Kapasitas Asimilasi dan beban pencemaran
tersebut pada dasarnya merupakan sifat alamiah air yang memiliki kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan pencemar
yang dibawa air limbah Abdullah 2006. Menurut Imholf dalam Abdullah 2006 kemampuan air untuk
membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai swa pentahiran atau self purification. Kemampuan perairan untuk
melakukan pembersihan diri ini dikenal juga dengan istilah kapasitas asimilasi assimilative capacity. Menurut Krom dalam Hartomo 2004, kapasitas
asimilasi adalah kemampuan sesuatu ekosistem untuk menerima suatu jumlah
limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau
kesehatan yang tidak dapat ditoleransi. Tabel 25. di bawah ini adalah hasil analisis regresi beberapa parameter yang
diukur dan menunjukkan besaran kapasitas asimilasi yang dimiliki oleh perairan yang berada di kawasan TWA Cimanggu terhadap beberapa parameter yang
diukur. Fungsi ŷ menunjukkan kualitas perairan pada masing-masing stasiun pencemaran.
Tabel 25. Fungsi hubungan konsentrasi pencemar inlet dan outlet di perairan
TWA Cimanggu
Parameter Fungsi y
R
2
Kapasitas asimilasi tontahun
Ammonia ŷ = 0,0489 x + 0,1914
0,99 28
Nitrat ŷ = 0,1114x + 0,0004
0,99 166.7
Fosfat ŷ = 8.10
-6
x + 0,1889 0,99
9 BOD
ŷ = 0,020x + 0,027 0,94
14,9 Berdasarkan fungsi hubungan tersebut, dilakukan simulasi pencemaran di
TWA Cimanggu untuk memprediksi beban pencemar per tahun dari tahun 2010 –
2032 Dalam simulasi tersebut beban pencemaran dipengaruhi oleh kapasitas asimilasi maksimal daya tampung dari kolam pengelola limbah cair sebelum
dikeluarkan ke aliran sungai dan rerata kontribusi pengunjung terhadap pencemaran. Simulasi dilakukan selama 22 tahun dengan asumsi pertumbuhan
pengunjung sebesar 2 yang merupakan asumsi pengelola TWA Cimanggu dalam rencana pengusahaan wisata alam TWA Cimanggu. Pada Gambar 28,
Gambar 29, Gambar 30, dan Gambar 31. berturut-turut ditunjukkan simulasi
beban pencemar ammonia, nitrat, fosfat, dan BOD pertahun selama 22 tahun dari tahun 2010 -2032.
Gambar 28. Simulasi beban pencemar ammonia diperairan TWA Cimanggu tahun 2010-2032
Gambar 29. Simulasi beban pencemar nitrat diperairan TWA Cimanggu tahun 2010-2032
Gambar 30. Simulasi beban pencemar fosfat diperairan TWA Cimanggu tahun 2010-2032
Gambar 31. Simulasi beban pencemar limbah organik diperairan
Taman Wisata Alam Cimanggu tahun 2010-2032
Berdasarkan hasil simulasi dapat ditunjukkan prediksi beban pencemaran berdasarkan pertumbuhan wisatawan sebagai berikut: beban pencemaran
ammonia di perairan TWA Cimanggu tahun 2010-2013 tidak menyebabkan terjadi pencemaran dan pencemaran terjadi setelah tahun 2013. Hal tersebut
disebabkan oleh beban pencemaran amonia melewati kapasitas asimilasi badan perairan terjadi setelah tahun 2013. Perairan TWA Cimanggu berdasarkan
pencemar ammonia termasuk kedalam tipe kelentingan fragile, hal itu dapat ditunjukkan dari beban pencemar setelah melewati kapasitas asimilasinya yaitu 28
tontahun pada tahun 2013 Gambar 28. Tipe kelentingan nitrat di perairan TWA Cimanggu bertipe resilience. Hal ini ditunjukkan dengan beban pencemaran nitrat
setelah dikurangi kapasitas asimilasinya masih dibawah baku mutu. Kapasitas asimilasi nitrat sebesar 166.7 tontahun sedangkan pencemaran nitrat yang terjadi
hanya berkisar dari 22 – 33.9 tontahun Gambar 29. Tipe kelentingan fosfat di
perairan TWA Cimanggu adalah fragile. Pencemaran fosfat sudah melewati kapasitas asimilasi pada tahun 2018. Setelah tahun 2018 beban pencemaran yang
tidak terasimilasi dapat menyebabkan terjadi pencemaran Gambar 30. Tipe kelentingan pencemaran limbah organik adalah fragile mulai tahun 2015. hal
tersebut terjadi karena beban pencemaran sudah melewati kapasitas asimilasi sebesar yaitu 14,9 pada tahun 2015 Gambar 31.
Dari kajian daya dukung ekologi TWA Cimanggu dapat diketahui bahwa kondisi daya dukung untuk pengelolaan pencemaran amonium, fosfat dan organik
menjadi masalah yang perlu diantisipasi. Pendekatan solusi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Solusi secara langsung adalah dengan
melakukan rekayasa meningkatkan daya dukung lingkungan berupa peningkatan kapasitas pengelola limbah cair untuk mengatasi pencemaran amonium, fosfat,
dan limbah organik dengan teknologi pengelolaan lingkungan, atau bisa juga dengan cara melakukan secara tidak langsung yaitu menurunkan jumlah beban
pencemaran dari sumbernya dengan cara memberikan edukasi bagi wisatawan.