Wilayah Pesisir Mobilitas dan alih status nelayan skala kecil di Provinsi Sulawesi Utara

Setyohadi 1997 menyatakan bahwa pemanfaatan secara optimal dan lestari merupakan upaya mendayagunakan sumber daya perikanan dengan memperhitungkan potensi dan daya dukung wilayah perairan untuk mendapatkan keuntungan tanpa merusak lingkungan dan kelangsungan jenis hayati yang ada, seperti: terumbu karang, hutan bakau atau biota laut lainnya. Dahuri 1998 menyatakan bahwa masalah lain yang berhubungan dengan teknik penangkapan ikan yang menyebabkan terganggunya kelestarian sumber daya hayati pesisir dan laut adalah pelanggaran terhadap peraturan mengenai waktu, ukuran dan jenis ikan yang ditangkap. Penangkapan ikan pada waktu dan ukuran yang tidak tepat berarti menghambat proses regenerasi sumber daya ikan. Jenis-jenis ikan yang telah tergolong langka, seperti: ikan napoleon masih banyak ditangkap secara ilegal. Jadi permasalahannya perlu pelaksanaan dan pengawasan dari peraturan yang berlaku.

2.7 Wilayah Pesisir

Batas wilayah pesisir dan lautan tidak terlepas dari tujuan penggunaan atau pengelolaannya. Membatasi wilayah dalam satuan pengelolaan berguna untuk mengidentifikasi segenap interaksi fungsional seperti aliran materi dan energi antar-komponen di dalam satuan sistem wilayah pengelolaan dan interaksinya dengan wilayah pengelolaan lainnya. Pengetahuan tentang batas ekologis tersebut menjadi dasar bagi perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan. Batas wilayah atas dasar kriteria ekologi, sekalipun dianggap mengikuti kaidah-kaidah konservasi, tidak dapat diberlakukan. Akibatnya, para perencana dan pengelola cenderung memilih batasan wilayah pesisir menurut kriteria garis lurus secara arbitrer dan administratif. Oleh karena itu, untuk kepentingan pengelolaan, sebaiknya batas wilayah pesisir ditetapkan secara kaku. Akan lebih bermakna jika penetapan batas wilayah adalah atas dasar tujuan pengelolaan itu sendiri. Tulungen 2002 menyatakan bahwa ciri-ciri wilayah pesisir adalah: 1 wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi dan geologis yang sangat cepat, 2 tempat dimana terdapat ekosistem yang produktif yang beragam dan merupakan tempat bertelur, tempat asuhan dan berlindung berbagai jenis spesies, 3 ekosistemnya yang terdiri atas terumbu karang, hutan bakau, pantai dan pasir, muara sungai merupakan pelindung alam yang penting dari erosi, banjir dan badai, serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut dan 4 sebagai tempat tinggal manusia, untuk sarana transportasi, tempat berlibur atau rekreasi. Menurut Bengen 2004, terdapat suatu kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas, yaitu: batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai. Untuk kepentingan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir dan laut sejajar dengan garis pantai relatif mudah. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah- daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Kenyataannya, nelayan yang mendiami pesisir lebih dari 22 dari seluruh penduduk Indonesia justru berada di bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling terpinggirkan karena kebijakan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada daratan. Menurut data BPS Badan Pusat Statistik tahun 2009, penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta orang dan 63,47 di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Untuk mewujudkan keberhasilan pencapaian pengembangan kawasan pesisir, maka penanganan kawasan ini perlu memperhatikan pembangunan yang berorientasi kepada DKP 2001: 1 Kebijakan yang didasarkan kepada kesesuaian dengan adat istiadat dan budaya setempat. 2 Berbasis kepada masyarakat. 3 Berwawasan lingkungan dengan pengelolaannya yang berdasarkan pada azas lestari dan berkelanjutan. 4 Tidak diskriminatif terhadap semua pelaku pembangunan dan stakeholder dikawasan pesisir, namun mempunyai orang kepeloporan dalam pembangunan. Data BPS 2009 menunjukkan, harga ikan naik, tetapi nilai tukar nelayan pada Desember 2009 justru turun 0,29 dibanding bulan sebelumnya. Turunnya pendapatan nelayan itu dipicu kebutuhan rumah tangga dan biaya produksi yang semakin tinggi selama masa paceklik. Nasib nelayan seolah tak lepas dirundung malang. Kendala infrastruktur dan permodalan tidak hanya berpengaruh pada produktivitas, tetapi juga kesejahteraan nelayan. Sebagian besar nelayan sulit mempunyai mata pencarian alternatif untuk menghadapi musim paceklik yang datang selama empat bulan setiap tahun. Keinginan Menteri Kelautan dan Perikanan menjadikan Indonesia produsen perikanan terbesar dunia, dengan target produksi perikanan budidaya 16,89 juta ton pada 2014, hanya jadi angan-angan apabila tanpa diimbangi penguatan usaha perikanan. Beberapa langkah perlu ditempuh untuk menuju ambisi itu adalah: 1 mempermudah akses permodalan bagi nelayan dan pembudidaya dengan menciptakan skema permodalan yang bisa diakses nelayan, 2 meningkatkan pasokan bahan bakar dan stasiun pengisian bahan bakar khusus nelayan dan pembudidaya ikan di seluruh wilayah Indonesia dan 3 memperkuat industri pengolahan ikan nasional agar mampu menyerap hasil produksi nelayan dan pembudidaya ikan. Jadi, tak ada lagi fluktuasi harga yang ekstrim. Menciptakan skema penyelamatan nelayan pada masa paceklik melaut, seperti tabungan dana paceklik dan asuransi nelayan, untuk menekan ketergantungan yang sangat besar dari pada nelayan terhadap para tengkulak dan menyediakan alternatif pakan dengan bahan yang murah dan mudah diperoleh. Sudah saatnya negeri bahari ini berpaling ke laut yang menghidupi dan menjadi penghidupan mayoritas penduduknya. Tatkala kekayaan perairan tak mampu membangkitkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya, negeri ini ibarat menggali kubur sendiri

2.8 Konsep Pendapatan dan Kelayakan Investasi