Pengukuran Nilai Brix dan Pol

49 Penebangan pada kebun yang terserang uret memang dilakukan tidak mepet tanah hal ini untuk mecegah pencabutan tanaman sehingga akan banyak pasir yang terbawa saat pengangkutan tebu. Standar kehilangan hasil tebu dilahan karena tunggak PG Madukismo adalah 1, sedangkan data yang didapatkan dari kedua wilayah memiliki rata-rata tunggak lebih dari standar yang ditetapkan. Kehilangan hasil pada kebun uret tidak diperhitungkan karena merupakan instruksi dari petugas tebang dari PG, walaupun kehilangan hasil yang ditimbulkan melebihi dari standar. Tunggak yang tertinggal di kebun dapat menurunkan produksi hablur dari kehilangan air nira yang dapat diperas dan nilai rendemen, karena semakin kebawah maka nilai brix kandungan gula dalam batang tebu akan semakin tinggi.

6.3.4 Tenaga Kerja Tebang

Keperluan tenaga tebang harus direncanakan dengan tepat untuk mencegah kekurangan tenaga. Kekurangan tenaga akan menyebabkan ketepatan waktu dan jumlah tebangan yang ditargetkan tidak tercapai sehingga tebu yang berkualitas baik untuk siap digiling akan sulit untuk dicapai. Tabel 10 Hasil prestasi kerja tenaga tebang dan angkut kebun Kebun Luas ha Produksi tonha Jumlah tenaga kerja PK Standar tonhari Angkutan hari Selesai pengangkutan ha hari Rit Ton Bantul Kebun a 1.56 84.70 15 0.89 1.2 3 16.00 5 Kebun b 1.56 84.70 15 0.96 1.2 3 17.30 5 Kebun c 1.08 94.70 5 0.92 1.2 1 5.50 17 Kebun d 5.48 75.80 14 1.31 1.2 4 22.00 4 Rata-rata 84.98 12.25 1.02 ± 0.20 2.75 15.2 7.75 Sleman Timur Kebun 1 15 86.4 14 1.71 1.2 4 28.80 3 Kebun 2 15 90.0 14 1.88 1.2 3 22.50 4 Kebun 3 15 86.4 10 1.80 1.2 3 21.60 4 Kebun 4 15 86.4 12 2.00 1.2 4 28.80 3 Rata-rata 87.30 12.50 1.85 ± 0.12 3.5 25.42 3.5 P- value rata-rata prestasi kerja 0.001 : Berbeda nyata pada taraf 5 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dari tebangan yakni kondisi kebun, posisi kebun dan keadaan cuaca. Kondisi kebun dapat mempengaruhi kemudahan tenaga kerja dalam penebangan. Hasil analisis uji-t yang menunjukkan bahwa kehilangan hasil di kebun dari kedua wilayah tersebut berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang kurang dari 0.05 yakni 0.001. Tebangan pada kebun Bantul dilakukan lebih sulit dari pada kebun tebu Sleman Timur. Hal ini dikarenakan kebun Bantul yang umumnya merupakan tebu roboh sebagian batangnya akan menempel ke tanah, sehingga hasil tebangan menurun. Penurunan hasil tebangan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata prestasi kerja tenaga tebangan wilayah Bantul yang hanya setengah dari Wilayah Sleman 50 Timur, sehingga untuk meningkatkan kecepatan penebangan harus menambah jumlah pekerja. Rata-rata prestasi kerja penebang di kebun Bantul tetap lebih dari standar yakni 1.02 atau 1.22 tonhari walaupun kondisi kebun roboh. Hal ini disebabkan upah yang diberikan kepada tenaga tebangan tergantung dari tonase tebu yang didapatkan, sehingga tenaga tebang akan mengejar bobot tebu yang besar tanpa memperhatikan kualitas tebangan. Sistem upah penebang yang seperti ini dapat menyebabkan penurunan rendemen wilayah bantul lebih cepat dari pada tebu dari wilayah Sleman Timur, karena tebu akan banyak membawa kotoran yang seharusnya dibersihkan lebih dahulu sebelum diangkut. Oleh karena itu PG Madukismo menerapkan rafaksi dan premi untuk menjaga kualitas tebangan yang bersih. Rafaksi adalah pemotongan bobot tebu yang dikirim karena memiliki kandungan kotoran lebih dari standar yang ditetapkan oleh pabrik. Terdapat 3 klasifikasi pada rafaksi yakni kotor 1, kotor 2, kotor 3, dan tebu ditolak. Kotor 1 ialah klasifikasi untuk muatan tebu yang mengandung kotoran 5-7 yakni rapak dan tali pucuk. Bobot muatan tebu akan dikurangi sebesar 2,5. Kotor 2 adalah klasifiasi untuk muatan tebu yang mengandung kotoran 7-10 yakni rapak, pucuk, tali pucuk, akar tanah atau pasir. Bobot muatan tebu akan dikurangi sebesar 5. Kotor 3 adalah klasifiasi untuk muatan tebu yang mengandung kotoran 10 yakni rapak, pucuk, tali pucuk, akar tanah atau pasir, tebu muda dan terbakar. Bobot muatan tebu akan dikurangi sebesar 15. Tebu ditolak apabila tebu sangat kotor, sangat muda, dan terbakar dan sudah kering. Premi akan diberikan kepada muatan tebu yang memiliki kualitas tebangan yang baik. Premi yang diberikan oleh pabrik berupa premi potlot yakni Rp 250 per kuintal tebu. VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Kualitas tebangan kebun Sleman Timur lebih baik dari pada kebun Bantul, hal ini dapat dilihat dari nilai penurunan kadar gula, kehilangan tunggak, dan prestasi kerja dari kedua wilayah. Kualitas tebangan Wilayah Bantul lebih buruk dari pada Sleman Timur dikarenakan kondisi kebun Bantul yang umumnya kebun tebu roboh. Penurunan kadar gula kebun Bantul lebih besar dari kebun Sleman Timur. Kebun Bantul memiliki penurunan brix lebih besar 2 kali lipat dari kebun Sleman Timur yakni 0.95 pada kebun Bantul dan 1.95 pada kebun Sleman Timur. Nilai Pol kebun Sleman Timur lebih besar dari pada kebun bantul yakni 11.93 sedangkan nilai pol kebun Bantul 11.48. Nilai rendemen sementara kebun Sleman Timur lebih besar dari kebun Bantul yakni 6.49 sedangkan kebun Bantul 6.28. Faktor utama penyebab perbedaan penurunan kadar gula pada kedua wilayah adalah kandungan kotoran yang terangkut bersama tebu ke pabrik. Kehilangan tunggak kebun bantul lebih besar 2.24 kali lipat dari kebun Sleman timur yakni 2.02tonha, sedangkan Sleman Timur 0.92 ton ha. Kehilangan hasil tunggak kedua wilayah lebih besar dari standar maksimal yang ditentukan oleh pabrik yakni 2.74 untuk kehun Bantul, dan 1.15 untuk kebun Sleman Timur. 51 Nilai prestasi kerja Sleman Timur lebih besar dari kebun Bantul yakni 1.85 atau 22.2 tonhari sedangkan kebun Bantul 1.02 atau 12.24 ton hari. Nilai prestasi kerja kedua wilayah lebih dari standar yang ditetapkan, sehingga diperlukan premi dan rafaksi untuk mengendalikan kualitas tebangan tetap baik

7.2 Saran

Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa kebun tebu wilayah Bantul yang umumnya kebun tebu roboh memiliki potensi kehilangan kandungan gula lebih tinggi dari pada kebun Sleman Timur. Kehilangan di kebun tebu roboh tidak dapat diperbaiki hanya dapat dicegah dengan teknik budidaya yang tepat dan penebangan secara mekanisasi. Teknik budidaya pada lahan tebu berpotensi roboh hampir sama dengan dengan kebun tebu tegak namun terdapat beberapa tambahan, teknik budidayanya yakni pengguludan tepat 3 kali, kedalaman got yang tepat, pengikatan pada tebu yang terlihat akan roboh, dan pengeringan kebun satu minggu sebelum tebang. Alat mekanisasi penebangan juga dibutuhkan agar tebangan efisien yakni cepat dan mencegah kehilangan tunggak yang besar. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Luas areal tanaman perkebunan rakyat menurut jenis tanaman, 2000-2013[internet].[diunduh 2014 September 18] tersedia pada : www.BPS.go.id [BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Propinsi dan Jenis Tanaman, Indonesia 2013. [internet].[diunduh 2014 September 18] tersedia pada : www.BPS.go.id [BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi Perkebunan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman ribu ton. [internet].[diunduh 2014 September 18] tersedia pada : www.BPS.go.id [BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman ribu ton, 2000-2013. [internet].[diunduh 2014 September 18] tersedia pada : www.BPS.go.id [P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep peningkatan Rendemen untuk mendukung program akselerasi industri gula nasional [internet].[diunduh 2013 November 19] Tersedia pada: http:isritelkom.net. 26 halm [SKIL] Sugar Knowledge International. 1998. Sugarcane. [internet]. [Diunduh pada tanggal 16 maret 2013]. Tersedia di : http:www.sucrose.com . Al Jabri, M, M. Sastrosasmito, dan Erwin. 1999. Evaluasi Kesuburan Tanah dan Pemupukan di Areal Kebun Konversi PG Kuala Madu PT Perkebunan IX Medan. Medan ID: PT Perkebunan IX Persero. Astuti H Susilo. 2010. Persyaratan Lahan Kering untuk Penamanan Tebu .[internet]. Bogor ID: Dermaga. Hlm 1; [diunduh 2013 desember 2]. Tersedia pada: http:cybex.deptan.go.idpenyuluhanpersyaratan-lahan- kering-untuk-penamanan-tebu.

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Di PT. Gula Putih Mataram, Lampung

0 11 86

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu

6 20 96

Pengelolaan tebu (Saccharum officinarum L.) di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, kendal dengan aspek khusus modifikasi budidaya untuk menurunkan salinitas

2 9 186

Pengelolaan tanaman tebu ( Saccharum officinarum. L ) lahan kering di PT. Gula Putih Mataram, Lampung dengan aspek khusus manajemen irigasi

3 31 157

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum.L) Lahan Kering Di Pt Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Tebang, Muat, Dan Angkut

7 48 54

Pengelolaan tebu (Saccharum officinarum L.) di PT Gula Putih Mataram, Lampung Tengah dengan aspek khusus aplikasi blotong pada tanaman tebu lahan kering

8 57 123

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula Madukismo, PT. Madubaru, Yogyakarta: dengan Aspek Khusus Mempelajari Produktivitas Tiap Kategori Tanaman

9 45 172

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di PG Madukismo PT Madubaru Yogyakarta dengan Aspek Khusus Manajemen Tebang Angkut Tebu.

3 16 191

Budidaya tebu (Saccharum officinarum L.) lahan kering di PG Madukismo PT Madubaru Yogyakarta dengan aspek khusus pemupukan beberapa kategori tanaman tebu lahan kering

3 27 92

Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di Pabrik Gula Madukismo Dengan Aspek Khusus Penataan Varietas

4 9 64