Dampak Mobilitas Nelayan Terhadap Status Nelayan

arus sampai jauh ke laut lepas sehingga mereka tidak mampu lagi untuk mencapainya dengan perahu yang mereka miliki. Selanjutnya adalah faktor kejenuhan, faktor kejenuhan berpengaruh pada nelayan yang bermobilitas geografi, mobilitas profesi dan tidak mobilitas. Sebaliknya bagi nelayan yang bermobilitas geografi dan mobilitas profesi, faktor kejenuhan tidak berpengaruh bagi mereka, umumnya mereka bermobilitas hanya sementara ketika musim paceklik saja, ketika musim penangkapan kembali, mereka kembali menjadi nelayan. Selain itu, penggunaan kapal yang lebih canggih akan meningkatkan hasil tangkapan dan mencegah kejenuhan. Selama ini nelayan banyak yang hanya memanfaatkan kapal-kapal kecil yang mempunyai keterbatasan wilayah operasi, yakni hanya mampu beroperasi pada jalur I dengan jarak 3 mil laut, sehingga berakibat overfishing, Dengan kapal berteknologi canggih yang berkapasitas lebih besar, misalnya kapal 5 GT, maka diharapkan nelayan mampu berlayar ke area yang lebih jauh sehingga hasil tangkapan lebih meningkat. Selanjutnya faktor pengalaman melaut dan tanggungan keluarga menjadi faktor-faktor penyebab nelayan bermobilitas baik mobilitas geografi ataupun mobilitas profesi. Dengan adanya pengalaman melaut yang lebih dari 30 tahun mereka bisa mengatur waktu kapan harus melaut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Faktor tanggungan keluarga mempengaruhi semua tipe mobilitas nelayan, meskipun pengaruhnya sangat kecil, namun faktor tanggungan keluarga memotivasi nelayan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik bagi keluarga, dengan cara bermobilitas mereka berharap dapat menaikan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan seluruh anggota keluarga.

5.5 Dampak Mobilitas Nelayan Terhadap Status Nelayan

Hasil analisis SEM Gambar 19 menunjukkan bahwa mobilitas geografi X 1 , mobilitas geografi dan profesi X 2 , mobilitas profesi X 3 dan tidak mobilitas X 4 memiliki dampak terhadap status nelayan Y meskipun nilainya relatif kecil, selanjutnya diuraikan penjelasan tentang dampak untuk masing- masing tipe mobilitas, seperti di bawah ini. 1 Mobilitas geografi Mobilitas geografi X 1 berdampak sebesar 0,17 terhadap perubahan status nelayan Y artinya mobilitas profesi nelayan X 1 hanya berpengaruh sebesar 2,89 terhadap perubahan status nelayan Y. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa mobilitas profesi X 1 tidak berdampak secara signifikan terhadap perubahan status nelayan Y dari nelayan skala kecil menjadi nelayan skala besar dikarenakan beberapa hal, diantaranya biaya untuk perjalanan menangkap ikan, jadi meskipun para nelayan ini mendapatkan hasil yang banyak di daerah tujuan mobilitas, namun karena jarak tempuh yang jauh dan memakan biaya besar juga, maka hasil pendapatannya pun tetap sedikit. Saat musim kemarau ketika temperatur panas air laut cukup tinggi, ikan sulit diperoleh karena nelayan tidak melakukan penangkapan ikan maka mengakibatkan tingkat penghasilan nelayan menurun. Apabila diperairan pantai pesisir sedang tidak musim ikan atau tidak ada penghasilan yang baik, nelayan akan melakukan andun migrasi musiman ke darat yang dapat memberikan penghasilan. Lama masa andun nelayan pesisir tersebut sangat bergantung pada tingkat penghasilan yang ada, artinya, jika tingkat penghasilan yang diperoleh dalam dua-tiga hari melaut dari masa-masa akhir mereka andun sudah dianggap sedikit berarti mereka harus menyudahi masa andunnya Kusnadi 1997. Setelah bermobilisasi geografi penangkapan nelayan tipe ini ternyata tidak atau belum mampu merubah statusnya, artinya status sebagai nelayan kecil dalam hal ini buruh nelayan ABK belum bisa diubah menjadi nelayan pemilik apalagi nelayan besar. Pada awalnya mereka berharap mendapatkan keuntungan lebih dengan melakukan mobilisasi ke daerah lain, tetapi kenyataan tidak sesuai harapan, seringkali daerah yang mereka tuju juga keadaannya serupa dengan daerah yang mereka tinggalkan dan karena keterbatasan kapalperahu mereka tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh. Seandainya pun mereka mampu menjangkau daerah yang lebih jauh, seringnya hasil yang didapat digunakan untuk menutup pengeluaran yang telah dipakai untuk ongkos melaut seperti ransum dan bahan bakar minyak BBM. Bagi nelayan yang dalam hal ini disebut ABK hasil yang didapatkan dari bermobilisasi ke tempat lain belum mampu merubah status mereka karena terjebak dalam sistem bagi hasil yang tidak berpihak kepada mereka. Sistem bagi hasil dikalangan masyarakat nelayan antara nelayan pemilik dan nelayan penangkap buruh masih mengikuti pola kelembagaan tradisi masyarakat pantai dengan kebiasaan sebagian besar masih menggunakan hukum adat tidak tertulis konvensi, dimana hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dari masa ke masa dan satu- satunya yang diuntungkan adalah nelayan juragan tauke yang mendapatkan bagian terbesar dalam sistem tersebut. Nelayan yang bermobilitas andun ada dimana-mana mereka melakukan mobilitas dengan berbagai alasan, selain di Provinsi Sulawesi Utara nelayan andun juga ada di Madura. Hasil penelitian Kusnadi 2002 menyatakan bahwa dalam peta masyarakat Jawa Timur, nelayan-nelayan Madura tidak hanya ditemukan di pesisir Timur dan Selatan Kabupaten Banyuwangi. Kehadiran nelayan-nelayan Madura mengadakan mobilitas kemaritiman karena etos kerja dan tradisi maritim Kusnadi 2002. Sebaliknya pada saat musim ikan di desa pesisir, tidak hanya penduduk setempat yang mengais rezeki dari sumber daya perikanan laut tetapi penduduk dari desa-desa sekitarnya atau nelayan dari daerah lain yang disebut sebagai nelayan andun juga mencari penghasilan di perairan ini. Nelayan andun ini dengan kondisi peralatan tangkap yang sangat sederhana bertujuan untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik disaat musim ikan di daerah tujuan andun. 2 Mobilitas geografi dan mobilitas profesi. Mobilitas geografi dan mobilitas profesi X 2 berdampak sebesar 0,08 terhadap perubahan status nelayan Y, artinya mobilitas geografi dan profesi nelayan X 2 hanya berpengaruh sebesar 0,64 terhadap perubahan status nelayan Y. Pengaruh sebesar 0,64 ini menunjukkan bahwa pengaruh mobilitas geografi dan profesi terhadap dampak perubahan status dari nelayan skala kecil menjadi nelayan skala besar sangat kecil, beralih profesi di daerah tujuan baru merupakan hal baru yang membutuhkan adaptasi yang berbeda bagi nelayan, meskipun mungkin penghasilan mereka sebagai non nelayan cukup besar, namun pengeluaran akan jauh lebih besar, misalnya nelayan Sangihe yang beralih profesi menjadi buruh bangunan di Manado dengan penghasilan sebesar Rp. 750.000,- perbulan, jika pendapatan tersebut dibelanjakan di daerah pesisir mungkin masih cukup, namun jika dibelanjakan di kota besar seperti Manado yang harga kebutuhan sehari-harinya tinggi, maka pendapatan dengan angka sebesar itu kurang bernilai, jadi pada akhirnya tetap saja status mereka tidak berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik. Maka, setelah bermobilisasi atau berpindah lokasi penangkapan pun nelayan tipe ini ternyata tidak atau belum mampu merubah statusnya, artinya status sebagai nelayan kecil dalam hal ini buruh nelayan ABK belum bisa diubah menjadi nelayan pemilik apalagi nelayan besar. Jenis alih profesi nelayan di lokasi penelitian meliputi sektor perdagangan, perindustrian, perhubungan, jasa dan sektor informal. Sebagian nelayan melakukan mobilitas geografis yakni melakukan perpindahan wilayah kerja bahkan tempat tinggal. Proses perpindahan kerja tidak selalu dilakukan langsung setelah berhenti melaut tetapi ada yang sudah dirintis sejak menjadi nelayan. Pendapatan yang diterima dari profesi yang baru ini tidak selalu lebih tinggi, namun kontinu setiap bulan untuk semua jenis profesi. Meskipun begitu tidak selamanya penilaian ditujukan dari ekonomi tetapi dari nilai-nilainya yang hanya bisa dirasakan, yaitu suasana kerja, keamanan dan curahan jam kerja. Maka dari itu, biasanya sebagian nelayan tipe ini akan kembali menjadi nelayan, jika akibat dari alih profesi itu tidak bisa menopang kehidupan mereka. 3 Mobilitas profesi Mobilitas profesi X 3 berdampak sebesar 0,21 terhadap perubahan status nelayan Y, artinya mobilitas profesi X 3 hanya berpengaruh sebesar 4,41 terhadap perubahan status nelayan Y. Dampak dari mobilitas tipe mobilitas profesi ini adalah dampak dengan nilai presentasi tertinggi, hal ini disebabkan mereka berubah profesi di tempat asal mereka, sehingga tidak banyak membutuhkan biaya untuk hal-hal tidak terduga, misalnya transportasi atau sewa rumah. Namun, tetap saja angka tersebut belum memberikan pengaruh atau dampak yang signifikan terhadap perubahan status nelayan itu sendiri ke arah yang lebih baik. Setelah berpindah profesi, selama musim paceklik, sebagai tukang ojek, buruh kelapa, kuli bangunan, penjual sayur dan lain-lain ternyata nelayan tipe ini tidak atau belum mampu merubah statusnya, artinya mereka tidak mendapatkan modal tambahan untuk membeli alat baru jika kelak kembali menjadi nelayan setelah musim paceklik berlalu, kehidupan nelayan yang miskin ini, memang tak lepas dari penghasilan mereka yang sangat kecil. Bahkan kalau dirata-ratakan, pendapatan per bulan nelayan di Provinsi Sulawesi Utara hanya sekitar Rp 500.000 per bulan. Jumlah yang sangat kecil, bila kemudian dihubungkan dengan nilai rupiah yang harus dikeluarkan dalam situasi harga-harga kebutuhan hidup saat ini, dengan pendapatan sekecil itu, nyaris tak ada yang bisa disimpan oleh mereka, karena semuanya habis untuk kebutuhan makanan dan pengeluaran rutin harian rumah tangga, serta biaya pemeliharaan alat tangkap yang sudah ada, artinya status sebagai nelayan kecil dalam hal ini buruh nelayan ABK belum bisa diubah menjadi nelayan besar. Barangkali masih ada strategi lain yang bisa digunakan oleh nelayan untuk menghadapi ketidakpastian penghasilan, seperti mengkombinasikan profesi, dalam masyarakat-masyarakat tribal dan pertanian, kegiatan menangkap ikan jarang menjadi profesi yang eksklusif. Penangkapan ikan selalu dikombinasikan dengan profesi berburu, bertani, atau profesi-profesi lainnya. Petani-petani di Swedia misalnya, sering menggabungkan profesi menangkap ikan dan berkebun sehingga sulit dibedakan mana profesi yang lebih utama, dalam masyarakat nelayan modern, hal-hal seperti itu sangat umum dimana kegiatan menangkap ikan dilakukan secara bergantian dengan profesi-profesi lain Kusnadi 2002. 4 Tidak mobilitas Tidak mobilitas X 4 berdampak sebesar 0,19 terhadap perubahan status nelayan Y, artinya tidak mobilitas X 4 hanya berpengaruh sebesar 3,61 terhadap perubahan status nelayan Y. Tipe tidak mobilitas nelayan ini berdampak sebesar 3,61 terhadap perubahan status nelayan, angka yang relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pendapatan nelayan di musim paceklik ikan, karena nelayan tidak melakukan profesi yang mendatangkan pemasukan bagi perekonomian nelayan dan kelurganya. Maka, keadaan ini tetap tidak merubah status para nelayan tipe ini, artinya status sebagai nelayan kecil dalam hal ini buruh nelayan ABK belum bisa diubah menjadi nelayan pemilik apalagi nelayan besar. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa mobilitas nelayan geografiprofesi tidak berdampak banyak pada peralihan status nelayan, seperti hasil yang ditunjukan di lokasi penelitian, mereka melakukan mobilitas sejak bertahun-tahun lalu, namun tidak banyak perubahan signifikan dalam kehidupan mereka, mereka tetap miskin dan hidup dalam kesulitan. Maka mobilitas bukanlah alternatif satu- satunya untuk proses peningkatan kesejahteraan nelayan. Oleh sebab itu maka perlu dicarikan solusi-solusi strategis untuk mempercepat alih status nelayan ke arah yang lebih baik. Adapun solusi-solusi strategis yang dapat direalisasikan dijelaskan lebih terinci pada penjelasan selanjutnya.

5.6 Solusi Strategis untuk Mempercepat Alih Status Nelayan Ke arah