281
Sila Kerak- yatan yang
dipimpin oleh hikmat
kebijak- sanaan dalam
permu- syawara-
tanperwakila n
18. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
19. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
20. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama. 21.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
22. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah. 23.
Menghayati arti musyawarah yang dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
24. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Sila Keadilan Sosial bagi
seluruh Rakyat
Indonesia 25.
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
26. Bersikap adil.
27. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
28. Menghormati hak-hak orang lain.
29. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
30. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
31. Tidak bersikap boros.
32. Tidak bergaya hidup mewah.
33. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
34. Suka bekerja keras.
35. Menghargai hasil karya orang lain.
36. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Sumber: Tap MPR No. IIMPR 1978 dalam Samsuri, 2010: 121.
Menurut Armaidy Armawi: Rezim Orde Baru tidak memanfaatkan PKn secara benar, karena terjebak
kepentingan jangka pendek. Pesan-pesan konstitusi tidak tersampaikan dengan baik. Seharusnya PKn tidak terpengaruh kepentingan rezim. PKn
terkait dengan state dan citizen. Di negara maju pengajar PKn punya kebanggaan, sementara di Indonesia masih termarjinalkan, belum dianggap
penting oleh masyarakat. wawancara 8 Juli 2011.
e. PKn dalam Kurikulum 1984
Menurut Darmaningtyas 2004: 72, Kurikulum 1975 belum genap berusia sepuluh tahun sudah diubah ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh
Nugroho Notosusanto diganti dengan Kurikulum 1984. Salah satu hal yang menonjol dari Kurikulum 1984 itu adalah dimasukkannya pelajaran PSPB Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa sebagai pelajaran wajib dari TK-SMTA, baik sekolah umum maupun kejuruan. Ide dasar Menteri Nugroho mengadakan pelajaran PSPB itu adalah
282 agar murid mengenal bangsanya sendiri dengan lebih baik, dan mengambil pelajaran
dari sejarah tersebut. Oleh sebab itu, pelajaran sejarah tidak hanya dihapal, melainkan dibuat yang menarik agar bisa menumbuhkan semangat kebangsaan. Berikut ini
pendapat Husain Haikal mengenai munculnya PSPB: Materi baru itu menimbulkan kontroversi karena dinilai tumpang tindih
dengan pelajaran IPS, Sejarah Nasional, dan PMP yang kesemuanya bicara soal kepahlawanan nasional. Dan tentu pahlawan nasional disana lebih banyak
didominasi oleh orang-orang bersenjata, bukan oleh para pemikir yang juga menjadi founding fathers negeri ini. wawancara, 7 Juli 2011.
Fuad Hassan yang diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tanggal 30 Juli 1985 menggantikan Menteri Nugroho Notosusanto yang meninggal dunia tanggal 3 Juni 1985 dan selama masa kosong itu Menteri P dan K dijabat oleh
JB Sumarlin yang pada saat itu menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, mengakui adanya tumpang tindih antara PSPB, Sejarah Nasional, dan PMP.
Kepada Pers ia mengatakan: Terus terang saya katakan, saat ini terjadi tumpang tindih antara P4, PSPB,
PMP, dan Sejarah Nasional. Tumpang tindih tersebut akan mengakibatkan hilangnya waktu yang bisa dipakai untuk keperluan lain, atau mendesak mata
pelajaran lain. Masalah yang timbul kemudian adalah, bagaimana menjabarkan itu secara kurikuler agar tidak tumpang tindih, baik horisontal
maupun vertikal. Tumpang tindih horisantal adalah pemberian materi yang sama pada satu jenjang pendidikan. Jadi bahan yang sama terus diulang-ulang
pada empat pelajaran yang berlainan. Tumpang tindih vertikal adalah pemberian bahan atau materi yang sama pada jenjang yang tidak sama. Baik
pengulangan horisontal maupun vertikal mempunyai dampak yang kurang baik. Kompas, 209 1985 dalam Darmaningtyas, 2004: 74
Tampilnya Fuad Hassan menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sedikit mengurangi ketegangan antara sejarawan yang pro kekuasaan dan sejarawan
yang kritis, karena Menteri Fuad Hassan berupaya menggabungkan materi PSPB dengan materi Sejarah Nasional dan PMP itu merupakan bentuk jalan tengah yang
283 dapat ditempuh oleh Menteri Fuad Hassan untuk mengurangi kontroversi yang ada di
masyarakat Darmaningtyas, 2004: 74. Hasil wawancara dengan Ekram Pawiroputro menyatakan adanya
kecenderungan sebagai berikut: “Buku-buku teks wajib mata pelajaran PPKn dalam Kurikulum 1984, sangat
dominan materi P-4nya, peran BP-7 juga sangat menonjol. Secara substansial baik PMP maupun PPKn menjadikan P-4 sebagai materi pokoknya”.
wawancara, 20 Desember 2010.
Pokok-pokok bahasan buku teks wajib PPKn secara umum dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai gambaran dapat dilihat pada perbandingan dalam tabel
berikut ini: Tabel 41
Pokok Bahasan dalam Buku Teks Wajib PMP untuk SLTA
Kelas Bab Buku Teks PMP sebagai Pokok Bahasan
I I. Membina Kehidupan Berketuhanan Yang Maha Esa
II. Membina Persahabatan Antar Bangsa III. Menggalang Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
IV. Memupuk Semangat Proklamasi dan Nilai-nilai 45 V. Ujian dan Kesaktian Pancasila
VI. Kebangkitan Orde Baru VII. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
VIII.Sistem Pemerintahan di Indonesia IX. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
X. Mewujudkan Kemajuan yang Merata dan Kewajiban Sosial
II I. Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
II. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Asasi Manusia Menurut UUD 1945
III. Menggalang Persahabatan Antar Bangsa
284
IV. Pengamalan Sila Persatuan Indonesia V. Pengamalan Demokrasi Pancasila
VI. Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum VII. Pengamalan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia VIII. Teknologi dan Pembangunan
IX. Kelestarian Hidup Bangsa Indonesia
Sumber: Sofyan Aman, dkk. 1982. Pedoman Didaktik Metodik Pendidikan Moral Pancasila. Jakarta: PN Balai Pustaka. Halaman: 24-25.
f. PKn dalam Kurikulum 1994