Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu alat bantu yang urgen bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu lainnya. Karakteristik matematika salah satunya adalah memiliki objek kajian abstrak. Sifat abstrak tersebut dapat menjadi salah satu penyebab sulitnya pengajaran matematika sekolah. Sebagaimana pernyataan Hudojo 2003 bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak dan tersusun secara hierarki dan penalarannya deduktif. Karena konsep matematika yang tersusun secara hierarki, maka dalam belajar matematika tidak boleh ada langkahtahapan konsep yang dilewati. Matematika merupakan sebuah ilmu yang memberikan kerangka berpikir logis universal pada manusia. Pembelajaran umum matematika menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru, pengalaman dan pengetahuan yang dialami sebelumnya. Selain itu, matematika memiliki konsep struktur dan hubungan- hubungan yang banyak menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol matematika sangat bermanfaat untuk mempermudah cara kerja berpikir, karena simbol-simbol dapat digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide, dengan jalan memahami karakteristik matematika Uno, 2012. Mengingat matematika memiliki beberapa unit yang satu sama lain saling berhubungan, maka yang penting dalam belajar matematika adalah bagaimana kemampuan seseorang dalam memahami konsep matematika. Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal rumus yang sudah ada dan kurang mampu mengaitkan asal mula rumus tersebut dengan konsep yang dimiliki. Telah diketahui bahwa semua materi matematika yang ada di sekolah mengandung aspek pemahaman konsep, karena kemampuan mendasar dalam belajar matematika adalah memahami konsep terlebih dahulu. Secara umum peserta didik sering mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran matematika, di antaranya adalah kesulitan dalam menghitung cepat, kemampuan logika, keterampilan menulis atau menggambar dan rasa malas belajar matematika. Ini disebabkan karena kurangnya peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang ada dalam pelajaran matematika. Pentingnya pemahaman konsep matematika terlihat dalam tujuan pertama pembelajaran matematika menurut Depdiknas Permendiknas No.22 tahun 2006 yaitu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di atas maka setelah proses pembelajaran siswa diharapkan dapat memahami suatu konsep matematika sehingga dapat menggunakan kemampuan tersebut dalam menghadapi masalah –masalah matematika. Sudjana 2011 menjelaskan bahwa pemahaman merupakan tingkat hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan yang diperoleh, perlu adanya mengenal atau mengetahui untuk dapat memahami. Boediono 2009 menjelaskan bahwa konsep matematika adalah semua hal yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan isi materi matematika. Jadi, pemahaman konsep matematika adalah tingkat hasil belajar yang diperoleh untuk dapat memahami semua hal yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan isi materi matematika. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, dijelaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah. Usaha pemecahan masalah matematika harus didasari dari pemahaman konsep matematika. Berdasarkan penjelasan di atas maka pemahaman konsep perlu ditanamkan kepada peserta didik sejak dini yaitu sejak anak tersebut masih duduk di bangku sekolah dasar. Mencermati proses pembelajaran matematika di tingkat SMPMTs pada umumnya masih banyak yang menggunakan cara konvensional seperti ekspositori, drill, dan ceramah. Kebanyakan guru dalam kegiatan pembelajarannya dimulai dengan ceramah, menerangkan materi, memberikan contoh cara menyelesaikan soal dan memberi tugas rumah. Pembelajaran seperti ini dirasa peneliti masih ada kelemahan, terutama pada pembahasan materi yang memerlukan penggunaan media atau alat peraga dan model pembelajaran yang tepat. Model penyajian materi atau model pembelajaran dan guru merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Guru dengan berbagai kompetensi yang dimilikinya diharapkan dapat memilih atau mengembangkan model pembelajaran dan menciptakan suasana pembelajaran di dalam kelas sehingga prosedur pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Salah satu model pembelajaran yang selaras dengan proses pembelajaran yang dituntut Kurikulum 2006 adalah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Knisley 2003, selanjutnya disebut Model Pembelajaran Matematika Knisley MPMK. Model pembelajaran Knisley yang mengacu pada model pembelajaran experiential, dimana proses pembelajaran diarahkan untuk mengaktifkan pembelajaran dalam membangun pengetahuan, ketrampilan, dan sikap melalui pengalamannya secara langsung. Menurut Mulyana 2009, model pembelajaran Knisley memiliki keunggulan diantaranya meningkatkan semangat siswa untuk berpikir aktif, membantu suasana belajar yang kondusif karena siswa bersandar pada penemuan individu, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar mengajar karena siswa dinamis dan terbuka dari berbagai arah. Model Pembelajaran Matematika Knisley MPMK adalah model pembelajaran matematika yang terdiri dari empat tahap, yaitu “... pembelajaran ketika guru berperan sebagai pencerita, guru sebagai pembimbing dan motivator, guru sebagai narasumber, dan guru sebagai pelatih” Mulyana, 2009b. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Nadia Nurmala Asih 2013 bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa yang memperoleh materi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Knisley dengan metode brainstorming mencapai ketuntasan individual akan tetapi tidak mencapai ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil belajarnya lebih baik daripada rata-rata hasil belajar kelas kontrol. Berdasarkan situasi dan kondisi dari perkembangan pembelajaran siswa pada dewasa ini, gaya belajar merupakan suatu cara termudah bagi seseorang untuk belajar dan bagaimana mereka memahami suatu hal pelajaran. Gaya belajar dari siswa bisa diamati dari kecerdasan majemuk yang mereka miliki dan setiap siswa memiliki kecerdasan masing-masing yang lebih dominan. Menurut Bobbi DePorter dan Hernacki 2008 ada tiga tipe belajar yang dikenal berdasarkan modalitas belajar yaitu : Visual, Auditorial, dan kinestetik. Wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru matematika di SMP Negeri 37 Semarang mendapatkan hasil bahwa kemampuan pemahaman siswa pada awal pembelajaran masih kurang. Selain itu, guru matematika tersebut juga menjelaskan bahwa selama pembelajaran tidak pernah memperhatikan kondisi gaya belajar yang dimiliki siswa. Hasil wawancara dengan guru terebut, diketahui bahwa persentase pencapaian nilai KKM klasikal matematika adalah 75. Namun, rata-rata nilai ulangan harian tengah semester matematika salah satu kelas yang diampu guru tersebut hanya sebesar 72,6 dan banyak siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75 adalah 15 anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa belum tercapainya ketuntasan klasikal. Selain itu, hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa memang masih rendah dalam memahami konsep-konsep dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis hasil pembelajaran matematika siswa terutama mengenai pemahaman konsep berdasarkan gaya belajarnya dengan menggunakan model Knisley. Penulis memutuskan untuk mengambil judul “ Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII Berdasarkan Gaya Belajar dalam Model Knisley .”

1.2 Fokus Penelitian