Potensi dan Produksi Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara

Perilaku tersebut juga mempengaruhi proses peruntukan perumahan bagi manusia. Kesalahan dalam mengantisipasi perilaku tersebut dan ketidak sesuaian dalam sistem penyediaan perumahan mengakibatkan tenaga dan dana lebih banyak terbuang dan masa pakai rumah menjadi lebih pendek. Baik program tersebut disusun atas perpaduan perilaku, sumber daya dan keinginan masyarakat penghuni. Kondisi-kondisi yang telah disebutkan di ataslah merupakan bagian dari faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan mobilitas dengan harapan dapat memperbaiki status melalui keadaan perumahan atau tempat tinggal yang lebih layak, atau paling tidak mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

5.2 Potensi dan Produksi Perikanan di Provinsi Sulawesi Utara

Potensi perikanan Potensi pelagis sebanyak 629,7 ribu tontahun memberikan isyarat bahwa kedua alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di Provinsi Sulawesi Utara masih bisa memberikan hasil tangkapan yang lebih besar sesuai dengan JTB untuk pelagis yang diisyaratkan yaitu berjumlah 503,8 ribu ton per tahun. Karena seperti yang diketahui bersama bahwa produksi ikan secara keseluruhan yang mampu diproduksi hanya sekitar 380.000 tontahun Dinas Perikanan 2009. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Provinsi Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa dari 1,88 juta ton potensi ikan lestari, yang diperbolehkan untuk ditangkap hanya berkisar 1,49 juta ton, jumlah tersebut masih jauh dibandingkan produksi ikan tangkap yang hanya berkisar 230 ribu ton. Produksi perikanan Provinsi Sulawesi Utara berkisar 230 ribu ton, masih sangat kecil dibandingkan perkiraan potensi ikan lestari mencapai 1,88 juta ton per tahun di wilayah pengelolaan 715 dan 716. Produksi Perikanan Berdasarkan data produksi perikanan di Provinsi Sulawesi Utara, produksi perikanan didominasi oleh ikan pelagis kecil antara lain ikan kembung, tembang, layang, teri, tongkol dan lain-lain. Begitu pula ikan demersal yang bernilai ekonomis penting antara lain ikan merah, kerapu, lencam termasuk udang putih produskinya cukup tinggi. Dominannya ikan-ikan pelagis kecil di dalam hasil tangkapan di daerah ini erat hubungannya dengan alat penangkapan yang digunakan nelayan, alat tangkap seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, bagan adalah alat tangkap yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan kecil. Sampai dengan Juni 2012, produksi ikan di Provinsi Sulawesi Utara mencapai 6700 ton. Untuk tahun 2011 Sulawesi Utara mampu memproduksi ikan sebanyak 10 ribu ton, lebih tinggi 500 ton dari tahun 2010 yang hanya 9500 ton DKP 2012. Besarnya peningkatan produksi ikan di Provinsi Sulawesi Utara membuktikan bahwa laut Sulawesi Utara kaya akan sumber daya ikan SDI. Sayangnya masih banyak kasus pencurian ikan atau ilegal fishing dan penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di daerah perairan Sulawesi Utara. Untuk itu perlu ada tindakan tegas dari pemerintah baik Provinsi maupun KabupatenKota dan masyarakat juga bersama menjaga keamanan dan stabilitas laut. Produksi sektor kelautan dan perikanan Sulawesi Utara bukan saja telah ikut memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional tetapi juga turut meningkatkan ekonomi para nelayan dan masyarakat pesisir, apalagi produksi kelautan dan perikanan domestik bukan saja menjadi konsumsi lokal tetapi telah diekspor ke mancanegara. Produksi perikanan yang mampu dioptimalkan diantaranya terbanyak ikan cakalang, disusul ikan layang, ikan tuna, ikan tongkol dan kembung. Melihat potensi yang sangat besar tersebut, maka pemerintah daerah telah memprogramkan kebijakan pengelolaan dan pengembangan sumber daya perikanan tangkap dalam upaya mendorong peningkatan produksi. Hal ini mungkin disebabkan karena nelayan-nelayan di Provinsi Sulawesi Utara belum mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada disebabkan karena teknologi yang tidak memungkinkan, daerah penangkapan yang lebih jauh tidak mampu lagi dijangkau oleh nelayan skala kecil, peraturan perundangan yang sulit diterima oleh nelayan ukuran skala kecil. Contohnya peraturan perundangan UU No 272007 tentang Manajemen Daerah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengangkat isu soal hak dasar komunitas nelayan tradisional. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa memberikan lisensi kepada pihak swasta untuk mengelola daerah pesisir dan pulau-pulau kecil akan mematikan hajat hidup nelayan skala kecili. Namun banyak kendala yang muncul sejak subsidi minyak tanah dicabut, dari 20 perahu yang berbahan bakar minyak tanah, tinggal 3 perahu yang masih sering melaut, sisanya sudah tidak mencari ikan lagi, karena tidak mampu membeli minyak tanah, karena mesin pelang dan katinting nelayan di Manado kebanyakan menggunakan minyak tanah, hanya beberapa saja yang menggunakan premium.

5.3 Tipe Mobilitas Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara