82
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
masalah peralatan dan kebocoran pipa salur, serta kejadian alam seperti hujan lebat yang
menyebabkan pengentalan minyakcongeal dan gangguan petir yang menyebabkan
power tripped b Berakhirnya kontrak penjualan LNG Arun ke
Kogas dimana menyebabkan pengurangan produksi gas dari ExxonMobil Oil yang
menyebabkan produksi kondensat ikut berkurang
c Kendala subsurfacereservoir
d Faktor non teknis yang antara lain meliputi tumpang tindih lahan, kendala perijinan a.l.
ijin lokasi untuk pemboran, kendala sosial pemblokiran jalanlokasi, faktor keamanan
dan pencurian Berdasarkan kondisi produksi tahun 2014, pada
tahun 2015 produksi minyak bumi diperkirakan
Gambar 5.10 Graik Perkembangan Lifting Minyak Bumi 2010 - 2014 Tabel 5.11 Lifting Minyak Bumi Tahun 2014 Des’13 – Nov’14
NO. KONTRAKTOR
APBNP 2014 MBOPD
REALISASI
2
MBOPD
1. CHEVRON PACIFIC INDONESIA - ROKAN + SIAK
304,15 302.13
2. PT PERTAMINA EP
127,42
115.64
3. TOTAL EP INDONESIE
66,86
67.18
4. PERTAMINA HULU ENERGY - N.W. JAVA SEA
39,79
39.94
5. CNOOC S.E.S, LTD.
34,08
33.27
6. CONOCOPHILLIPS INDONESIA INC. LTD.
27,09
28.47
7. MOBIL CEPU LTD.
31,88 29.81
8. PERTAMINA HULU ENERGY - WEST MADURA
22,75 20.89
9. CHEVRON INDONESIA COMPANY
19,91 18.84
10. PETROCHINA INTER. JABUNG LTD.
14,96 15.18
11. BOB - PT. BSP PERTAMINA HULU
14,60 13.74
12. PT. MEDCO EP IND. - BARISAN RIMAU
12,56
12.18
13. VICO INDONESIA – SANGA–SANGA
12,97
12.89
14. KKS Lainnya
88,97
83.41 TOTAL
818,00
793.57
e Desember 2013 November 2014
Period e Desember 2013 – November 2014
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
sebesar 849 MBOPD, dengan mengupayakan percepatan pengembangan lapangan migas baru.
Beberapa langkah strategis untuk mencapai target realistis produksi minyak bumi tahun 2015, antara
lain adalah: •
Optimasi produksi pada lapangan eksisting antara lain melalui inill drilling dan workover.
• Penerapan Enhanced Oil Recovery EOR pada
lapangan-lapangan minyak yang berpotensi. •
Percepatan produksi dari pengembangan lapangan-lapangan baru seperti lapangan
Kepodang Petronas Carigali Muriah Ltd., Bukit Tua Petronas Carigali Ketapang II Ltd.
dan Banyu Urip MCL. •
Percepatan pengembangan struktur idle di PT Pertamina EP.
• Peningkatan kehandalan fasilitas produksi
untuk mengurangi gangguan produksi mengingat mayoritas fasilitas produksi
eksisiting merupakan fasilitas yang sudah cukup tua.
• Peningkatan koordinasi dengan instansi
terkait dalam rangka percepatan penyelesaian permasalahan yang berkaitan
dengan perijinan, tumpang tindih dan pembebasan lahan, serta keamanan.
2. Produksi Gas Bumi
Realisasi produksilifting gas bumi pada tahun 2014 sebesar 1.221,11 MBOEPD atau 99,76
Tabel 5.12 Prognosa dan Realisasi Gas Bumi Tahun 2010 - 2014 Gambar 5.11 Graik Realisasi Produksi, Lifting dan Stok Minyak Bumi Tahun 2014
• •
•
• •
•
Tahun Gas Bumi MBOPD
Prognosa Realisasi
2010 1,337.59
1,321.16 98,77
2011 1,339.48
1,251.57 94,70
2012 1,364.66
1,253.26 91.84
2013 1,237.06
1,228.49 99.31
2014 1224.00
1221.11 99.76
84
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Gambar 5.12 Graik Perkembangan Lifting Gas Bumi 2010 - 2014 Tabel 5.13 Lifting Gas Bumi Tahun 2014 Des’13 – Nov’14
NO. KONTRAKTOR
APBNP 2014 MBOEPD
REALISASI 2014
2
MBOEPD
1. TOTAL EP INDONESIE
283,06
274
2. BP Berau
169,24
173
3. ConocoPhillips Grissik Ltd
170,05
165
4. PERTAMINA
150,89 146
5. VICO Ind.
57,16 39
6. ConocoPhillips Ind. Ltd.
52,01
76
7. Kangean Energy Ind. Ltd
45,77
48
8. PetroChina Int. Jabung Ltd.
25,16
38
9. Premier Oil Natuna Sea B.V
35,98
40
10. PHE - ONWJ
32,11 31
12. KKKS Lainnya
202.57 191
TOTAL 1.224
1.221
• •
• •
Period e Desember 2013 – November 2014
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
Beberapa langkah strategis untuk mencapai target realistis produksi gas bumi tahun 2015, antara lain
adalah: •
Optimasi produksi pada lapangan eksisting antara lain melalui inill drilling dan workover.
• Percepatan produksi dari pengembangan
lapangan-lapangan baru seperti lapangan Kepodang Petronas Carigali Muriah Ltd. dan
Bukit Tua Petronas Carigali Ketapang II Ltd.. •
Peningkatan kehandalan fasilitas produksi untuk mengurangi gangguan produksi
mengingat mayoritas fasilitas produksi eksisiting merupakan fasilitas yang sudah
cukup tua. •
Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka percepatan
penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan perijinan, tumpang tindih dan
pembebasan lahan, serta keamanan. Cadangan gas bumi status 1 Januari 2013
adalah sebesar 150,391 TSCF. Cadangan tersebut mengalami penurunan sebesar -0,308 TSCF
-0,20 dibandingkan status 1 Januari 2012 sebesar 150,699 TSCF. Penurunan cadangan terjadi
pada KKKS seperti UBEP Jambi, Total Indonesie, Chevron Ind.Inc., BP Muturi NBV, BP Berau LTD.,
Hess Pangkah Limited, Elnusa Bangkanai, Kangean Energy Ind., VICO, ENI, PHE ONWJ.
3. Coal Bed Methane
Sampai dengan akhir tahun 2013 masih dalam dibandingkan target sebesar 1.224 MBOEPD.
Realisasi tahun ini menurun sebesar 0,6 jika dibandingkan dengan realisasi produksilifting
tahun 2013 yang sebesar 1.228,49 MBOEPD, dan apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2010
yang sebesar 1.321,16 MBOEPD maka terdapat penurunan signiikan sebesar 7,57. Berikut
prognosa dan realisasi gas bumi tahun 2010 – 2014:
Belum maksimalnya pencapaian target produksi gas bumi tersebut antara lain disebabkan oleh
beberapa kendala sebagai berikut: a Gangguan produksi yang disebabkan oleh
adanya faktor teknis seperti permasalahan pada pipa dan kompresor, serta faktor alam
seperti gangguan petir yang menyebabkan power tripped
b Berakhirnya kontrak penjualan LNG Arun ke Kogas dimana menyebabkan pengurangan
produksi gas dari ExxonMobil Oil. c Kendala subsurfacereservoir
d Faktor non teknis: tumpang tindih lahan, kendala perijinan a.l. ijin lokasi untuk
pemboran, kendala sosial pemblokiran jalanlokasi, faktor keamanan dan pencurian
Berdasarkan kondisi produksi tahun 2014, pada tahun 2015 produksi gas bumi diperkirakan
sebesar 1.177 MBOEPD target lifting gas bumi 2015, dengan mengupayakan percepatan
pengembangan lapangan gas bumi baru.
aran puan
estik oleh
ang 2B,
ini oduksi
1 juta ahun
ubara
Gambar 5.13 Graik Produksi Batubara Tahun 2014
86
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
tahap pengembangan dan belum berproduksi.
4. Produksi Batubara
PPencapaian sasaran meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik sangat ditentukan
oleh ketersediaan batubara yang dihasilkan dari produksi PKP2B, PTBA dan IUP yang saat ini ada.
Dari rencana produksi antara 386 juta ton – 421 juta ton, sampai dengan akhir Tahun 2014 realisasi
produksi batubara sudah mencapai 458 juta ton atau realisasi capaiannya 108,79 terhadap target
tahun 2014 sebesar 421 juta ton. Kalau dilihat data realisasi produksi batubara
periode 5 tahun terakhir 2010-2014, maka ada kecenderungan adanya trend positif pertumbuhan
rata-rata produksi batubara sebesar 12,8 tahun, hal ini berimplikasi pada peningkatan
perekonomian nasional. Batubara saat ini masih diperlakukan sebagai komoditi, artinya sebagai
sumber Pendapatan Negara State Revenue, sehingga peningkatan produksi akan berimbas
pada kenaikan besaran Penerimaan Negara. Produksi nasional batubara berasal dari
pencatatan produksi perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PKP2B,
PT Bukit Asam PTBA yang merupakan IUP BUMN serta produksi dari IUP yang izinnya diterbitkan
oleh Pemerintah Daerah ProvinsiKabupaten Kota.
5. Pasokan Batubara Untuk Kebutuhan Dalam
Negeri
DSelain peran batubara sebagai komoditi, batubara juga memiliki peran sebagai salah satu
jenis energi primer yang diprioritaskan untuk pasokan bagi kebutuhan domestik.Pasokan
batubara untuk domestik memiliki korelasi ketahanan energi nasional untuk mendukung
pembangunan nasional.Pasokan batubara untuk sumber energi domestik perlu dipenuhi dan
dijaga supaya tidak terjadi kelangkaan batubara. Domestic Market Obligation DMO batubara
adalah kewajiban pemasokan batubara untuk kebutuhan pemakai batubara di dalam negeri.
DMO batubara dikenakan kepada badan usaha pertambangan batubara di Indonesia, dalam
rangka mengamankan penyediaan batubara dalam negeri.
Dalam pelaksanaan kebijakan DMO batubara, produsen batubara diwajibkan menjual sejumlah
tertentu batubara yang diproduksikannya ke
Gambar 5.14 Graik Produksi Batubara Nasional Periode 2010 – 2014
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
dalam negeri, yang selanjutnya disebut sebagai kuota DMO batubara. Penentuan besarnya
kuota DMO batubara dilakukan setiap tahun berdasarkan jumlah kebutuhan batubara dan
tingkat produksi batubara pada tahun yang bersangkutan. Berdasarkan Keputusan Menteri
ESDM No.2901.K30MEM2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal
Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2014 maka untuk DMO tahun 2014 sebesar 95,5
juta ton atau sekitar 22,68 dari total produksi batubara sebesar 421 juta.
Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasinya sebesar 76 juta ton atau 79,53 dari target DMO
sebesar 95,5 juta ton yang dikontribusikan dari 50 lima puluh perusahaan pemegang Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PKP2B, 1 satu perusahaan Badan Usaha Milik
Negara; dan 34 tiga puluh empat perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan batubara.
Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan tidak terealisasinya target capaian sasaran strategis
meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik disebabkan kebutuhan batubara PLN
menurun akibat mundurnya jadwal Commercial On Date COD dari PLTU 10.000 MW dan terjadi
kenaikanpenurunan produksi dari Badan Usaha Pertambangan Batubara khususnya Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PKP2B. Selanjutnya, secara spesiik yang menjadi
hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan DMO 2014, yaitu:
a. Belum ditetapkan mekanisme adjusment
pada tahun berjalan sebelum bulan Desember bila produksikebutuhan
batubara domestik naik atau turun. b.
Sanksi untuk pemakai domestik tidak dapat diterapkan.
Untuk mengatasi hambatan dan permasalahan tersebut diatas langkah antisipasi yang diambil
oleh Ditjen Minerba adalah sebagai berikut:
•
Adanya revisi Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 yang mengatur, sebagai berikut:
•
Adjusment pada tahun berjalan jika terjadi perubahan produksi danatau
kebutuhandomestik;
•
Perbaikan sistem transfer kuota;
•
Aturan teknis mekanisme pengenaan sanksi.
•
Adanya kajian DMO untuk Badan Usaha Pertambangan Batubara yang dapat
memasok batubara sesuai kualitas batubara yang diperlukan di dalam Negeri;
•
Sanksi bagi pemakai domestik tidak dengan
Tabel 5.14 DMO Tahun 2014 sesuai Kepmen ESDM No.2901.K30MEM2013
No Perusahaan
Tonase Juta Ton
GCV GAR 1.
PLTU a. PT. PLN Persero
57,40 60,08
4.000 - 6.200 b. IPP
19,91 20,84
4.000 - 5.300 c. PLTU Non PT PLN Persero dan IPP
1,39 1,45
5,000 – 5.800 2.
Semen 9,80
10,26 4.200 – 6.300
3. Metalurgi
3,23 3,38
5.000 – 8.300 4.
Tekstil, Pupuk dan Pulp b.Tekstil dan Produk Tekstil
2,06 2,15
4.200 - 5.600 c. Pupuk
1,16 1,21
4.200 d. Pulp
0,60 0,63
4.500 - 5.500 TOTAL
95,55 100.00
88
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
pengurangan alokasi pasokan;
•
Pertemuan rutin dengan pihak buyer pembeli batubara domestik khususnya PLN
•
Meminta masukan dari pihak terkait guna perbaikan mekanisme DMO;
•
Meningkatkan demand domestik dengan cara memperbanyak PLTU Mulut Tambang,
Gasiikasi dan Pencairan Batubara.
6. Produksi Mineral
Indonesia telah lama dikenal dunia sebagai negara penghasil timah, nikel, bauksit, tembaga, emas dan
perak. Produksi Mineral di Indonesia dikelola oleh beberapa perusahaan besar, seperti: PT. Freeport
Indonesia yang menghasilkan tembaga, emas dan perak; PT Antam, Tbk yang menghasilkan bijih
nikel, emas dan perak; PT Timah, Tbk menghasilkan timah; dan PT. Inco, Tbk menghasilkan nikel mate.
Penyusunan rencana produksi mineral oleh suatu perusahaan perlu mendapat perhatian
dan telaahan dikaitkan dengan kepentingan nasional berupa terjaminnya pasokan untuk
kebutuhan dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dan cadangan
layak tambang, intensitas kegiatan eksplorasi yang akan menambah jumlah cadangan layak
tambang dan memperpanjang masa operasi, kualitas dan kuantitas produk, cut of grade,
hargapermintaan pasar, keuntungan yang akan diperoleh, konservasi bahan galian, legal aspek
berupa tingkat produksi yang sesuai dengan dokumen Studi Kelayakan dan Amdal yang
disetujui, disamping memptenaGertimbangkan hambatan–hambatan pengusahaan. Penyusunan
Rencana Produksi Mineral perlu dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan produksi mineral
dan batubara nasional sehingga dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan
perencanaan produksi serta optimalisasi produksi dan pemanfaatan suatu kegiatan pengusahaan
bahan galian mineral. Produksi mineral tahun 2014 yaitu mencapai 586,3
Juta ton, belum mencapai dari jumlah produksi mineral yang ditargetkan yaitu sebesar 825,5 Juta
ton atau capaian kinerja sebesar 71,02.
7. Produksi BBM
Terkait jaminan pasokan bahan baku minyak
Gambar 5.15 Graik Supply Demand BBM di Indonesia
− −
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
mentah untuk kilang BBM dalam negeri, kendala utama dalam pencapaian indikator prosentase
jaminan pasokan bahan baku adalah bahwa secara alamiah pasokan crude dari lapangan
minyak domestik terus menurun dan penemuan cadangan baru seperti dari lapangan Banyu
Urip yang dipasok ke kilang dalam negeri belum optimal berproduksi tahun 2014.
Jumlah minyak mentah domestik tidak termasuk kondensat yang masuk kilang minyak sampai
dengan bulan Juli tahun 2014 adalah 133,5 juta barel data unaudited, dengan jumlah total minyak
mentah domestic dan impor tidak termasuk kondensat dan bahan baku lainnya 207 juta barel.
Minyak mentah domestik yang digunakan antara lain dari jenis minyak SLC Minas, Duri Widuri,
Arjuna, Attaka, Belanak, Geragai, dan Banyu Urip. Sedangkan minyak mentah impor yang masuk
kilang antara lain ALC, Bonny Light, Azeri, Saharan, Qua Iboe, dan Escravos Light. Kilang yang dapat
mengolah crude impor di Indonesia kilang RU IV Cilacap dan kilang RU V Balikpapan, sedangkan
kilang-kilang minyak lainnya memang dari sejak awal didesain untuk hanya dapat mengolah crude
domestik. Kilang RU IV Cilacap sudah sejak awal memang
didesain untuk mengolah heavy crude yang berasal dari Timur Tengah, sedangkan kilang
RU V Balikpapan semula menggunakan crude domestik yang berasal dari sekitar Kalimantan
Timur, namun semenjak produksinya menipis, kilang RU V Balikpapan mulai dapat mengolah
crude yang berasal dari impor hasil blending di Terminal Lawe-lawe sehingga didapatkan hasil
blending crude yang mendekati desain awal kilang. Tercatat peningkatan penggunaan crude
impor di RU V Balikpapan yang saat ini mencapai 45 dari kapasitas kilang 260 mbcd cukup
mempengaruhi presentase penggunaan crude domestik dan crude impor yang diolah di kilang
minyak dalam negeri. Untuk tahun ini sampai dengan Bulan Agustus
2014, persentase pasokan bahan baku minyak mentah domestik yang diolah di kilang BBM
dalam negeri adalah sebesar 65.35 dan minyak mentah import adalah 34.65. Terkait jaminan
Gambar 5.16 Perkembangan Kapasitas Kilang Minyak Indonesi
90
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
pasokan BBM dari kilang dalam negeri, dengan semakin tingginya tingkat konsumsi BBM
sementara pasokan BBM dari kilang cenderung tetap dikarenakan tidak adanya pembangunan
fasiltas kilang BBM di Indonesia sejak tahun 1994 dan belum dilakukannya proyek Reining
Development Masterplan Project PT Pertamina Persero, maka persentase pasokan BBM dari
kilang domestik sampai bulan Agustus 2014 hanya sebesar 37.49 dari total konsumsi BBM nasional
tahun 2014. Sebagai gambaran, konsumsi BBM PSO Premium, Kerosene, Solar pada tahun 2012
sebesar 46,36 juta KL, pada tahun 2013 meningkat menjadi 46,75 juta KL Ppada tahun 2014.
Selisih pasokan tersebut akhirnya dipenuhi oleh impor BBM yang dilakukan oleh Pertamina
maupun impor BBM oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga. Jumlah impor BBM yang semakin
hari semakin meningkat akan berakibat pada menurunnya kemampuan pasok BBM dari kilang
dalam negeri. Dari kapasitas kilang minyak sebesar 1.157,1 MBCD, sampai dengan bulan Agustus
tahun 2014 dihasilkan Bahan Bakar Minyak BBM sebesar 26,38 juta KL, hal ini tentunya tidak
sebanding dengan konsumsi BBM yang mencapai 70,37 juta KL sehingga kekurangannya harus
dipenuhi dari impor. Beberapa kendala operasi yang dialami oleh kilang
minyak antara lain: • Kilang TPPI hanya beroperasi pada bulan
Januari 2014, selebihnya tidak dapat beroperasi karena faktor non teknis.
• Pasokan crude dari lapangan minyak domestik terus menurun dan penemuan cadangan
baru seperti dari lapangan Banyu Urip yang dipasok ke kilang dalam negeri belum
optimal. Perkembangan kilang di Indonesia tidak
mengalami kemajuan semenjak RU IV Balongan beroperasi pada tahun 1994. Mulai saat itu, tidak
ada lagi penambahan fasilitas kilang baru milik Pertamina. Tercatat ada 2 kilang milik swasta yang
beroperasi di tahun 2014, yaitu kilang milik PT Tri Wahana Universal TWU dan PT Trans Paciic
Petrochemical Indotama TPPI di Jawa Timur. PT Tri Wahana Universal TWU yang semula hanya
mempunyai 1 Train dengan kapasitas 6 MBCD telah menambah 1 train lagi dengan kapasitas 10 MBCD
yang mulai beroperasi pada pertengahan 2014.
Gambar 5.17. Graik Supply – Demand BBM dan Rencana Pembangunan Kilang
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
Baik Train 1 atau Train 2 PT TWU menggunakan sumber crude Banyu Urip yang diproduksi PT
Exxon Mobile Cepu Limited EMCL. Sedangkan penambahan kilang baru oleh
Pertamina yang direncanakan akan dibangun adalah Kilang Balongan II dan Kilang Tuban Jawa
Timur. Pengembangan kilang existing akan dilakukan melalui penambahan fasilitas RFCC di
RU IV Cilacap yang rencana target penyelesaian mechanical completion Bulan Maret 2015
dan target operasi di bulan Juni 2015, proyek Centralized Crude Terminal di RU V Balikpapan,
proyek Open Access dan Calciner di RU II Dumai dan proyek revamping FCCU RU III Plaju..
Pembangunan unit RFCC di RU IV cilacap dengan kapasitas 62 MBSD direncanakan akan
menghasilkan tambahan produksi 62.000 HOMC 92 25.000 – 35.000 bph, LPG, propilen, dan fuel
oil. Proyek ini direncanakan onstream pada tahun 2016.
Pembangunan kilang Balongan II dengan kapasitas 300 MBCD, PT Pertamina Persero akan
bekerjasama dengan Kuwait Petroleum Industry KPI, direncanakan beroperasi tahun 2018 saat
ini masih terkendala dengan proses pengajuan insentif yang diajukan pihak Kuwait Petroleum
Industry KPI. Status terakhir mengenai rencana pembangunan kilang Balongan II adalah telah
disepakati IOC partner yaitu SK Energy dan insentif yang diminta oleh KPI tidak semua dapat
dipenuhi oleh Kementerian Keuangan, saat ini sedang menunggu tanggapan balik dari pihak KPI
mengenai keputusan Kementerian Keuangan. Pembangunan kilang Tuban Jawa Timur dengan
kapasitas 300 MBCD, PT Pertamina Persero akan bekerjasama dengan Saudi Aramco, direncanakan
Tabel 5.15. Daftar Badan Usaha Pengolahan Hasil Olahan
NO NAMA BADAN USAHA
LOKASI KAPASITAS DISAIN
1 PT. PATRA SK
Dumai, Riau 25 ribu barelhari
unconverted oil 2
PT. PRIMERGY SOLUTION Gresik, Jatim
600 tonbulan pelumas bekas
3 PT. TAWU INTI BATI
Karawang, Jabar 48.000 tontahun pelumas
bekas 4
PT. PETROGAS JATIM UTAMA Lamongan, Jatim
500 tonbulan pelumas bekas
5 PT. ISANO LOPO INDUSTRI
Tangerang, Banten 2500 KLtahun pelumas
bekas 6
PT. TRI PUTRI ATARI Cilegon, Banten
120 KLhari pelumas bekas 7
PT. LAGUNA INDUSTRI NUSANTARA Tangerang, Banten
1500 KLbulan pelumas bekas
8 PT. MEGA GREEN TECHNOLOGY
Batam, Kepulauan Riau
1626 KLbulan pelumas Bekas
9 PT. BATAM SLOP AND SLUDGE
TREATMENT CENTRE Batam, Kepulauan
Riau 12000 tontahun pelumas
bekas
2010 2011
2012 2013
2014 por
622,0 127,0
390,5 243,7
285,1 Gas
828,7 580,6
828,5 824,2
833,5 ak
649,6 704,8
662,1 563,9
547,4 Total
772,1 440,0
881,1 631,8
666,0
92
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
beroperasi tahun 2018 saat ini masih terkendala dengan proses pengajuan insentif yang diajukan
pihak Saudi Aramco. Status terakhir mengenai rencana pembangunan kilang Jawa Timur adalah
saat ini dalam tahap studi tentang Market di Jatim, kajian Feasibility Study dan kajian mengenai
konigurasi kilang. Selain dari skema pengolahan minyak bumi
kondensat, BBM juga dihasilkan dari pengolahan hasil olahan, seperti dari pelumas bekas,
uncorverted oil atau sludge oil. Berikut daftar badan usaha pemegang izin usaha pengolahan
hasil olahan di Indonesia;
8. Produksi LPG
Kilang pengolahan gas di Indonesia terbagi menjadi proses pengolahan LNG dan LPG. LPG
dapat dihasilkan dari kilang minyak maupun kilang gas. Kilang LPG yang berbahan baku gas bumi
ada yang mengikuti pola hulu maupun pola hilir. Untuk kilang LPG pola hulu umumnya dimiliki oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKKS, sedangkan kilang LPG pola hilir dimiliki oleh Badan Usaha
yang telah memperoleh izin usaha pengolahan gas bumi yang diterbitkan oleh pemerintah. Tidak
ada peningkatan kapasitas kilang LPG pada tahun 2014 dikarenakan pada tahun 2014 tidak ada
kilang LPG yang terbangun Di tahun 2014, dari total kapasitas desain kilang
LPG yang eksisting sebesar 4,59 juta metrik ton, dengan produksi sebesar 2,38 juta metrik ton.
Sejak Indonesia menjalankan program konversi minyak tanah ke LPG pada tahun 2007, konsumsi
LPG dalam negeri melonjak drastis. Kebutuhan LPG untuk program tersebut pada tahun 2007 sebesar
0,033 juta Ton namun meningkat secara signiikan dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2014
diperkirakan meningkat menjadi sebesar 6,67 juta Ton termasuk non PSOindustri. Hal ini berakibat
target persen pemenuhan produksi LPG dari dalam negeri yang ditargetkan 50 diperkirakan
sampai dengan akhir tahun 2014 hanya tercapai sebesar 35,71.Selisih antara jumlah produksi dan
kebutuhan dipenuhi dari impor, yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat seiring berjalannya
program konversi mitan ke LPG.
Pembangunan Kilang Mini LPG
Melihat statistik supply demand kebutuhan akan LPG dari tahun ke tahun, dimana peningkatan
akan jumlah produksi tidak dapat mengimbangi peningkatan dari sisi konsumsi, sehingga
pemenuhan kekurangannya harus dipenuhi dari impor.
Tentunya dengan adanya impor ini mengakibatkan beban anggaran Pemerintah semakin besar
dan dapat menimbulkan ketergantungan dari pihak luar. Melihat kondisi yang ada, maka dirasa
Pemerintah perlu membangun infrastruktur pengolahan sehingga angka ketergantungan
impor dapat ditekan dan ketahanan energi dapat
Gambar 5.18. Graik Total Produksi LPG untuk Kebutuhan Dalam Negeri
2010 2011
2012 2013
2014 Impor
1.622,0 2.127,0
2.390,5 3.243,7
4.285,1 Kilang Gas
1.828,7 1.580,6
1.828,5 1.824,2
1.833,5 Kilang Minyak
649,6 704,8
662,1 563,9
547,4 Konsumsi Total
3.772,1 4.440,0
4.881,1 5.631,8
6.666,0 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
R ibu M
. Ton
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
Gambar 5.19. Kilang LPG dan LNG di Indonesia
Tabel 5.16 Time Schedule Pembangunan Kilang Mini
94
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
terwujud. Salah satunya adalah pembangunan kilang mini LPG di Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan. Sejak tahun 2010, Ditjen Migas telah menganggarkan pembangunan kilang mini LPG
yang dimulai dari pekerjaan FEED, UKLUPL, kajian kelembagaan dan di tahun 2012 pembebasan
lahan dan pengurusan perijinan. Di tahun 2012, telah dibebaskan lahan seluas
3,2 ha di desa Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dasar pemilihan lokasi adalah dekat
dengan sumber bahan baku yaitu Lapangan Jata yang berada di wilayah PT Medco EP Indonesia.
Selain itu, lokasi pembangunan kilang mini LPG telah mendapat persetujuan lokasi dari Bupati
Musi Banyuasin. Di tahun 2013, telah dipilih kontraktor EPC Kilang
Mini melalui proses tender dengan masa berlaku kontrak selama 15 bulan multiyears dengan
anggaran Rp 100 milyar. Sampai dengan akhir tahun 2013 diperkirakan progres pembangunan kilang
mini LPG hanya sebatas land preparation,detail engineering,serta pengadaan beberapa material
electrical dan instrument, mengingat waktu dimulainya pengerjaan dimulai pada bulan
Oktober 2013. Sampai dengan akhir tahun 2014, progress pembangunan kilang mini LPG sebesar
73,38 , keterlambatan ini dikarenakan adanya kendala teknis di pembangunan pondasi kilang
mini LPG. Berdasarkan data FEED tahun 2010 bahwa dalam pembangunan pondasi hanya
menggunakan pondasi tapak, sedangkan pada saat pembangunan dan masukan dari konsultan
pengawasan ternyata harus menggunakan pondasi tiang pancang. Selain itu faktor yang
mempengaruhi keterlambatan ini juga disebabkan oleh faktor cuaca disekitar lokasi dimana pengaruh
curah hujan mengakibatkan kondisi disekitar lokasi pembangunan menjadi tergenang air.
Dikarenakan hal teknis diatas, maka saat ini sedang dalam proses permintaan perpanjangan
izin multiyears pembangunan kilang mini LPG tersebut. Sebagai salah satu syarat perpanjangan
izin multiyears telah didapat rekomendasi perpanjangan izin multiyears dari BPKP selaku
pihak yang berwenang untuk melakukan audit teknis.
9. Produksi LNG
Produksi LNG pada tahun 2014 sebesar 18,19 MMTPA lebih renndah dari target sebesar 23,15
MMTPA sehingga capaian tahun 2014 hanya mencapai 78,57. Produksi LNG pada tahun
2014 terdiri dari Kilang Arun PT Arun sebesar 0,4 MMTPA, Kilang Bontang PT Badak sebesar 10,08
MMTPA, dan Kilang Tangguh BP sebesar 7,71 MMTPA.
Killang LNG ada yang mengikuti pola hulu dan ada pula yang mengikuti pola hilir. Yang termasuk
Gambar 5.20. Graik Produksi LNG Nasional
2010 2011
2012 2013
2014 Arun PT. Arun
1.908,45 1.172,44
886,90 696,21
400,94 Bontang PT. Badak
16.323,20 14.404,84
11.654,76 10982,27
10076,70 Tangguh BP
5.952,73 6.394,27
6.917,15 7571,51
7708,76 Total
24.184,38 21.971,55
19.458,81 19.250,00
18186,39
0,00 5.000,00
10.000,00 15.000,00
20.000,00
R ibu M
e tr
ik Ton
2010-2014
Untuk Kesejahteraan Rakyat
AK UNT
ABILIT AS KINERJA
kilang LNG pola hulu adalah kilang PT Arun di NAD, 12,85 MMTPA, kilang PT Badak di Bontang,
Kaltim, 21,64 MMTPA dan kilang LNG BP di Tangguh, 7,6 MMTPA. Sedangkan yang termasuk
kilang LNG pola hilir adalah milik PT Donggi Senoro LNG di Sulawesi Tengah, 2 MMTPA.
. Tidak ada peningkatan kapasitas kilang LNG pada
tahun 2014 dikarenakan pada tahun 2014 tidak ada kilang LNG yang terbangun, begitu juga untuk
kilang LNG yang selama enam tahun terakhir tidak ada peningkatan kapasitas.
Sasaran 2. Meningkatnya kemampuan pasokan bahan baku untuk domestik
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui pencapaian 1 indikator kinerja sasaran yang
dikembangkan dari indikator kinerja programkegiatan rencana kinerja tahun 2014. Indikator kinerja sasaran
beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam tabel 5.17 berikut:
Realisasi persentase pemenuhan kebutuhan bahan baku pupuk dan petrokimia pada tahun 2014 sebesar
91 dari target 90 atau capaiannya sebesar 101. Jumlah kontrak pada tahun 2014 sebanyak 638,8
BBTUD, namun terealisasi 621,4 BBTUD. Upaya Pemerintah dalam mendukung ketahanan
pangan melalui penongkatan penyediaan pupuk tidak dapat terlepas dari pemenuhan gas bumi
sebagai bahan baku pupuk tersebut. Pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan gas bumi untuk
pemenuhan industri pupuk baik untuk pabrik pupuk yang sudah ada existing maupun untuk pabrik pupuk
revitalisasi. Kebutuhan gas bumi untuk pabrik pupuk adalah sebagai berikut.
Gambar 5.21 Graik Realisasi Penyaluran Gas Pipa untuk Pupuk Tahun 2010 - 2014 Tabel 5.17
Indikator Kinerja Sasaran 2
No. Indikator Kinerja
Satuan Target Realisasi
2014 Realisasi
2013 Capaian
1. Persentase pemenuhan kebutuhan
bahan baku pupuk dan petrokimia 90
91 95
101
666.2 657.1
663.8 742.7
735.8 782.4
621.4 683.8
78.9 46.6