135 Sebagai akibat dari lemahnya lembaga perwakilan tersebut, maka hampir
semua produk legislasi yang disahkan sebagai perwakilan berasal dari usulan pemerintah. Menurut Alfian peranan presiden atau pemerintah dalam mengambil
inisiatif mengajukan RUU amatlah dominan: ”Selama Orde Baru, dan bahkan selama ada DPR hasil Pemilu pada Orde
Baru tidak ada inisiatif usul RUU yang berasal dari kalangan DPR sehingga merisaukan berbagai kalangan dalam masyarakat”. Alfian, 1990: 48.
Pada umumnya DPR hanya melakukan perbaikan semantik tidak prinsip atas rancangan-rancangan yang disampaikan oleh pemerintah.
c. Pemerintah yang Dominan
Upaya teoritisasi politik Orde Baru yang dilakukan oleh para pakar menunjukkan kesamaan pandangan dalam satu hal bahwa: ”peranan pemerintah
dalam rezim Orde Baru sangatlah besar, intervensionis, dan berada di atas berbagai kelompok yang hidup di tengah masyarakat”. Dalam proses pembuatan keputusan
legislasi tampak dengan jelas betapa dominasi pemerintah bukan hanya dalam pengelolaan eksekutif, tetapi juga dalam kegiatan legislatif. Produk-produk MPR
hampir seluruhnya berasal dari sumbangan pemerintah, termasuk GBHN yang sangat penting itu. Paling tidak sampai dengan Sidang Umum MPR 1988 bahan-bahan
GBHN dihimpun oleh Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Wanhankamnas untuk kemudian disusun oleh tim dalam sistematika yang sudah hampir final. Kedua
”tim kerja” ini dibentuk oleh presiden. Sejak tampilnya anggota-anggota DPR hasil Pemilu 1971 semua produk
hukum yang berbentuk UU berasal dari rancangan yang diusulkan oleh pemerintah.
136 Perbedaan para sarjana dalam memandang realita kepolitikan Orde Baru pada
dasarnya terletak pada upaya identifikasi saja. Menurut Moh Mahfud MD: Sistem politik Orde Baru bukanlah sistem yang demokratis. Benedict
Anderson, Donald K Emerson, R. William Liddle, dan Yahya Muhaimin memandang kenyataan tersebut sebagai pemunculan kembali budaya
patrimonialisme dalam budaya Jawa. Ruth T. Mc.Vey dan Farchan Bulkin menyebutkan ”beamtenstaat” pascakolonial. Karl D Jackson menyebutnya
”bureucratic polity” sebagai identifikasi yang tepat. Dwight Y King juga menunjuk model ”bureaucratic authoritarian regime” yang berimplikasi pada
strategi korporatisme sebagai penjelasannya. Sedangkan Abdul Kadir Besar, yang didukung oleh Padmo Wahjono, memberikan pembenaran pada realita
kepolitikan Orde Baru dengan menunjukkan paham integralistik sebagai paham resmi yang dianut oleh UUD 1945. Dalam semua upaya teoritisasi itu
tersimpul bahwa kontestasi dan partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di luar birokrasi masih sangat lemah sehingga banyak sarjana, seperti Afan
Gaffar, mengualifikasikan juga sebagai ”sistem politik hegemoni. Moh Mahfud MD, 2010: 239.
d. Kebebasan Pers