94 pelajaran. Apakah dalam lingkup luas ataupun sempit, kurikulum membentuk desain
yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi, kesesuaian tersebut meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,
kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen dalam kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujun, proses sesuai dengan isi
dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mengetahui peta penelitian yang terkait dengan Pendidikan Kewarganegaraan, serta untuk menunjukkan keaslian dari penelitian ini, berikut ini
disampaikan kajian penelitian yang relevan. Pertama. Penelitian yang berjudul “Transformasi Gagasan Masyarakat
Kewargaan Civil Society Melalui Reformasi Pendidikan Kewarganegaraan”, dilakukan oleh Samsuri, tahun 2010. Penelitian ini dilakukan di Indonesia, untuk
menggali dan melacak seluruh proses dan produk pengembangan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menemukan upaya
kebijakan pendidikan nasional di Indonesia mentranformasikan gagasan masyarakat kewargaan melalui pengembangan dan implementasi Pendidikan Kewarganegaraan
pada pendidikan dasar dan menengah era reformasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa: 1 Gerakan reformasi telah
mempengaruhi gagasan konstruksi masyarakat kewargaan; 2 Kebijakan pendidikan sama sekali tidak bisa dipisahkan dari lingkungan politik yang melatarinya, sehingga
95 kebijakan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia sangat kuat dipengaruhi oleh
nilai-nilai dari sistem politik yang tengah berlangsung; 3 Transformasi gagasan masyarakat kewargaan demokratis yang dijabarkan dalam reformasi Pendidikan
Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menekankan kepada pembentukan kompetensi kewarganegaraan demokratis Samsuri, 2010: v.
Kedua. Penelitian yang berjudul “Melucuti Serdadu Sipil” Kajian tentang Militerisasi Pendidikan di Indonesia, dilakukan oleh tim peneliti dari Fisipol UGM
yang diketuai Purwo Santoso, tahun 2000. Hasil penelitian menemukan, militerisasi
pendidikan mengejawantah dalam berbagai tataran: aspek-aspek institusional, sistem nilai, dan metode. Penelitian ini memfokuskan diri pada persoalan Resimen
Mahasiswa Menwa, upacara bendera dan perpeloncoan. Sedang pada tataran sistem nilai diteliti persoalan seputar mata kuliah Kewiraan bagi mahasiswa dan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn bagi siswa sekolah dasar dan menengah Purwo Santoso, 2000: 14.
Penelitian menemukan bahwa, dunia pendidikan merupakan arena strategis untuk mereproduksi militerisme. Pendidikan, dalam kajian ini dimaknai sebagai
reproduksi nilai-nilai yang diharapkan menjadi pilar penyangga tegaknya institusi- institusi sosial. Dengan disisipkannya militerisme dalam proses pendidikan, maka
kesadaran akan adanya militerisme justru tidak terlihat. Dengan demikian maka sesungguhnya masyarakat telah sampai pada tahap melakukan praktek-praktek
militerisme tanpa menyadarinya. Hasil penelitian merekomendasikan bahwa, upaya pengembangan wacana
demiliterisme di dunia pendidikan mempunyai makna yang penting dan strategis.
96 Langkah pertama yang dapat dilakukan tentu saja adalah memetakan wacana
demiliterisme yang berkembang di dunia pendidikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan monitoring secara komprehensif terhadap isu meliterime
tersebut. Monitoring dalam rangka itu dilakukan dengan memfokuskan pada lima item, yaitu Resimen Mahasiswa atau Menwa aspek kelembagaan, mata kuliah
Kewiraan untuk
kalangan mahasiswa
serta Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan untuk kalangan siswa sekolah menengah aspek materi serta upacara bendera dan perploncoan aspek metode.
Ketiga. Penelitian tentang Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Model Project Citizen, dilakukan oleh Nancy Haas tahun 2001. Dalam
Model Project Citizen, program pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan dirancang untuk siswa-siswa di sekolah menengah dari kelas enam hingga kelas sembilan yang
memperkenalkan siswa
dengan lapangan
kebijakan publik.
Model ini
memperkenalkan siswa dengan persoalan peran pemerintah dalam kebijakan publik. Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi membuat
siswa belajar peran dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara dalam proses pembuatan dan implementasi kebijakan publik tersebut Haas, 2001: 168.
Melalui model ini para siswa bukan hanya diajak untuk memahami konsep dan prinsip keilmuan, namun dikembangkan kemampuannya untuk bekerja secara
kooperatif menyelesaikan masalah melalui kegiatan belajar praktik-empirik. Model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan Project Citizen pertama kali
digunakan di California pada tahun 1992 dan kemudian dikembangkan menjadi satu program nasional oleh Center for Civic Education CCE dan Konferensi Nasional
97 Badan Pembuat Undang-Undang Negara pada tahun 1995. Project Citizen adalah
satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan,
kecakapan, dan
watak kewarganegaraan
demokratis yang
memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil. Program ini mendorong para siswa untuk terlibat secara aktif dengan
organisasi-organisasi pemerintah dan masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di sekolah atau di masyarakat guna mengasah kecerdasan sosial dan
intelektual yang penting bagi kewarganegaraan demokratis yang bertanggung jawab. Model ini telah diadopsi di berbagai negara seperti Albania, Argentina, Brazil,
Cina, Kolumbia, Kroasia, Republik Ceko, Republik Dominika, Hongaria, Irlandia, Israel, Yordania, Kazakhstan, Kosovo, Latvia, Libanon, Macedonia, Meksiko,
Mongolia, Nikaragua, Nigeria, Oman, Palestina, Polandia, Rumania, Rusia, Uruguay dan Indonesia. Di masing-masing negara yang mengadopsi, paket belajar yang
dikembangkan oleh CCE ini diterjemahkan ke dalam bahasa nasionalnya masing- masing dengan adaptasi sebagian dari isinya sesuai dengan konteks masing-masing
negara tersebut. Seperti dilaporkan oleh masing-masing anggota delegasi negara tersebut dalam ”Summer Seminar International Civic Education Program di
Palermo, Italia, 17-22 Juni 1999. Paket tersebut ternyata bisa diterapkan dan mendapat sambutan yang luas baik dari dunia persekolahan maupun pemerintah
masing-masing negara, dan pada masing-masing negara tersebut kini siap memasuki tahap desiminasi yang lebih luas lagi. Fenomena tersebut dapat dipahami karena
memang sifat generik dari paket ”Project Citizen” yang dikembangkan dari model pendekatan berpikir kritis atau reflektif sebagaimana dirintis oleh John Dewey
98 dengan paradigma ”How We Think” atau model ”Reflective Inquiry”Dasim
Budimansyah, 2009: 10. Untuk Indonesia, model ini telah diadaptasi menjadi model ”Praktik Belajar
Kewarganegaraan, Kami Bangsa Indonesia” PKKBI yang diujicobakan oleh Center for Indonesian Civic Education CICED bekerjasama dengan Center for Civic
Education CCE, Calabasas, USA dan Kanwil Depdikbud Jawa Barat pada bulan Juli 2000-Januari 2001 di enam SMP Negeri di sekitar Bandung. Kemudian PKKBI
juga secara nasional dirintis penerapannya oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah melalui Proyek Pendidikan Kewarganegaraan dan Budi Pekerti di 70
SMP dan SMA yang tersebar di 15 propinsi tahun 2001-2002, dan melalui program kerjasama Depdiknas dengan Center for Civic Education Indonesia CCEI
diujicobakan pada 250 SMP yang tersebar di 12 propinsi pada tahun 2002. Dalam kurun waktu 4 tahun berikutnya 2003-2006 kegiatan rintisan menjangkau 64
kabupatenkota dengan cakupan 512 SD, 512 SMP, dan 512 SMA. Dengan demikian dalam kurun waktu 6 tahun, 2001-2006 rintisan telah menjangkau 1.786 sekolah
SD, SMP, dan SMA. Yang masih perlu digali adalah seberapa tinggi tingkat keberlanjutan dan rintisan tersebut. Dasim Budimansyah, 2009: 12.
Keempat. Penelitian yang terkait dengan pendidikan moral pernah dilakukan
oleh Wolfgang Althof, Berkowitz dan Marvin di Amerika tahun 2006. Penelitian mereka berjudul: Moral Education and Character Education: Their Relationship
and Roles in Citizenship Education dalam Journal of Moral Education, volume 35, Desember 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran sekolah dalam
99 membantu perkembangan moral warga negara perlu difokuskan pada pengembangan
moral yang lebih luas.
Kelima. Masih terkait dengan pendidikan moral adalah penelitian yang dilakukan oleh suatu lembaga di Amerika Serikat The What Works Clearinghouse
WWC yang mengidentifikasi program-program pendidikan untuk mengembangkan karakter siswa dengan mengajarkan nilai-nilai inti core values.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat bukti yang meyakinkan mengenai pengaruh intervensi pendidikan karakter terhadap perilaku, pengetahuan,
sikap dan nilai, serta prestasi akademik. Menurut Tom Lickona, Eric Schaps dan
Catherine Lewis, ada 11 prinsip pendidikan moral karakter yang efektif. Prinsip- prinsip tersebut, yaitu:
1 Promotes core ethical values as the basis of good character. 2 Defines “character” comprehensively to include thinking, feeling, and behavior. 3
Uses a comprehensive, intentional, proactive, and effective approach to character development. 4 Create a caring school community. 5 Provides
students with opportunities for moral action. 6 Includes a meaningful and challenging academic curriculum that respects all learners, develops their
character, and help them to succeed. 7 Strives to foster students’ self- motivation; 8 Engages the school staff as a learning and moral community
that shares responsibility for character education and attempts to adhere to the some core values that guide the education of students. 9 Fosters shared moral
leadership and long-range support of the character education initiative. 10 Engages families and community members as partners in the character-building
effort. 11 Evaluates the character of the school, the school staff’s functioning as character educators, and the extent to which students manifest good
character Lickona, 2003: 2-5.
Sejauh ini penelitian yang terkait Pendidikan Kewarganegaraan lebih banyak bersifat evaluasi praktis, serta kajiannya lebih dari sisi proses belajar mengajar, dan
sistem evaluasinya. Kajian dari sudut politik pendidikan belum banyak dilakukan.
100 Bahkan kajian politik pendidikan merupakan sesuatu yang masih langka di Indonesia.
Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengisi kelangkaan tersebut. Penelitian ini hendak mengkaji, ”Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan
pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah: Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Penelitian ini
bersifat
deskriptif-historis untuk memahami dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada pendidikan dasar dan menengah.
Oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan, agar berkontribusi pada pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
khususnya, dan pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya. Penelitian
Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup tiga rezim yakni Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi sepengetahuan peneliti belum ada yang melakukan oleh
karena itu penelitian ini akan mengisi kekosongan tersebut. Penelitian ini berusaha: 1 Memberikan kontribusi terhadap pengembangan
teori pendidikan yang terkait dengan Pendidikan Kewarganegaraan yang tepat bagi Indonesia, yang selama ini masih sangat dipengaruhi oleh kepentingan rezim yang
sedang berkuasa; 2 Memperkuat kajian tentang politik pendidikan yang relatif masih langka dan belum banyak diminati di Indonesia. 3 Penelitian ini juga
diharapkan dapat merangsang penelitian lain untuk dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia.
101
C. Kerangka Pikir Penelitian