Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul
76 penyandang masalah sosial. Kondisi disabilitaslah yang membuat mereka
mengalami hambatan untuk partisipasinya dalam masyarakat, dan sektor lainnya.
47. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Nomor
0491U1992 tentang Pendidikan Luar Biasa
Kepmendikbudnas Nomor 0491U1992 mengatur bahwa pendidikan luar biasa bisa dilakukan melalui melalui pendidikan terpadu, kelas khusus, guru
kunjungan dan atau bentuk pelayanan pendidikan lainnya. Pendidikan terpadu memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak non-disabilitas di sekolah umum. Sedangkan Kelompok belajar yang ada di sekolah umum atau biasa yang perlu mendapat
layanan khusus dalam waktu-waktu tertentu. Guru kunjungan merupakan guru pada TKLB, SDLB, SLTPLB dan SMLB yang diberi tugas mengajar pada
kelompok belajar bagi anak berkelainan yang tidak dapat terjangkau oleh satuan PLB dalam rangka wajib belajar.
Meskipun Permendikbudnas Nomor 491U1992 sudah mengatur tentang pendidikan inklusi melalui pendidikan terpadu, namun penggunaan istilah
‘pendidikan luar biasa’ terasa berlebihan. Berbeda dengan istilah ‘pendidikan khusus’ yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Meski ‘pendidikan luar biasa’ dan ‘pendidikan khusus’ menunjuk pada hal yang sama--pendidikan untuk siswa dengan
disabilitas danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa--namun keduanya memiliki rasa yang berbeda. ‘Pendidikan khusus’ merupakan
terjemahan langsung
special education
yang lawan katanya adalah ‘pendidikan umum’, yang memang sudah lazim digunakan. Berbeda dengan ‘pendidikan luar
biasa’, yang bila melihat istilah maka lawan katanya adalah ‘pendidikan biasa’
yang tentunya bukanlah penyebutan yang lazim dan terasa berlebihan
exaggerated
.
Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul
77
48. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-205MEN1999 tentang
Pelatihan Kerja Dan Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-205MEN1999 dikeluarkan untuk melaksanakan PP Nomor 431998 Pasal 18 standardisasi
penyediaan aksesibilitas, Pasal 29 kuota 1, pasal 30 persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan, dan Pasal 49 rehabilitasi pelatihan bagi penyandang
cacat--PP Nomor431998 merupakan peraturan pelaksana dari UU Nomor 41997. Oleh karena itu ketentuan dalam Kepmen ini juga mengacu pada PP
Nomor 431998 dan UU Nomor41997, seperti: Penggunaa n kata ‘cacat’ dan
menunjuk pada kelainan fisik dan mental, adanya adanya klausul ‘sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya’.
Pada Pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa:
“Lembaga pelatihan kerja seabgaimana disebut dalam ayat 1 yang peserta
pelatihannya terdapat tenaga kerja penyandang cacat, harus menerapkan persyaratan dan metode latihan kerja yang telah ditetapkan, serta fasilitas
pelatihan yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan tenaga kerja”
Kalimat ‘harus menerapkan persyaratan dan metode latihan kerja yang telah ditetapkan’ memiliki makna ganda, yakni:
pertama
, bermakna bahwa persyaratan dan metode latihan kerja ditetapkan sama bagi semua peserta;
kedua
, bermakna bahwa persyaratan dan metode latihan kerja ditetapkan dengan adanya penyesuaian bagi penyandang disabilitas.
Selain itu, Pasal 5 ayat 3 hanya menyebut soal fasilitas pelatihan yang disesuaikan, tidak menyebut tentang lingkungan pelatihan yang disesuaikan
aksesibel. Pada Pasal 9, dinyatakan bahwa penempatan tenaga kerja penyandang
cacat menggunakan teknik analisa syarat fisik atau mental yang meliputi upaya atau aktivitas fisik dan faktor-faktor kondisi dan jabatan atau pekerjaan serta
analisa kualifikasi tenaga kerja penyandang cacat. Di sini tidak disebut tentang analisa lingkungan tempat kerja yang aksesibel. Padahal lingkungan tempat
kerja yang aksesibel yang sangat berpengaruh pada kinerja dan keselamatan penyandang disabilitas.
Dalam Pasal 9 ayat 4, disebutkan tentang analisa kualifikasi tenaga
Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul
78 kerja penyandang cacat meliputi kemampuan fisik, kemampuan emosional
stabilitas emosi, bakat yang dimiliki, ketrampilan yang dimiliki, kepribadian, minat dan pendidikan. Pasal tersebut tidak menyebut soal ‘kebutuhan tenaga
kerja dengan disabilitas’ yang merupakan faktor penting untuk penyandang
disabilitas bisa bekerja dengan maksimal.
49. Peraturan Daerah DIY Nomor 8 Tahun 2010 tentang Penanggulangan