Status Kepemilikan Lahan dan Rumah

Tabel 10 Karakteristik Masyarakat Permukiman Kumuh Menurut Jumlah Kepala Keluarga serta Status Kepemilikan lahan dan Bangunan NO RW JUMLAH KK PERMUKIMAN KUMUH Status Kepemilikan Lahan dan Bangunan Milik Sendiri Bukan Milik 1 2 3 4 Jml 1 RW 01 21 13 8 8 2 RW 02 15 4 4 7 11 3 RW 03 11 3 8 11 4 RW 04 25 9 16 25 5 RW 09 19 13 6 6 6 RW 10 21 15 2 4 6 7 RW 11 6 2 4 4 8 RW 12 88 12 76 88 9 RW 14 42 22 3 17 20 10 RW 15 29 8 5 16 21 JUMLAH 277 77 56 31 4 109 200 Persentase 28 20 11 1 40 72 Ket. Bukan Milik : 1 = Sewakontrak rumah 2 = Tanah milik perorangan, bangunan milik sendiri 3 = Tanak milik Pemerintah Kota, bangunan milik sendiri 4 = Tanah milik Angkatan Darat PPI, bangunan milik sendiri Hanya terdapat 77 bangunan atau 28 permukiman kumuh dengan status milik sendiri dan ditempati sendiri oleh pemiliknya. Sebanyak 200 bangunan atau 72 permukiman kumuh dengan status lahan kepemilikan bukan milik sendiri yang terdiri atas status sewakontrak sebesar 20, status lahan milik perorangan sebesar 11, status lahan milik Pemerintah Kota Bandung sebesar 1 dan yang terbanyak adalah status lahan milik Angkatan Darat PPI yaitu sebesar 40. Permukiman kumuh dengan status milik sendiri dan ditempati oleh pemiliknya berada di sebagian RW 01, RW 02, RW 09, RW 10, RW 11, RW 14 dan RW 15, sedangkan permukiman kumuh dengan status sewakontrak rumah berada di setiap RW. Pada umumnya mereka menyewa untuk satu atau dua tahun dengan biaya sewa atau kontrak satu rumah sebesar Rp. 200.000 – Rp. 300.000 sebulan. Terdapat juga penyewa yang telah bertahun-tahun, mereka biasanya mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang. Permukiman kumuh dengan status lahan sewa milik perorangan tetapi bangunan milik sendiri berada di RW 02 , RW 03 dan RW 04. Mereka telah menempati rumah diatas lahan sewa selama puluhan tahun dengan biaya sewa lahan perbulan bervariasi antara Rp.2000 – Rp. 20.000. Terdapat surat perjanjian antara pemilik lahan dan penyewa lahan. Di RW 10, permukiman kumuh berada di atas lahan milik Pemerintah Kota Bandung dengan biaya sewa bervariasi antara Rp. 40.000 – Rp. 80.000 dan dibayar setahun sekali. Penduduk permukiman kumuh di RW 10 mempunyai surat ijin untuk mendirikan bangunan Hak Guna Bangunan di atas lahan Pemerintah Kota dengan perjanjian kontrak 1 tahun. Status kepemilikan rumah kumuh diatas lahan milik instansi Angkatan Darat PPI terdapat di RW 12, RW 14 dan RW 15. Permukiman ini telah dibangun kurang lebih 20 tahun yang lalu, dimiliki secara turun temurun dari orang tua dan ada juga yang diperjual belikan. Semula permukiman di tiga RW tersebut hanya sedikit, tetapi lama kelamaan bangunan tersebut bertambah. Para penghuni permukiman kumuh yang berada di atas lahan milik Angkatan Darat ini memiliki rasa was-was karena sewaktu-waktu dapat saja mereka di usir dari rumah mereka, jika lahan yang mereka tinggali akan digunakan oleh instansi tersebut. Setiap pergantian pimpinan pada instansi tersebut, selalu ada surat peringatan mengenai status lahan, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Ibu T 43 Thn mengemukakan kondisi yang dirasakannya : “Sebenarnya kami sering merasa was-was, apabila ada pergantian komandan di PPI pasti akan ada peringatan tentang status tanah disini. Tapi dengan sendirinya akan tenang lagi karena surat tersebut hanya peringatan saja tapi tidak ada tindak lanjutnya. Kami sih meminta bantuan kepada aparat Kelurahan agar bisa menjembatani kami dengan PPI, tapi sampai saat ini tidak pernah ada. Mungkin dengan kondisi seperti ini, banyak rumah-rumah disini tidak terlalu bagus, membangun seadanya karena mereka takut diusir”. Dari keseluruhan status kepemilikan lahan dan bangunan di Kelurahan Cicadas, baik itu milik sendiri maupun bukan milik sendiri, mereka setiap tahunnya dikenakan biaya Pajak Bumi dan Bangunan PBB yang wajib dibayarkan kepada Pemerintah Kota Bandung. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan FGD format hasil FGD terlampir, dapat diketahui bahwa faktor penyebab permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas adalah : 1. Faktor ekonomi yang disebabkan oleh penghasilan atau pendapatan yang tidak tetap dan tidak menentu, sehingga mereka tidak mampu mengakses rumah layak huni. 2. Masih rendahnya tingkat kesadaran dan pengetahuan dari warga masyarakat akan pentingnya segi kesehatan, kebersihan, keindahan rumah dan lingkungan sekitarnya serta sarana MCK dan sarana air bersih. 3. Sarana MCK bagi sebagian masyarakat permukiman kumuh belum menjadikan kebutuhan penting dari segi kesehatan dan kebersihan khususnya bagi warga di RW 01 Kelurahan Cicadas karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi MCK tersebut selama bertahun-tahun. 4. Bagi masyarakat permukiman kumuh dengan status lahan bukan milik sendiri, dapat menimbulkan perasaan tidak tenang dan was-was dikarenakan ada rasa takut jika sewaktu-waktu lahan mereka tergusur. Status lahan tersebut juga menyebabkan sebagian masyarakat enggan untuk memperbaiki memperindah kondisi rumah mereka. 5. Rumah selain sebagai tempat tinggal juga dijadikan tempat usaha seperti warung dan tempat penyimpanan gudang barang rongsokan, sehingga menjadikan lingkungan rumah menjadi kotor dan berantakan.

6.4. Relasi Sosial Masyarakat Kumuh

Masyarakat permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas merupakan bagian dari komunitas sebuah RT dan sebuah RW. Mereka hidup berdampingan dengan sesama komunitas permukiman kumuh dan juga komunitas lain yang permukimannya tergolong tidak kumuh. Relasi sosial yang terbentuk antara sesama masyarakat permukiman kumuh dapat dikatakan cukup erat, karena jarak rumah mereka yang cukup berdekatan, tidak terhalang oleh pembatas seperti pagar rumah sehingga komunikasi yang terjadi diantara mereka cukup lancar. Bagi masyarakat permukiman kumuh, mereka dapat saling membantu jika tetangga mereka sedang mendapatkan kesulitan. Terdapat juga sisi negatif dari kedekatan jarak rumah di permukiman kumuh yaitu tingkat persaingan diantara mereka yang cukup tinggi, hal ini terlihat jika tetangga mereka mendapatkan bantuan, maka yang lainpun ingin mendapatkan hal yang sama. Beberapa program bantuan Pemerintah seperti Rehab rumah kumuh, Bantuan Langsung Tunai BLT, Program dana hibah Bawaku makmur seringkali ketua RT maupun ketua RW dijadikan sasaran pertanyaan atau protes dari penduduk yang tidak mendapatkan bantuan. Relasi sosial antara masyarakat permukiman kumuh dengan masyarakat permukiman yang tidak kumuh terdapat jarak sosial dikarenakan adanya status sosial ekonomi yang berbeda di antara mereka. Bagi masyarakat permukiman kumuh, mereka mempunyai perasaan rendah diri, sungkan dan malu kepada mereka yang tergolong ekonomi kaya. Hal ini dikemukakan oleh Ibu W 51 Thn warga RW 01 : “Kami hanya kenal saja dengan tetangga didepan sana, tidak terlalu dekat hubungannya karena malu, kami mah orang ga punya. Tapi kalau diantara kami ada yang kena musibah, mereka suka membantu juga seperti nyumbang uang atau beras. Pernah beras Raskin juga gratis, tidak usah beli tapi disumbang oleh mereka.Tapi sekarang beli lagi engga tau kenapa. Kalau untuk rehab tumah kumuh ke Pa Maman dan Pa Komar, kami tidak ikut nyumbang karena kami juga tidak punya uang. Setau saya juga tidak ada sumbangan dari warga lain”. Ibu E 45 Thn warga RW 01 yang tinggal dipermukiman tidak kumuh mengatakan sebagai berikut : “Sebagai warga masyarakat, kita wajib untuk saling kenal dan saling menolong apalagi kepada mereka yang tidak mampu. Hanya mungkin kita tidak terlalu dekat hubungannya dengan mereka, karena walaupun kita ada arisan RT, mereka tidak ikut serta, ga tau kenapa. Mungkin mereka terbatas ya keuangannya sehingga tidak ikutan, padahal kita juga suka ajakin mereka, sewaktu rehab rumah kumuh Pa Maman dan Pa Komar di RT 02, kami tidak diminta sumbangannya oleh Pa RT maupun Pa RW”. Ibu I 40 Thn Ketua RT di RW 11 mengemukakan : “Sewaktu Rehab rumah kumuh di RW kami diadakan, kami sebagai tim meminta bantuan kepada warga yang tergolong mampu untuk menyumbang. Ternyata mereka mau memberikan sumbangannya seperti bahan bangunan