Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul
33 penyandang disabilitas merupakan bagian pelaksanaan UUD 1945.
Terkait dengan penyusunan peraturan, UUD 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota
untuk membuat peraturan yang mendukung pelaksanaan tugasnya sebagai pemerintah. Pasal 18 ayat 6 menegaskan bahwa Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang ini merupakan salah satu produk hukum yang memojokkan penyandang disabilitas, dalam hal ini, perempuan dengan
disabilitas. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa dalam hal suami akan beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan. Selanjutnya,
disebutkan pula bahwa Pengadilan dapat memberikan ijin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: a istri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai istri; b istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Hal ini berarti, bahwa secara tegas Pasal 4 telah menjadi dasar diskriminasi terhadap perempuan dengan disabilitas, karena menjadikan
disabilitas sebagai syarat sah bagi seorang laki-laki untuk berpoligami. Ironis, pasal ini masih saja dipertahankan meski sudah seringkali mendapat kritikan dari
para aktivis disabilitas, terlebih pasca diratifikasinya CRPD.
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang ini lebih dikenal dengan nama KUHAP Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana seringkali mendapat kritikan terkait dengan
kesaksian. Dalam Pasal 1 angka 26, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar
sendiri, ia
lihat
sendiri dan ia alami sendiri.
Jelas menurut KUHAP orang yang tidak dapat mendengar dan orang yang
Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul
34 tidak dapat melihat tidak bisa menjadi saksi. Ini berarti, seorang dengan
disabilitas netra yang menjadi korban kekerasan seksual, misalnya, tidak akan bisa menjadi saksi korban, karena dia tidak bisa melihat hingga dianggap tidak
bisa mengenali pelaku--padahal orang dengan disabilitas netra bisa mengenali orang lain dengan cara yang berbeda.
Hal inilah yang seringkali mengakibatkan orang dengan disabilitas netra dan orang dengan disabilitas pendengaran tidak mendapatkan keadilan manakala
mereka berhadapan dengan hukum.
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian