Prasangka Buruk dan Kebohongan Orang-Orang yang Condong kepada Kesesatan dalam Mengomentari

C. Prasangka Buruk dan Kebohongan Orang-Orang yang Condong kepada Kesesatan dalam Mengomentari

Al Quran dan Sunnah Keduanya berbahasa Arab namun mengabaikan (tidak mengetahui)

ilmu-ilmu bahasa Arab yang dipahami berasal dari Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka memberikan fatwa tentang syariat dengan pemahaman mereka sendiri dan menganutnya serta menyelisihi orang-orang yang mendalam ilmunya. Semua itu mcreka lakukan karena sikap percaya diri atas pendapat akalnya dan keyakinan mereka bahwa mereka adalah orang- orang yang mampu berijtihad serta berhak menyimpulkan hukum. Padahal mereka tidaklah demikian, sebagaimana yang telah dari salah seorang di antara mereka tatkala ditanya tentang firman Allah, "Adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin." (Qs. AaB 'Imran [3]: 117), ia menjawab, "Yaitu suara jangkrik." Maksudnya adalah riang-riang malam.

Diriwayatkan dari An-Nizham, ia berkata, "Jika seseorang memimpin tanpa nama Allah maka ia tidak layak dianggap sebagai pemimpin. "Ia berkata, "Karena kalimat al ila " (kepemimpinan) diambil dari nama Allah."

Salah seorang di antara mereka berkata tentang firman Allah SWT, "Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (Qs. Thaahaa [20]: 121), "karena kebanyakan makan buah pohon tersebut."

Mereka mengambil perkataan orang Arab dari kalimat ‘ghawil fashil' (kuda yang disapih) sehingga banyak susu dan lemak. Sebenamya yang disebutkan bukan dari kata ghawa, tetapi dari kata ghawiya, dari kalimat a/ ghayyu '(kesesatan). Salah seorang di antara mereka berkata tentang firman Allah, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam." (Qs. Al A'raaf [7]: 179). "Maksudnya adalah, 'Kami lemparkan ke dalamnya'." Seakan-akan menurut mereka kalimat itu berasal dari perkataan orang Arab (dzarathur-rih). Ini tidak dibenarkan, sebab kata dzara'na adalah mahmuz, (terdapat hamzah) sedangkan kata dzarathu bukan mahmuz, begitu pula jika dari asal kata adzrathu ad-dabbah an zhahriha; karena ketiadaan huruf Mereka mengambil perkataan orang Arab dari kalimat ‘ghawil fashil' (kuda yang disapih) sehingga banyak susu dan lemak. Sebenamya yang disebutkan bukan dari kata ghawa, tetapi dari kata ghawiya, dari kalimat a/ ghayyu '(kesesatan). Salah seorang di antara mereka berkata tentang firman Allah, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam." (Qs. Al A'raaf [7]: 179). "Maksudnya adalah, 'Kami lemparkan ke dalamnya'." Seakan-akan menurut mereka kalimat itu berasal dari perkataan orang Arab (dzarathur-rih). Ini tidak dibenarkan, sebab kata dzara'na adalah mahmuz, (terdapat hamzah) sedangkan kata dzarathu bukan mahmuz, begitu pula jika dari asal kata adzrathu ad-dabbah an zhahriha; karena ketiadaan huruf

Diriwayatkan dari Ibnu Qutaibah, dari Basyar Al Murisi, ia berkata kepada murid-muridnya, "Allah telah menentukan bagimu kebutuhan- kebutuhanmu dari sisi yang baik dan telah menyediakannya."

Qasim At-Tammar mendengar satu kaum yang semuanya tertawa, maka ia berkata: Ini sebagaimana yang dikatakan syair,

Sesungguhnya ular, demi Allah, telah melepaskannya. Saya menggenggam sesuatu yang disedekahkannya.

Basyar Al Mursi adalah pemimpin dari kelompok yang menggunakan pendapat akal, sedangkan Qasim At-Tammar adalah pemimpin dari kelompok yang mendalami ilmu kalam.

Ibnu Qutaibah berkata, "Pendalilan dengan perkataan Basyar lebih ia sukai daripada kesalahan penyebutan yang buruk."

Sebagian mereka telah berdalil tentang halalnya lemak babi dengan firman Allah SWT, "Dan daging babi.” (Qs. Al MaMdaah [5]: 3) Mereka hanya mengharamkan daging babi dan tidak yang lainnya, karena mereka beralasan bahwa semua itu halal. Mungkin sebagian ulama membenarkan pendapat mereka dan menyangka bahwa lemak babi diharamkan dengan ijma' ulama. Sebenamya perkara tersebut lebih mudah dari prasangka mereka tersebut, karena pada hakikatnya daging disebutkan untuk penamaan lemak dan lainnya, sampai-sampai jika disebutkan secara khusus maka disebut dengan daging lemak, sebagaimana disebutkan tentang daging urat, daging tulang, dan daging kulit. Jika perkataan mereka dapat dibenarkan, bahwa urat, tulang, kulit, otak, dan lainnya, yang dikhususkan penamaannya tidak diharamkan, maka ia keluar dari penyebutan atas pengharaman babi.

Mungkin antara perkara yang paling samar dalam pembahasan ini yaitu aliran Khawarij, karena mereka menganggap tidak ada penentu hukum kecuali Allah, dengan berdalil dari firman Allah, "Menetapkan hukum itu Mungkin antara perkara yang paling samar dalam pembahasan ini yaitu aliran Khawarij, karena mereka menganggap tidak ada penentu hukum kecuali Allah, dengan berdalil dari firman Allah, "Menetapkan hukum itu

Pendalilan seperti ini seharusnya tidak perlu diperhatikan dan harus memutuskan hubungan pembicaraan dengan para pelakunya, serta tidak menganggap sebagai perselisihan pendapat atas orang seperti mereka. Apa yang mereka gunakan sebagai dalil, baik dalam perkara dasar-dasar hukum maupun cabang-cabangnya, adalah bid'ah nyata, sebab itu hanyalah usaha untuk keluar dari teori-teori bahasa percakapan orang-orang Arab kepada pengikutan terhadap hawa nafsu. Jadi, benar apa yang telah diceritakan dari Umar bin Khaththab, "Sesungguhnya Al Qur*an adalah firman, maka letakkanlah ia pada tempatnya dan janganlah kamu mengikutkan hawa nafsumu padanya, sebab perkara tersebut akan menyebabkan pelakunya keluar dari jalan yang lurus kepada pengikutan hawa nafsu."

Juga dari periwayatannya, "Sesungguhnya yang aku takutkan atas kalian adalah dua orang laki-laki; seorang laki-laki menakwilkan Al Qur'an tidak sesuai dengan penakwilannya dan seorang laki-laki yang dengki terhadap harta milik saudaranya."

Diriwayatkan dari Al Hasan RA, ia ditanya, "Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang mempeiajari bahasa Arab untuk memperbaiki lidahnya dan meluruskan pemikirannya?" Ia menjawab, "Ya, hendaknya ia mempelajarinya, karena seseorang yang membaca satu ayat dan ia tidak mengetahui arahannya, maka ia akan binasa."

Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata, "Kamu telah dibinasakan oleh orang-orang yang tidak paham bahasa Arab karena mereka telah menakwilkan Al Qur’an bukan seperti penakwilannya."