5 PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Nelayan di Provinsi Sulawesi Utara
5.1.1 Karakteristik nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara
Alih status secara keseluruhan baik sosial maupun ekonomi diperlukan bagi nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara demi menaikan pendapatan
dan kesejahteraan nelayan beserta keluarganya, agar mereka terlepas dari belenggu kemiskinan, mampu mengelola usaha perikanannya dengan lebih baik.
Namun, dengan karakteristik nelayan di Provinsi Sulawesi Utara diantaranya kurangnya modal untuk pengembangan usaha perikanan, persaingan ketat di
daerah penangkapan ikan yang sering menyebabkan konflik, sikap mental yang sulit untuk menerima inovasi teknologi baru, pemahaman ecosystem approach
yang kurang memadai pada saat melakukan penangkapan ikan, sistem bagi hasil yang tidak berpihak kepada nelayan skala kecil dan lain sebagainya.
Karakteristik-karakteristik tersebut menyebabkan proses alih status nelayan di Provinsi Sulawesi Utara menjadi sulit, maka dari itu diperlukan langkah-langkah
strategis untuk mendorong terjadinyamempercepat alih status ke arah yang lebih baik.
Salah satu ciri nelayan skala kecil menurut Pollnac 1988 yaitu menggunakan armada penangkapan ikan yang berukuran relatif kecil yang
digerakkan dengan tenaga penggerak seperti dayung dan layar dan beberapa dengan motor tempel bertenaga kecil ketinting 8 PK, motor tempel 15 PK dan 25
PK, dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang berukuran kecil dan relatif sederhana dengan biaya murah.
Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan nelayan
tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional Kusnadi 2002. Bertolak
dari pendapat kedua pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa nelayan tradisional di Provinsi Sulawesi Utara termasuk nelayan skala kecil. Selanjutnya, istilah nelayan
tradisional menurut Katiandigho et al. 1994 adalah orang yang melakukan penangkapan ikan menurut kebiasaan nenek moyangnya. Mereka belum
menerapkan teknologi baru yang lebih baik dan semata-mata bekerja menurut pembawaan dengan teknologi seadanya sesuai dengan yang diperoleh dari
pengalaman nenek moyangnya. Nelayan tradisional ini mempunyai arti dan peranan yang sangat besar bagi perikanan Indonesia, karena walaupun mereka
masih tergolong tradisional tapi mereka sudah bisa menambah pemasukan devisa negara walaupun hanya sedikit. Permasalahan yang dihadapi sampai saat ini
antara lain mengenai taraf hidup yang masih rendah, masih bergelut dengan teknologi yang masih sederhana terutama menyangkut usaha-usaha peningkatan
kesejahteraan nelayan tradisional yang belum terpecahkan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan untuk meningkatkan usaha karena pendidikan dan
pengetahuan yang belum memadai. Secara umum menurut Kusnadi yang disebut nelayan tradisional adalah
nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil dan organisasi penangkapan yang relatif
sederhana. Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri, dalam arti alokasi hasil tangkapan yang dijual
lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, khususnya pangan dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala
usaha. Berbeda dengan nelayan modern yang acapkali mampu merespons perubahan dan lebih kenyal dalam menyiasati tekanan perubahan dan kondisi
overfishing, nelayan tradisional seringkali justru mengalami proses marginalisasi dan menjadi korban dari program pembangunan dan modernisasi perikanan yang
sifatnya a-historis. Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang gerak nelayan tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di
perairan pantai inshore. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dalam satu hari sekali melaut one day a fishing trip. Beberapa contoh nelayan yang termasuk
tradisional adalah nelayan jukung, nelayan pancingan, nelayan udang dan nelayan teri nasi Kusnadi 2002. Keadaan seperti ini juga dapat kita lihat di Provinsi
Sulawesi Utara dimana masih banyak nelayan yang menggunakan perahu-perahu tradisional seperti jukung, ketinting, londe, pelang, bolotu ataupun perahu motor
tempel seperti yang sudah diuraikan pada Gambar 8 sebelumnya.
Nelayan tradisional merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang
tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, disamping kepemilikan aset produktif yang sangat minimal, pendapatan relatif rendah dan miskin, umumnya
hanya memiliki perahu tanpa motor, dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk
membedakannya dengan nelayan modern atau non-tradisional, sebagai penyederhanaan gambaran klasik sistem ekonomi dualistik Bailey dan Zerner
1992. Kondisi nelayan di Provinsi Sulawesi Utara sangat memprihatinkan. Mereka masih terjerat oleh kemiskinan, baik kemiskinan kultural, struktural
terlebih lagi kemiskinan ekonomi. Apabila berbicara tentang nelayan, selalu terbayang dibenak sebuah
komunitas masyarakat yang miskin, kukuh, terbelakang, tidak berpendidikan dan tidak sehat FPIK-IPB 2009. Panayotou 1982 mengatakan bahwa nelayan tetap
mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu. Pendapat Panayotou ini dijelaskan oleh Subade dan Abdullah 1993 dengan
menekankan bahwa nelayan lebih senang dengan memiliki kepuasan hidup yang bisa diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang
semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Way of life sangat sukar dirubah. Maka itu meskipun menurut pandangan orang lain hidup dalam
kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupannya.
Secara lebih rinci, ciri-ciri usaha nelayan tradisional yaitu: 1 teknologi penangkapan bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah
terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas dan perahu dilajukan dengan layar, dayung, atau mesin ber PK kecil; 2 besaran modal usaha
terbatas; 3 jumlah anggota organisasi penangkapan kecil antara 2-3 orang, dengan pembagian peran bersifat kolektif non-spesifik dan umumnya berbasis
kerabat, tetangga dekat danatau teman dekat; dan 4 orientasi ekonomisnya terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari Kusnadi 2002.
5.1.2 Tipe dan jumlah nelayan di Provinsi Sulawesi Utara Tipe nelayan di Provinsi Sulawesi Utara