42
6.1.2 Solusi Permasalahan Pelaksanaan Teknis Budidaya Tanaman Tebu
Solusi yang tepat untuk masalah pada pelaksanaan teknis budidaya tanaman tebu adalah pelaksanaan teknik budidaya dengan menggunakan bantuan alat
mekanisasi, dan manajemen Sumber Daya Manusia SDM. Penggunaan bantuan alat mekanisasi bertujuan mengurangi jumlah kebutuhan tenaga kerja yang lebih
besar dari pada jumlah yang tersedia. Penggunaan alat mekanisasi juga membantu tenaga kerja untuk mendapatkan hasil pekerjaan sesuai dengan standar yang
ditentukam oleh pabrik, seperti pembuatan got dengan menggunakan mesin akan mendapatkan kedalaman dan lebar got yang tepat. Manajemen Sumber Daya
Manusia SDM berguna untuk meningkatkan kualitas hasil dan ketepan waktu bekerja. Manajemen SDM dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan tenaga
kerja dan melakukan perencanaan kebutuhan tenaga kerja. Peningkatan mutu tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi kepada tenaga kerja
dan petani mengenai teknik budidaya tanaman tebu yang baik. Perencanaan tenaga kerja dilakukan dengan membuat daftar kebutuhan tenaga kerja, jenis pekerjaan,
dan waktu pengerjaannya sehingga rotasi tenaga kerja dapat dilakukan dengan baik dan tidak menyebabkan kekurangan tenaga kerja.
6.2 Pola Kemitraan Pabrik Gula dengan Petani
Pola kemitraan yang dimaksudkan ialah kerjasama antara pabrik gula dengan petani tebu untuk meningkatkan kualitas tebu giling. Kualitas tebu giling yang
semakin baik juga meningkatkan produksi hablur sehingga keuntungan bertambah dan petani juga sejahtera. Cara pendekatan antara petugas Pabrik Gula kepada
petani yakni dengan melakukan sosialisasi kepada petani yang dibantu oleh aparat desa, sosialisasi ini juga dilengkapi dengan paparan analisis usaha tani.
Petani yang setuju untuk lahannya ditanami tebu melakukan kesepakatan dua pihak antara petani dan PG Madukismo. Petani dan petugas dari PG akan mengecek
lahan yang akan ditanami mulai dari kesesuaian luas lahan dengan luas yang diajukan, dan kesesuaian lahan yang akan mempengaruhi harga Jaminan
Pendapatan Minimal JPM. Setelah melakukan pengecekan akan dilakukan pemetaan yang dilaksanakan oleh Sinder Kebun Wilayah SKW dan pegawai dari
Bina Sarana Tani BST, pemetaan ini menggunakan alat bantu GPS Global Positioning System. Setelah pemetaan selesai akan didapatkan harga JPM yang
disepakati dari luas lahan bruto yang luasnya maksimal 5 lebih dari luas netto, dan kesesuaian lahan yang semakin sesuai ditanami tebu maka semakin tinggi harga
per hektarnya. Terdapat beberapa pola kemitraan yang diterapkan oleh PG Madukismo yakni kemitraan, Kerja Sama Usaha, dan Tebu rakyat Mandiri.
Perbedaan pola kemitraan tersebut dapat dilihat dari modal, pelaksanaan kegiatan budidayanya, dan banyaknya tebu giling yang diserahkan kepada pabrik gula. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
6.2.1 Pola Kemitraan
Kemitraan adalah
bentuk kerjasama
petani dan
Pabrik gula
Madukismodengan tingkat partisipasi dari petani paling sedikit dari hubungan kemitraan yang lain. Petani yang melakukan kemitraan dengan PG akan
mendapatkan Jaminan Pendapatan Minimum JPM pada awal tahun sebelum
43 umumnya sebelum olah lahan. Jaminan Pendapatan Minimum adalah pendapatan
minimum yang pasti didapatkan oleh petani jika melakukan kerjasama dengan PG, walaupun nantinya hasil bubdidaya tebu mengalami kerugian tetapi petani tetap
mendapatkan pendapatan. Keuntungan yang melebihi dari anggaran yang sudah ditentukan akan dikembalikan kepada petani, oleh karena itu dinamakan JPM
karena petani dapat memperoleh keuntungan lebih dari yang ditentukan tetapi tidak kurang dari pendapatan minimum. Seluruh tebu yang dihasilkan pada pola
kemitraan ini akan diserahkan kepada pabrik gula. 6.2.2
Pola Kerja Sama Usaha KSU
Kerja Sama Usaha merupakan pola kerjasama antara petani dan pabrik gula dengan tingkat partisipasi petani lebih besar dari pada pola kemitraan. Pada pola
kerjasama KSU pabrik gula menjadi pihak ketiga atau penjamin kredit modal usaha KKPE yang diajukan kepada bank oleh. Petani melakukan kegiatan budidaya yang
tetap diawasi oleh karyawan pabrik gula. Cara dan proses penerimaan JPM hampir sama dengan sistem kemitraan hal ini dikarenakan apabila terdapat kelebihan
keuntungan hasil penggilingan tebu maka dikembalikan kepada petani. Tebu hasil budidaya seluruhnya diserahkan kepada pabrik gula untuk menggilingnya.
Kebutuhan tenaga kerja dan kebutuhan fisik dipenuhi oleh petani sendiri yakni dengan dana kredit yang dipinjam ke bank, namun untuk mencari tenaga kerja dapat
dibantu oleh petugas pabrik yang berwenang di kebun, sepeti mandor dan Sinder Kebun Wilayah SKW.
6.2.3
Pola Tebu Rakyat Mandiri
Kerja sama ini merupakan kerjasama pada saat penggilingan tebu dan pembimbingan petani oleh petugas pabrik bagian kebun. Hal ini dikarenakan petani
melakukan sendiri proses budidaya tebu, namun apabila petani membutuhkan saran atau bimbingan mandor atau sinder kebun wilayah siap untuk melayani. Oleh
karena itu pola kerja sama ini disebut kerja sama mandiri karena petani mandiri mengelola kebunnya mulai dari tenaga kerja, kebutuhan fisik, sampai alat
mekanisasi ditanggun oleh petani. Petani tidak hanya mendapatkan bantuan bimbingan, namun petani mandiri ini juga mendapatkan dana akselerasi yang
ditujukan untuk meningkatkan produksi gula. Dana akselerasi ini disalurkan melalui Koperasi Petani Tebu Rakyat KPTR. Petani pada pola kerja sama ini tidak
mendapatkan JPM dikarenakan seluruh keuntungan dan kerugian ditanggung oleh petani sendiri. Pada pola kerja sama ini petani boleh menggilingkan tebu tidak pada
Pabrik Gula Madukismo semua, itu tergantung dari keinginan petani untuk mengkonsumsi sendiri atau menyerahkannya pada Pabrik Gula lainnya. Jumlah
pabrik gula yang hanya satu berada di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebabkan semua petani yang ada didalam daerah DIY maupun sekitarnya akan pasti mengirim
semua gulanya pada Pabrik Gula Madukismo. Pembagian hasil dari penggilingan gula yakni 34 untuk Pabrik Gula dan 66 untuk petani tebu.
6.2.4 Permasalahan Pola Kemitraan antara Pabrik Gula dengan Petani
Pola kemitraan yang diterapkan oleh Pabrik Gula Madukismo dengan petani tebu memiliki beberapa kelemahan yakni lahan yang terpisah-pisah, kualitas tebu
petani yang berbeda-beda, dan kepercayaan antara petani dengan Pabrik Gula.