44 Lokasi lahan yang terpisah-pisah dan jauh menyebabkan proses pengangkutan saat
panen lebih rumit dan biaya yang mahal, karena jadwal rotasi penggunaan alat transportasi harus terencana dengan baik agar pengangkutan lancar. Lahan yang
tidak sekitar pabrik gula menyebabkan harga penyewaan alat transportasi untuk pengangkutan menjadi mahal. Tebu yang dikirim ke pabrik merupakan milik petani
sehingga memiliki kualitas yang berbeda sehingga untuk mengatasinya petugas PG Madukismo harus melakukan sosialisasi mengenai teknik budidaya tenaman tebu
yang tepat dan mengawasi penerapannya. Pabrik Gula Madukismo harus membangun hubungan yang baik dengan petani untuk menciptakan rasa
kepercayaan yang tinggi oleh petani kepada pabrik. Kepercayaan ini harus dilakukan agar petani tetap mengirimkan hasil tebu kepada pabrik gula Madukismo
setiap panen dan yang paling penting adalah agar petani tetap menanam tebu dan tidak menggantinya dengan komoditas yang lain.
6.3 Tebang, Muat, dan Angkut
Tebang, muat, dan angkut tebu adalah proses pasca panen tanaman tebu hingga sampai ke proses tepat sebelum giling. Keberhasilan penebangan tebu dapat
diukur dari jumlah tebu yang ditebang sesuai dengan kapasitas pabrik dan kontinu dengan keadaan tebu yang layak giling. Tebu yang akan ditebang harus memenuhi
kriteria tebu yang layak tebang, sedangkan untuk memasuki proses gilingan harus memnuhi kriteria tebu layak giling. Tebu yang layak tebang yakni tebu yang sudah
dipersiapkan sesuai dengan standar budidaya yang ada hingga siap tebang, selain itu tebu layak tebang juga harus memenuhi kriteria tepat varietas, serangan hama,
massa tanam umur, dan Faktor kemasakan. Tebu layak giling adalah tebu yang manis, bersih, dan segar. Kontinuitas tebangan dan tebu layak giling tergantung
pada kesiapan sarana angkutan, jumlah tenaga tebang, kondisi lingkungan, kelancaran giling, dan sistem pengupahan tenaga tebang dan angkutan. Oleh karena
itu pelaksanaan tebang tebu harus direncanakan secara matang sehingga proses giling lancar dan menekan penurunan mutu tebu saat menunggu giling.
6.3.1
Kondisi Umum Kebun Wilayah Bantul dan Sleman Timur
Wilayah yang digunakan untuk melakukan pengamatan adalah Bantul dan Sleman Timur. Wilayah Bantul banyak memiliki kebun tebu yang lahannya
merupakan lahan sawah, sehingga potensi tebu roboh sangat tinggi jika teknik budidayanya tidak tepat. Jenis tanah pada Wilayah Bantul pada umumnya adalah
Regosol dan Grumosol. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim wilayah Bantul termasuk dalam iklim daerah agak basah dengan curah hujan 2 180
mmtahun. Wilayah Sleman Timur merupakan wilayah yang jenis tanahnya berpasir sehingga potensi terserang hama uret sangat tinggi. Jenis lahan di wilayah
Sleman Timur banyak yang merupakan lahan tegalan sehingga banyak tanaman tebu yang tumbuh tegak, tidak roboh seperti lahan di wilayah Bantul. Jenis tanah
diwilayah Sleman Timur umumnya adalah Regosol. Jenis tanah Bantul yang umumnya Grumosol merupakan tanah bekas letusan gunung sehingga berpasir,
oleh karena itu banyak tebu yang mudah roboh karena akarnya sulit untuk memegang tanah. Iklim di wilayah Sleman Timur menurut klasifikasi Schmidt dan
Ferguson adalah daerah agak basah dengan curah hujan 1 869.8-2 495 mmtahun.
45
6.3.2 Pengukuran Nilai Brix dan Pol
Brix adalah nilai yang menunjukkan padatan total terlarut dalam 100 gram larutan. Padatan total terlarut yang dikandung oleh tebu sebesar 13.37-20.15
Nubatonis 2004. Nilai brix merupakan salah satu faktor dalam menentukan sebuah kebun untuk siap ditebang. Pol adalah nilai yang menunjukkan kandungan
gula didalam 100 gram Nira, kandungan pol dalam tebu adalah 11.3-18 Nubatonis 2004. Setelah tebu ditebang maka tebu akan dikirim ke pabrik untuk
digiling, selama tebu menunggu digiling akan terjadi penurunan nilai brix. Penurunan nilai brix dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni pH, suhu, dan
mikroorganisme. Pada Tabel 6. Merupakan hasil pengukuran kandungan gula dari wilayah Bantul dan Sleman Timur.
Tabel 6 Hasil pengukuran brix dan pol Wilayah Bantul
Kebun Brix
kebun Brix
pabrik Pol
Penurunan brix
NN RS
Bantul Kebun a
19.00 17.10
11.45 1.90
9.19 6.25
Kebun b 19.00
16.90 11.37
2.10 9.16
6.23 Kebun c
19.00 17.60
11.70 1.40
9.31 6.33
Kebun d 19.20
16.80 11.42
2.40 9.26
6.30 rata-rata
19.05 17.10
11.48 1.95
9.23 6.28
Sleman Kebun 1
19.30 18.60
12.25 0.70
9.71 6.60
Kebun 2 19.10
18.00 12.03
1.10 9.65
6.56 Kebun 3
19.00 18.00
11.98 1.00
9.57 6.51
Kebun 4 18.00
17.00 11.46
1.00 9.25
6.29 rata-rata
18.85 17.90
11.93 0.95
9.55 6.49
NN : Nilai nira; FR: Faktor rendemen; RS: Rendemen sementara; RE: Rendemen efektif
Hasil dari kedua data diatas di analisis dengan menggunakan uji t 5 untuk membandingkan pengukuran nilai brix dan pol diantara kedua wilayah. Hasil dari
analisis kedua data dapat dilihat pada Tabel 7.
46 Tabel 7 Analisi uji-t data pengukuran nilai brix dan pol
Bantul Sleman Timur
Brix kebun 19.05
18.85 Brix pabrik
17.10 17.90
Rata-rata penurunan brix 1.95
0.95 St. deviasi
0.42 0.17
P-value 0.005
Rata-rata pol 11.49
11.93 St. deviasi
0.15 0.33
P-value 0.049
Nilai nira 9.23
9.55 Rata-rata rendemen sementara
6.28 6.49
St. deviasi 0.05
0.14 P-value
0.027
: Berbeda nyata pada taraf 5
Penurunan nilai brix dan pol disebabkan oleh penguraian sukrosa menjadi monosakarida. Penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa di sebabkan oleh
adanya enzim invertase. Aktivitas enzim invertase dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni suhu, pH, dan mikroorganisme. Suhu yang tinggi akan meningkatkan kinerja
enzim dikarenakan kenaikan suhu akan meningkatkan energi kinetic enzim, sehingga aktivitas enzim juga meningkat. Pada umumnya setiap kenaikan suhu 10
C akan meningkatkan aktivitas enzim 2 kali lipat. Tingkat keasaman mempengaruhi nilai brix dan pol dalam air nira karena sukrosa mudah terinversi pada tingkat
keasaman yang rendah atau yang disebut dengan hidrolisis. Hasil dari Hidrolisis sukrosa akan menghasilkan gula inversi yakni glukosa dan fruktosa Goutara dan
Wijandi 1985. Sukrosa akan memutar bidang polarisasi ke kanan +, sedangkan gula inversi akan ke kiri.
Penurunan nilai brix dan pol oleh mikroorganisme dikarenakan mikroorganisme memakan sukrosa dan menghasilkan senyawa dekstran. Senyawa
dekstran adalah polisakarida yang terbentuk dari D-Glukosa. Senyawa dekstran juga berdampak pada pengentalan nira karena bobot molekul yang besar, sehingga
menurunkan kinerja mesin pengolahan gula. Konversi dari sukrosa menjadi dekstran adalah 25, sehingga setiap 1 molekul dekstran membutuhkan 4 molekul
sukrosa. Kehilangan sukrosa yang banyak untuk menghasilkan dekstran menyebabkan penurunan bobot tebu yang menunggu Mochtar 1985. Aktivitas
mikroorganisme dalam nira tebu tidak hanya memakan sukrosa melainkan juga memfermentasi air nira sehingga menghasilkan asam yang dapat meningkatkan
inversi sukrosa.
Penebangan yang tidak mepet tanah juga dapat meningkatkan penurunan nilai kadar gula tebu saat menunggu digiling. Hal ini dikarenakan enzim invertasi
merupakan enzim yang digunakan tanaman untuk menguraikan sukrosa menjadi glukosa saat proses respirasi. Glukosa hasil pemecahan akan digunakan untuk
proses pertumbuhan vegetatif, sedangkan aktivitas tersebut semakin tinggi pada batang yang semakin muda. Tunggak tebu merupakan bagian batang tebu paling
bawah yang memiliki aktivitas pertumbuhan vegetatif yang rendah sehingga memiliki kandungan enzim invertasenya rendah. Penebangan yang tidak mepet
tanah akan meninggalkan tunggak batang tebu, dan mengangkut batang tebu yang