Daya dukung pariwisata Konsep daya dukung
daya dukung lingkungan daerah wisatawan Puncak-Cipanas tidak dapat dihitung berdasarkan rata-rata luas daerah antara Cibulan dan Cipanas dan rata-rata setiap
bulan atau tahun, melainkan harus memperhatikan tiap lokasi dan waktu yang penting. Misalnya, apabila jumlah wisatawan dihitung per tahun akan terdapat
angka yang jauh di bawah daya dukung lingkungan. Tetapi bila dihitung jumlah wisatawan per hari Minggu, akan didapatkan angka yang tinggi yang sebenarnya
mungkin telah melampaui daya dukung. Menurut McCool dan Lime 2001 Daya dukung lingkungan pariwisata
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi wisata . Tujuan pariwisata adalah untuk mendapatkan rekreasi.
Rekreasi tidak hanya berarti bersenang-senang, melainkan harus diartikan sebagai re-kreasi, yaitu secara harfiah berarti diciptakan kembali. Jadi dengan rekreasi itu
orang ingin menciptakan kembali atau memulihkan kekuatan dirinya, baik fisik maupun spiritual. Setelah berekreasi orang merasa dirinya pulih untuk melakukan
tugasnya lagi. Karena itu tujuan rekreasi bermacam-macam, antara lain bermain- main, berolah-raga, belajar, beristirahat atau kombinasi macam-macam tujuan itu.
Walaupun tujuannya bermacam-macam, tetapi semuanya mempunyai sifat umum yang sama, yaitu dilakukan di luar tugas pekerjaan untuk mendapatkan hiburan.
Hiburan inilah yang merupakan faktor utama dalam penciptaan kembali diri orang. Dengan adanya tujuan khusus, di samping ingin mendapatkan hiburan,
wisatawan tentulah mengharapkan untuk mencapai tujuan khusus itu. Harapan itu akan menciptakan suatu kondisi psikologi tertentu pada wisatawan. Karena itu
daya dukung lingkungan berkaitan dengan faktor psikologi tujuan pariwisata tertentu. Misalnya, di pantai untuk bermain-main, beribu orang wisatawan merasa
senang-senang saja berjemur diri sangat berdekatan satu sama lain. Jika tidak banyak wisatawan mereka merasa kesunyian. Akan tetapi bila orang pergi ke
pantai dengan tujuan untuk berolah-raga, mereka merasa terganggu jika ada terlalu banyak orang. Orang yang ingin beristirahat dengan mencari keheningan
dan hawa sejuk di pegunungan akan merasa kesal, bahkan merasa rekreasinya gagal, bila di tempat itu banyak orang dan hiruk pikuk dengan kebisingan
kendaraan.
Dengan demikian daya dukung lingkungan pariwisata berbeda-beda menurut tujuan pariwisata itu. Pada umumnya daya dukung itu berturut-turut dari yang
tinggi ke yang rendah ialah tempat hiburan, olah raga, belajar dan istirahat. Perencanaan pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan daya dukung
berdasar atas tujuan pariwisata. Faktor biofisik yang mempengaruhi kuat atau rapuhnya suatu ekosistem
akan sangat menentukan besar-kecilnya daya dukung tempat wisata tersebut. Ekosistem yang kuat mempunyai daya dukung yang tinggi, yaitu dapat menerima
wisatawan dalam jumlah yang besar, karena tidak mudah rusak dan dapat cepat pulih dari kerusakan sensitivitas rendah, resiliensi tinggi. Ekosistem demikian
pada umumnya terdapat di ketinggian di atas laut yang rendah, yang datar atau landai, suhu yang tinggi dan tanah yang subur, misalnya sebuah hutan wisata di
dataran aluvial Jawa bagian utara. Karena tanahnya datar atau landai, tidak mudah terjadi erosi dan jika terjadi kerusakan, pohon-pohon dengan cepat dapat tumbuh
kembali, karena tanah yang subur dan suhu yang tinggi. Sebaliknya ekosistem kawah di pegunungan yang tinggi, merupakan contoh
daerah wisata yang mempunyai daya dukung rendah, misalnya Kawah Papandayan dan Kawah Ciwidey di Jawa Barat. Suhu yang rendah, tanah yang
tidak subur dan adanya gas yang beracun, antara lain uap belerang, menjadikan ekosistem itu rapuh. Jika terjadi kerusakan, pohon dan tumbuhan lain akan pulih
dengan sangat perlahan-lahan karena suhu yang rendah, tanah yang tak subur dan gas yang beracun. Jenis tumbuhan yang dapat tumbuh di tempat itu pun sangat
terbatas, yaitu yang amat khas Vaccinium sp dan paku-pakuan Heliopteris incisa dan Seguea feei. Jumlah wisata ke daerah semacam ini harus dibatasi dan
diadakan pengawasan yang ketat. Daya dukung badan air yang digunakan untuk pariwisata dipengaruhi oleh
luas dan volume badan air itu dan gerak air. Misalnya, sebuah danau yang luas, dalam, pencampuran air yang baik dan pergantian air yang cepat mempunyai daya
dukung yang lebih besar daripada danau yang sempit, dangkal, airnya tenang dan mengalami penggantian air yang pelan. Hal ini disebabkan karena didanau dengan
volume air yang besar yang tercampur oleh gelombang atau arus dan cepat diganti, zat pencemar akan mengalami pengenceran dan terbawa keluar danau
oleh adanya aliran keluar. Danau Toba di Sumatera Utara misalnya, mempunyai daya dukung yang lebih tinggi daripada Danau Sarangan di Madiun. Danau Tiga
Warna Kelimutu di Flores, diperkirakan dapat mempunyai daya dukung yang rendah.
Faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan hanya faktor alamiah, melainkan juga faktor buatan manusia. Misalnya, adanya
perkampungan penduduk di dekat lokasi pariwisata yang limbahnya terbuang langsung atau terbawa oleh arus ke lokasi itu akan menurunkan daya dukung
lingkungan pariwisata tersebut. Contohnya adalah Pantai Pede di Flores Barat yang direncanakan sebagai tempat pariwisata yang akan mendukung pariwisata di
Taman Nasional Komodo. Pantai Pede terletak dekat kota kecamatan Labuhanbajo. Dari pertumbuhan rumput laut di Pantai Pede dapat diperkirakan
telah terjadi penyuburan air dari limbah domestik Labuhanbajo. Karena itu untuk menghindari penyuburan yang berlebih jumlah wisatawan yang dapat ditampung
akan terbatas. Sarana pariwisata juga merupakan faktor dalam penentuan daya dukung,
antara lain jalan dan tempat peristirahatan. Misalnya jalan dari Ciawi ke Puncak dan Cipanas sering mengalami kemacetan, terutama pada hari Minggu dan libur
lainnya. Kemacetan itu dapat sampai berjam-jam sehingga menimbulkan kekesalan dan kekecewaan wisatawan, apalagi wisatawan luar negeri yang
waktunya terbatas. Karena itu sebenarnya jumlah wisatawan pada hari libur telah melampaui daya dukung lingkungan.
Daya dukung lingkungan tidak cukup hanya dilihat dari sarana pelayanan wisatawan, melainkan juga harus dari segi kemampuan lingkungan untuk
mendukung sarana itu. Dengan mengambil contoh antara Megamendung dan Puncak telah nampak adanya petunjuk kemampuan lingkungan itu telah atau
hampir terlampaui, misalnya rumah peristirahatan dibangun sampai ke daerah yang tinggi sekali dan yang berlereng curam, serta telah makin berkurangnya luas
hutan merupakan petunjuk itu. Hal serupa kita lihat di daerah antara Cimacan dan Cibodas. Karena itu sarana pelayanan kebutuhan wisatawan tidak dapat ditambah
terus dengan naiknya jumlah wisatawan. Hal ini berarti jumlah wisatawan harus dibatasi, sesuai dengan daya dukungnya.
Pembatasan jumlah wisatawan akan membawa masalah, karena masalah itu sukar untuk dibendung dan pembatasan itu akan menghambat laju ekonomi.
Masalah ini dapat diatasi dengan mengidentifikasi daerah lain yang mempunyai potensi untuk memberikan jenis rekreasi yang serupa dengan yang ada di daerah
Puncak. Daerah yang potensial adalah di kompleks Gunung Salak dekat Bogor untuk wisatawan dari Jakarta
– Bogor, dan untuk wisatawan dari Bandung cagar alam Gunung Tilu, Gunung Kamojang dan Gunung Papandayan yang letaknya
dekat Bandung. Pengembangan daerah itu akan dapat menyalurkan sebagian wisatawan ke daerah itu dan dengan demikian mengurangi tekanan wisatawan di
daerah Megamendung – Puncak – Cipanas. Jelas bahwa perencanaan pariwisata
yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem yang dipakai untuk pariwisata itu sehingga
akhirnya akan menghambat bahkan menghentikan perkembangan pariwisata itu. Pengembangan pariwisata memungkinkan munculnya konflik-konflik,
misalnya pada satu pihak yang ingin adanya keaslian alamiah, tetapi pada lain pihak mengkendaki adanya sarana hotel dan parkir. Konflik tersebut dapat
dikurangi atau bahkan diatasi, dengan perencanaan zonasi yang matang. Masing- masing zona diberi peruntukan tertentu dan diletakkan demikian rupa, agar fungsi
utama obyek wisata tidak rusak dan kepentingan umum tidak terganggu. Misalnya pengembangan pariwisata di daerah pegunungan. Daerah bukit sampai ketinggian
tertentu dan lereng yang curam merupakan zona yang diperuntukkan bagi hutan dan taman, sehingga sumber daya tanah dan air dapat terlindungi. Sebagian hutan
dapat dikembangkan menjadi hutan wisata dengan sarana untuk lintas alam dan perkemahan. Beberapa tempat disisihkan pula untuk rekreasi yang dapat
memberikan kesejukan dan keheningan alam. Di ketinggian yang lebih rendah yang tanahnya datar atau landai, yang mempunyai daya dukung yang lebih tinggi,
dapat dikembangkan pariwisata yang intensif: hotel, bungalow, tempat hiburan dan lain-lain.
Dengan zonasi yang baik dan yang ditaati, keanekaan dapat dipelihara, sehingga orang dapat memilih rekreasi apa yang diinginkan. Hutan dengan flora
dan faunanya dapat terlindungi serta fungsi hidro-orologi hutan dapat terlaksana. Keindahan alam dapat terjaga dan pencemaran dapat dihindari. Jelas bahwa
masalahnya bukanlah pariwisata atau perlindungan lingkungan, melainkan pariwisata dan perlindungan lingkungan yang berdampingan secara harmonis.
Syarat utama untuk dapat terlaksananya zonasi adalah untuk mengekang diri dan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.