Tingkat Partisipasi Masyarakat Permukiman Kumuh
tentang anggaran yang diperoleh dari bantuan Pemerintah Kota Bandung yaitu sebanyak Rp. 5.000.000,- Lima Juta Rupiah dapat memancing swadaya
masyarakat dalam bentuk uang sebesar Rp. 1.000.000,- Satu Juta Rupiah, usulan tentang rencana pembangunan dan materi lain berbentuk batu bata bekas, semen
serta bantuan tenaga sukarela. Partisipasi masyarakat terlihat aktif di RW 12 pada saat Pemerintah Kota
memberikan bantuan dana untuk pembangunan sebesar Rp. 10.000.000,- Sepuluh Juta Rupiah. Alokasi anggaran tersebut dipergunakan untuk merehab mesjid,
perbaikan sarana air bersih serta merenovasi MCK. Masyarakat terlibat aktif dalam pelaksanaan program-program tersebut dengan memberikan bantuan uang,
materi konsumsi, bahan bangunan dan tenaga sukarela. Jika di lihat dari hasil pelaksanaan program pembangunan yang berkaitan
dengan permukiman kumuh, maka faktor-faktor penyebab tingkat partisipasi aktif dari masyarakat adalah :
1. Ketua RT dan RW mempunyai inisiatif dan interaksi yang tinggi sehingga mampu berperan aktif menggerakkan masyarakat untuk bekerja sama.
2. Ketua RT dan RW memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan program dimana masyarakat
dilibatkan penuh dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dari kegiatan pembangunan.
3. Komunikasi yang terbuka antara ketua RT dan RW dengan masyarakat dalam pelaksanaan program sehingga muncul rasa saling percaya antara
masyarakat dan pimpinannya. Faktor-faktor diatas mendorong masyarakat RW 11 dan RW 12 mau dan
mampu untuk terlibat dalam pelaksanaan program. Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat adalah dalam bentuk materi uang, partisipasi tenaga, dan
partisipasi buah pikiran ide, usulan. Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat berbeda-beda tergantung kepada kemampuan mereka. Ada
masyarakat yang mampu memberikan sumbangan materi dalam bentuk uang atau bahan bangunan serta ide atau usulan tentang rencana kegiatan pembangunan dan
ada juga yang hanya memberikan bantuan tenaga yang tidak dibayar. Hal ini dikemukakan oleh salah seorang warga RW 12, T 42 Thn :
“Sebagai warga masyarakat kita harus gotong royong dalam pembangunan apa saja, karena hasilnya untuk masyarakat juga.
Masyarakat disini mah harus digerakkan oleh RT dan RWnya jadi mereka akan malu kalau tidak ikutan. Kalau tidak bisa nyumbang uang ya mereka
bisa nyumbang tenaga aja, yang penting ikut kerjasama”.
Ibu Dian, tokoh masyarakat di RW 11 yang terlibat dalam tim program rehab rumah kumuh, mengemukakan tentang partisipasi masyarakat :
“Ada partisipasi masyarakat sewaktu program rumah kumuh dilaksanakan, partisipasinya berbentuk uang, sumbangan bahan
bangunan, konsumsi dan tenaga kerja. Di RW saya tidak sulit mengerahkan masyarakat untuk berpartisipasi”.
Dalam mekanisme pemberian bantuan rehab rumah kumuh yang diberikan kepada RW 11, pihak Kecamatan maupun Kelurahan memberikan secara
langsung bantuan tersebut kepada Ketua RW dan RT sehingga Ketua RW membentuk tim khusus yang akhirnya dapat merealisasikan peran serta
masyarakat. Sedangkan mekanisme pemberian bantuan untuk program rehabilitasi rumah kumuh di RW 12, pihak Kecamatan dan Kelurahan tidak memberikan
bantuan tersebut kepada Ketua RW dan RT melainkan langsung kepada warga calon penerima bantuan. Ketua RW maupun RT akhirnya tidak dapat melibatkan
masyarakat lain untuk berpartisipasi membantu rehabilitasi rumah kumuh seperti yang telah dipaparkan pada Bab V hal 66, tentang prosedur pelaksanaan program
rumah kumuh. Berdasarkan hasil wawancara pengkaji dengan Tokoh formal Ketua RT,
Ketua RW, Tokoh informal Sesepuh, Tokoh Agama dan masyarakat menunjukkan bahwa dalam setiap pelaksanaan program yang berkaitan dengan
penataan permukiman kumuh seperti perbaikan sarana jalan, sarana MCK, sarana air bersih serta rehabilitasi rumah kumuh di RW 01, RW 02, RW 03, RW 04,
RW 08, RW 09, RW 10, RW 14 dan RW 15 belum terlihat partisipasi aktif dari masyarakat.
Pelaksanaan program perbaikan MCK di RW 14, Ketua RT dan RW hanya melibatkan orang-orang tertentu saja, tenaga kerja yang dipakai dari
masyarakat lokal diberi upah sesuai dengan upah standar kuli bangunan. Tidak ada bantuan berupa sumbangan uang atau bahan materi lain dari masyarakat.
Program pembuatan sarana air bersih sumur jet pump yang pernah dilaksanakan di RW 04 atas bantuan Pemerintah Kota, kondisinya saat ini tidak
dapat dipakai oleh masyarakat. Mesin dalam kondisi rusak dan tidak ada upaya untuk perbaikan. Sedangkan pembuatan sarana air bersih sumur jet pump di RW
15 dilaksanakan sepenuhnya oleh sebuah yayasan dan tidak melibatkan masyarakat.
Program rehab rumah kumuh di RW 01 dan RW 08, tidak melibatkan masyarakat. Ketua RW 08 melaksanakan program tersebut seorang diri
sedangkan pelaksanaan di RW 01 dilaksanakan oleh aparat Kelurahan dan Kecamatan sehingga tidak ada keterlibatan masyarakat.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan program yang berkaitan dengan permukiman kumuh, maka faktor yang menjadi penyebab tingkat
partisipasi masyarakat belum aktif adalah : 1. Ketua RT dan ketua RW tidak melibatkan masyarakat dalam program,
mereka hanya melibatkan orang-orang tertentu saja. 2. Tidak ada keterbukaan dari Ketua RT dan RW tentang rencana dan
anggaran program. 3. Interaksi antara ketua RT dan RW dengan masyarakat belum sinergis,
belum ada rasa saling percaya dalam pelaksanaan program pembangunan. 4. Masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau berpartisipasi dengan
alasan sibuk bekerja. 5. Masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau berpartisipasi dengan
alasan faktor ekonomi. Faktor-faktor di atas menyebabkan masyarakat tidak mempunyai
kesempatan untuk memberikan usulan-usulan atau ide-ide tentang rencana pembangunan, mereka enggan untuk memberikan bantuan tenaga secara
sukarela dan memberikan sumbangan dalam bentuk materi terutama dalam pelaksanaan program yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh. Di
bawah ini beberapa pendapat dari Ketua RW maupun masyarakat : Pendapat Ketua RW :
Ketua RW 08 D 57 Thn mengemukakan tentang program rehab rumah kumuh : “Saya tidak membentuk tim untuk rehab rumah kumuh karena takut jika
melibatkan banyak orang akan jadi rumit, program ini harus cepat
diselesaikan dan dilaporkan ke Kelurahan, jadi saya sendiri yang mengatur rehab rumah kumuh tersebut. Masyarakat disini sulit untuk
diminta bantuan berupa uang atau tenaga, apalagi untuk rehab rumah seorang warga, karena kebanyakan mereka juga ekonominya kurang,
kalau tenaga sukarela sulit, biasanya mereka minta dibayar juga. Tapi kalau untuk kepentingan umum seperti mesjid atau jalan, biasanya sih
mereka mau menyumbang semampunya mereka”.
Ketua RW 14, S 76 Thn mengemukakan pendapatnya tentang pembangunan MCK:
“Kami tidak menarik sumbangan dari masyarakat untuk pembangunan MCK ini karena kondisi ekonomi masyarakat yang sulit, terus saya juga
tidak mengharapkan bantuan tenaga kerja dari masyarakat karena takut akan jadi berantakan jika dikerjakan oleh banyak orang. Pembangunan
MCK ini dikerjakan oleh 3 orang tenaga kerja yang tinggal disekitar MCK dan mereka di bayar sesuai dengan upah pada umumnya”.
Pendapat masyarakat : Pendapat salah seorang warga yang tidak dilibatkan dalam pembangunan MCK di
RW 14, Ny T 44 Thn mengemukakan sebagai berikut : “Pak RW tidak mengajak masyarakat lain untuk pembangunan MCK, ga
tau kenapa, jadi kami juga tidak ikut gotong royong. Hanya beberapa orang aja yg ikut terlibat. Seandainya warga diajak saya yakin mereka
mau membantu sesuai kemampuan mereka, misalnya tenaga yang tidak usah dibayar atau mungkin bisa menyumbang konsumsi”.
Berdasarkan hasil kajian di atas, perbandingan tingkat partisipasi masyarakat aktif dan tidak aktif dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi
yaitu faktor internal dan faktor lingkungan, disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 11 Perbandingan Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhinya
Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Partisipasi
Masyarakat Faktor Lingkungan
Kelembagaan aktif
Kepemimpinan aktif
Kelembagaan tidak aktif
Kepemimpinan tidak aktif
Lembaga RT dan RW
mampu memfasilitasi
hubungan kerja antara
Pemerintah dan Masyarakat
Ada inisiatif, interaksi,
keterbukaan dan kepercayaan dari
Ketua RT dan RW dalam pelaksanaan
program kepada masyarakat
Lembaga RT dan RW belum
mampu memfasilitasi
hubungan kerja antara
Pemerintah dan Masyarakat
Tidak ada inisiatif,
interaksi, keterbukaan dan
kepercayaan dari Ketua RT dan
RW dalam pelaksanaan
program kepada masyarakat
Faktor Internal
Status kepemilikan lahan milik sendiri
RW 11 RW 01, RW 02, RW 09, RW 10,
RW 14, RW 15 Status kepemilikan
lahan bukan milik RW 12
RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 09, RW 10, RW 14, RW 15
Faktor Internal Kemauan motif,
harapan,kebutuhan -Ada dorongan dan
kebutuhan untuk melaksanakan
program dan menjalin kerjasama
dengan sesama masyarakat dan
Ketua RT dan RW. -Mempunyai
harapan bahwa hasil pembangunan
ditujukan untuk masyarakat
RW 11 RW 12
RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 09, RW 10, RW 14, RW 15
Tabel 11 Lanjutan
Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Partisipasi
Masyarakat Faktor Lingkungan
Kelembagaan aktif
Kepemimpinan aktif
Kelembagaan tidak aktif
Kepemimpinan tidak aktif
Lembaga RT dan RW
mampu memfasilitasi
hubungan kerja antara
Pemerintah dan Masyarakat
Ada inisiatif, interaksi,
keterbukaan dan kepercayaan dari
Ketua RT dan RW dalam pelaksanaan
program kepada masyarakat
Lembaga RT dan RW belum
mampu memfasilitasi
hubungan kerja antara
Pemerintah dan Masyarakat
Tidak ada inisiatif,
interaksi, keterbukaan dan
kepercayaan dari Ketua RT dan
RW dalam pelaksanaan
program kepada masyarakat
Faktor Internal Kemampuan
memberikan usulan, ide, tenaga,
uang dan materi dan waktu
-Ada bantuan tenaga secara
sukarela, bantuan materi dan waktu.
-Ada usulan dan ide-ide saat
merencanakan program
RW 11 RW 12
_
-Tidak ada bantuan tenaga sukarela,
uang dan materi. -Masyarakat
enggan untuk bekerjasama, tidak
ada usulan atau ide dalam perencanaan
program
_ RW 01, RW 02, RW 03, RW 04,
RW 09, RW 10, RW 14, RW 15
Kesimpulan dari hasil perbandingan tabel diatas adalah : 1. Status kepemilikan lahan menjadi faktor penentu bagi tingkat partisipasi
masyarakat. Berkat kelembagaan dan kepemimpinan yang aktif, untuk kasus di Kelurahan Cicadas yaitu masyarakat RW 12 yang status
kepemilikan lahan bukan milik justru menunjukkan tingkat partisipasi aktif terhadap pelaksanaan program. Pada masyarakat RW 11 yang status
kepemilikan lahan milik sendiri juga dapat menunjukkan tingkat
partisipasi aktif terhadap program karena adanya kesempatan dan dorongan dari kelembagaan dan kepemimpinan yang aktif.
2. Faktor internal : Pada masyarakat yang tingkat partisipasinya aktif maupun tidak aktif memiliki dorongan, harapan dan kebutuhan yang sama
untuk berpartisipasi, akan tetapi pada RW 11 dan RW 12 mereka dapat merealisasikan kemampuannya dalam bentuk partisipasi materi, tenaga
dan usulan. Pada masyarakat dimana tingkat partisipasinya tidak aktif RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 09, RW 10, RW 12 dan RW 15,
mereka enggan untuk merealisasikan kemampuan mereka dalam berpartisipasi baik itu berupa usulan, materi maupun tenaga sukarela.
3. Faktor lingkungan : Lembaga dan kepemimpinan pada RW 11 dan RW 12 memiliki hubungan kerja yang sinergis dengan Pemerintah dan
masyarakat. Mereka mempunyai inisiatif dan interaksi yang tinggi serta mampu berperan aktif menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan program penataan permukiman kumuh. Mereka memiliki keterbukaan dan kepercayaan kepada kemampuan
masyarakatnya. Komunikasi yang terbuka antar RT dan RW kepada masyarakat dapat menciptakan saling percaya antara masyarakat dan
pimpinannya. Peran tersebut dapat mendorong warga masyarakat untuk mau dan mampu berpartisipasi dalam program penataan permukiman
kumuh. Kelembagaan dan kepemimpinan yang tidak aktif, akhirnya tidak dapat mendorong masyarakat untuk merealisasikan kemampuan
masyarakat dalam berpartisipasi seperti tidak adanya usulan ataupun ide- ide, tidak ada bantuan materi dan tenaga secara sukarela.
Hasil kajian yang telah dilaksanakan berdasarkan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta dan FGD, menjadi dasar dalam perumusan program
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung.