi. Apabila telah diketahui kebenarannya, bahwa al mashalih al mursalah dinukil pada permasalahan tersebut (menurut ulama salaf), sedangkan orang-orang yang berpendapat demikian mencela bid'ah dan pelakunya serta membebaskan diri darinya— yang menjadi dalil bahwa bid'ah hanya memperjelas perkara tersebut dan bukan menjadi bagian darinya sedikit pun. Dalam perkara ini akan ada pembahasan khusus yang akan menjelaskannya.