Motivasi Pengunjung Karakteristik dan Preferensi Pengunjung

Tabel 11. Faktor-faktor penting menurut pengunjung yang dapat meningkatkan tingkat kepuasan pengunjung TWA Cimanggu No Faktor Penting Persentase 1 Kebersihan area wisata 100 2 Kemudahan alat transportasi 100 3 Keindahan kawasan wisata 98 4 Keamanan 98 5 Tingkat kemurahan 98 6 Ketersediaan air 98 7 Perlindungan kawasan konservasi 91 8 Keanekaragaman hayati 89 9 Pendidikan Lingkungan 89 10 Budaya lokal 70 11 Makanan lokal 67 12 Petualangan 59 Catatan: Persentase menunjukkan jumlah responden yang memilih point 7, 8 dan 9 yang menunjukan faktor yang tergolong penting, penting sekali dan sangat penting sekali. Dari hasil pengambilan data menunjukkan bahwa kebersihan dan kemudahan untuk mencapai TWA Cimanggu merupakan faktor pertama yang dapat meningkatkan kepuasaan pengunjung, 100 responden menyetujui bahwa kedua faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap peningkatan kepuasaan. Faktor yang kedua adalah keindahan kawasan, keamanan, tingkat kemurahan dan ketersediaan air merupakan faktor terbanyak kedua yang dipilih oleh responden 98 yang dapat meningkatkan tingkat kepuasaan berkunjung. Berdasarkan hasil data kuesioner tersebut maka pengelola perlu memperhatikannya sebagai strategi dalam peningkatan pelayanan dan peningkatan kepuasaan pengunjung.

4.3. Kajian Dampak kegiatan Wisata Alam dan Daya Dukung TWA

Cimanggu Taman wisata alam TWA Cimanggu merupakan area konservasi yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Diharapkan pemanfaatan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pengelola dan masyarakat sekitar tanpa mengurangi peranan TWA Cimanggu sebagai area konservasi yang berfungsi sebagai penunjang kehidupan. Perkembangan TWA Cimanggu sebagai salah satu tujuan wisata dikhawatirkan tidak hanya memberikan dampak positif akan tetapi dapat pula memberikan dampak negatif apabila pemanfaatannya melebihi daya dukung kawasan. Di bidang pariwisata, Cooper et al. 1993 memberikan penjelasan tentang daya dukung sebagai konsep yang luas dan bersifat dinamis. Daya dukung sebuah kawasan wisata didefinisikannya sebagai level kehadiran wisatawan yang menimbulkan dampak pada masyarakat setempat, lingkungan, dan ekonomi yang masih dapat ditoleransi baik oleh masyarakat maupun wisatawan itu sendiri dan memberikan jaminan sustainability pada masa mendatang. Cooper et al. 1993 lebih memberi tekanan pada kehadiran wisatawan dari pada jumlah wisatawan, karena menurutnya level kehadiran lebih tepat dipakai sebagai pendekatan bagi sejumlah faktor seperti lama tinggal length of stay, karakteristik wisatawan, konsentrasi wisatawan pada lokasi geografis tertentu dan derajat musiman kunjungan wisatawan. Konsep daya dukung obyek wisata juga dikemukakan oleh Mathieson dan Wall 1982 yakni bahwa daya dukung obyek wisata adalah kemampuan areal kawasan obyek wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan secara “maksimum” tanpa merubah kondisi fisik lingkungan dan tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan selama melakukan aktivitas wisata. Penggunaan kata “maksimum” pada definisi di atas dinilai memiliki tendensi makna yang sama dengan kata “optimum” pada definisi Soemarwoto 1997 karena adanya batasan “tanpa penurunan kualitas yang dirasakan oleh wisatawan”. Hal ini berarti bahwa daya dukung obyek wisata menurut konsep Mathieson Wall 1982 berorientasi pada pemenuhan kepuasan berwisata dan pencegahan dampak negatif pada lingkungan yang mungkin timbul. Pengelompokan wisatawan untuk menikmati suatu produk wisata pada tempat dan waktu tertentu dapat dijadikan informasi mengenai daya dukung obyek wisata. Dengan kata lain daya dukung obyek wisata dimanifestasikan pada banyaknya wisatawan yang berkunjung pada suatu obyek wisata per satuan luas per satuan waktu dengan catatan baik luas maupun waktu umumnya tidak dapat dirata-ratakan karena penyebaran wisatawan dalam ruang dan waktu yang tidak merata Soemarwoto, 1997. Dengan demikian daya dukung obyek wisata selain ditentukan oleh tujuan wisatawan juga dipengaruhi oleh komponen lingkungan biofisik obyek wisata. Pada sisi lain komponen lingkungan sosial-budaya juga berperan pada pelestarian