Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran

Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul 37

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997, ada 3 jenis statistik, yakni statistik dasar, statistik sektoral, dan statistik khusus. Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, secara mandiri atau bersama dengan Badan. Hasil statistik sektoral yang diselenggarakan sendiri oleh instansi pemerintah wajib diserahkan kepada Badan. Dengan melibatkan Badan baik langsung maupun dengan hanya menyerahkan hasilnya ke Badan, semestinya hasil statistik sektoral yang dilakukan beberapa instansi pemerintah memiliki kesesuaian. Mestinya Undang-Undang ini bisa menjamin tersedianya data yang valid, namun dalam implementasinya masih jauh dari yang diharapkan. Tidak bisa dipungkiri dalam pelaksanaan pendataan, penyandang disabilitas seringkali tertinggal, dan tidak mengherankan kalau pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas menjadi lamban. Sampai saat ini, data valid tentang jumlah penyandang disabilitas dan karakteristiknya tidak tersedia. Data dilakukan secara terpisah oleh masing-masing kementrian dan SKPD dengan pengertian yang berbeda-beda. Masing-masing dilakukan dengan definisi dan pemahaman siapa yang penyandang disabilitas yang berbeda-beda Pasal 29 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 mengamanatkan pembentukan Forum Masyarakat Statistik yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan di bidang statistik kepada Badan. Semestinya dengan adanya Forum ini, tidak akan ada permasalahan dengan data--misalnya data penyandang disabilitas yang memiliki hak pilih serta jenis disbilitas dan kebutuhannya, seperti yang dibutuhkan Penyelenggara Pemilu.

7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran

Tentang pelaksanaan penyiaran, dalam Pasal 32 ayat 9 disebutkan bahwa isi siaran dilarang memuat hal-hal yang menghasut, mempertentangkan dan atau bertentangan dengan ajaran agaman atau merendahkan martabat manusia dan budaya, bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. Mestinya adanya pasal ini sudah Perda Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bantul 38 tidak ada lagi lelucon yang menertawakan atau berlaku sebagai disabilitas dalam beberapa acara hiburan, terutama di media televisi. Berkenaan dengan penggunaan bahasa isyarat, dalam Pasal 33 ayat 5 disebutkan bahwa bahasa pengantar dalam pelaksanaan siaran dapat digunakan bahasa isyarat dalam pelaksanaan siaran televisi tertentu yang ditujukan kepada tuna rungu. Kata-kata ‘dapat digunakan’ menyiratkan bahwa bukan suatu kewajiban pada media elektronik televisi untuk menggunakan bahasa isyarat, dan di pasal dan ayat ini dikatakan pada siaran televisi tertentu, yang berarti tidak semua acara tersedia bahasa isyarat. Hal ini mencerminkan bahwa akses informasi bagi tuna rungu masih sangat terbatas. UU ini juga menyajikan adanya sangsi administratif terhadap pelanggaran pada beberapa pasal termasuk pasal 33. Namun karena kalimat pada pasal 33 tidak menyebut suatu kewajiban, maka tidak mengherankan, tidak semua stasiun televisi menyediakan bahasa isyarat pada berbagai acara yang ada

8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia