14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan produksi mengalami keterlambatan. Di samping itu, terjadi kehilangan
potensi produksi akibat penghentian produksi yang direncanakan maupun tidak direncanakan unplanned
shut-down.
2.3.2. Sasaran Pembangunan Nasional
Persoalan dan dimensi pembangunan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia selalu berubah dan makin
kompleks. Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak, sedangkan
kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Oleh sebab itu Pemerintah
harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak
terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas. Dalam menentukan pilihan tersebut,
pemerintah bersikap realistis, dengan tidak membuat sasaran-sasaran yang sejak semula disadari tidak bisa
dipenuhi. Pengalaman selama periode 2004-2009 menjadi
modal utama dalam menyusun agenda dan strategi pembangunan ini. Sejumlah indikator digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembangunan. Banyak faktor yang bersifat eksogen di luar kendali
pemerintah akan mempengaruhi capaian tersebut. Faktor eksogen, dapat mempermudah pencapaian
atau sebaliknya ia dapat pula menyebabkan sasaran yang ingin dicapai tidak terpenuhi atau hanya
terpenuhi sebagian. Misalnya, kenaikan harga komoditas energi dapat mempunyai dampak positif
terhadap pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi mengingat Indonesia masih tergolong sebagai negara
produsen dan pengekspor energi neto. Sebaliknya, bencana alam seperti gelombang panas El Nino seperti
yang terjadi sebelum krisis ekonomi tahun 1997 dapat menghambat upaya peningkatan produksi pangan
dan berperan terhadap kenaikan tingkat kemiskinan pada saat itu. Meskipun kemungkinan terjadinya faktor
eksogen tersebut tidak dapat diperkirakan dengan pasti, beberapa perubahan dapat dimitigasi dan diubah
ke arah yang menguntungkan dengan kebijakan yang tepat.
Terdapat tiga sasaran pembangunan nasional dalam RPJMN 2010 -2014, yaitu i sasaran pembangunan
kesejahteraan rakyat, yang meliputi aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, pangan, energi, dan
infrastruktu; ii sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, yaitu meningkatnya kualitas demokrasi
Indonesia; dan iii sasaran pembangunan penegakan hukum, yaitu tercapainya suasana dan kepastian
keadilan melalui penegakan hukum rule of law dan terjaganya ketertiban umum.
2.3.3. Arah Kebijakan Bidang-Bidang Pembangunan
Pembangunan Nasional dilakukan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Untuk itu,
perencanaan pembangunan nasional dikelompokkan ke dalam 9 sembilan bidang pembangunan menurut
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005- 2025, yaitu :
1. Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
2. Bidang Ekonomi
3. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4. Bidang Sarana dan Prasarana
5. Bidang Politik
6. Bidang Pertahanan dan Keamanan
7. Bidang Hukum dan Aparatur
8. Bidang Wilayah dan Tataruang
9. Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup Sinergi antar bidang pembangunan sangat penting
untuk kelancaran pelaksanaan dan tercapainya berbagai sasaran dalam RPJMN 2010-2014. Pada
dasarnya pembangunan di setiap bidang untuk mencapai keberhasilan, tidak dapat berdiri sendiri,
tetapi saling terkait dengan pembangunan di bidang lainnya. Dengan pembiayaan yang terbatas, untuk
mencapai efektiitas, eisiensi dan hasil yang maksimal dalam mencapai sasaran pembangunan, harus
dilakukan sinkronisasi pembangunan di setiap bidang, sehingga kegiatan di setiap bidang saling terpadu,
mendukung dan saling memperkuat.
2.4. Peran Sektor ESDM Dalam RPJMN 2010 – 2014
Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM masuk dalam bidang Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup SDA dan LH pada RPJP 2005- 2025. Pada RPJMN 2010 – 2014, pembangunan SDA
dan LH masih terus diarahkan kepada dua kelompok cluster, yaitu i pemanfaatan SDA yang mendukung
pembangunan ekonomi, dan ii peningkatan kualitas dan kelestarian LH. Pemanfaatan SDA dalam
mendukung pembangunan ekonomi dijabarkan pada
Untuk Kesejahteraan Rakyat
RP JM 2010 - 2014
tiga prioritas, yaitu 1 Peningkatan Ketahanan Pangan, Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 2
Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi; dan 3 Peningkatan pengelolaan Sumber Daya Mineral
dan Pertambangan. Kemudian pembangunan SDA dan LH untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian LH
ditekankan pada empat prioritas, yaitu 4 perbaikan kualitas lingkungan hidup; 5 peningkatan konservasi
dan rehabilitasi sumber daya hutan; 6 peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan; 7 peningkatan
kualitas informasi iklim dan bencana alam serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
2.4.1. Permasalahan dan Kendala
Adapun permasalahan dalam pembangunan bidang energi antara lain pada laju produksi minyak bumi
terus menerus mengalami penurunan, disamping adanya kehilangan potensi produksi. Penurunan
laju produksi terutama disebabkan oleh penurunan alamiah dari sumur-sumur yang sudah mature,
sedangkan penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi selanjutnya secondary dan tertiary recovery
masih terbatas. Potensi kehilangan produksi terutama terjadi akibat keterlambatan produksi lapangan
minyak baru serta kendala teknis yang bersumber dari tingkat kehandalan peralatan produksi, serta kendala
non-teknis yang bersumber dari masalah perijinan penggunaan lahan.
Terkait kapasitas pembangkit listrik, tambahan kapasitas terutama diperoleh melalui program percepatan
pembangunan pembangkit 10.000 MW Tahap I. Namun demikian, program tersebut dalam pelaksanaannya
mengalami keterlambatan, sehingga kontribusinya terhadap penambahan kapasitas terpasang tidak
sesuai dengan sasaran. Keterlambatan ini disebabkan oleh mundurnya waktu Commercial Operation Date
COD dari beberapa proyek pembangkit karena masalah administratif, teknis, dan inansial. Sampai saat
ini, proyek pembangkit 10.000 MW Tahap I yang sudah beroperasi sebesar 4.450 MW.
Kendala yang ditemui dalam pemanfaatan energi alternatif, terutama panas bumi, adalah mengenai
harga dan tumpang tindih lahan. Biaya produksi dari energi alternatif cukup tinggi sehingga menyebabkan
energi alternatif tidak dapat berkompetisi dengan harga energi berbasis fosil, yang masih disubsidi.
Sebagian besar potensi panas bumi berada di kawasan hutan lindungkonservasi, dan proses Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan IPPKH untuk pengembangan panas bumi memerlukan waktu yang lama. Dengan
demikian, pelaksanaan eksplorasi menjadi terlambat dan berdampak pada rendahnya pemanfaatan panas
bumi untuk pembangkit listrik. Sementara pada pemanfaatan jaringan gas kota dan
SPBG yang sudah terbangun terkendala dalam hal serah terima aset kepada pengelola serta jaminan
kepastian alokasi atau pasokan gas dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKKS.
2.4.2. Langkah Tindak Lanjut
Langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan produksi minyak bumi adalah: a
memberikan insentif optimasi produksi melalui inill drilling dan penerapan Enhanced Oil Recovery EOR; b
mempercepat pengembangan lapangan baru termasuk pengembangan struktur idle; c meningkatkan
kehandalan peralatan untuk mengurangi gangguan produksi unplaned shut-down; dan d mempercepat
penyelesaian permasalahan yang berhubungan dengan perijinan, keamanan, dan tumpang tindih
lahan. Sedangkan untuk menyukseskan program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW
Tahap I adalah dengan mempercepat penyelesaian masalah melalui koordinasi yang lebih intensif.
Upaya tindak lanjut yang harus dilakukan untuk mengatasi kendala pemanfaatan energi alternatif
adalah: a amandemen UU No. 272003 tentang Panas Bumi untuk mengakomodasi bahwa panas bumi tidak
termasuk kegiatan pertambangan terkait dengan UU No. 51990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan UU No. 411999 tentang Kehutanan; b pemberian jaminan kelayakan usaha untuk PT PLN
Persero untuk dapat membeli listrik yang bersumber dari panas bumi; dan c implementasi feed-in tarif
panas bumi. Sementara untuk proses serah terima aset dapat
diselesaikan dengan mempercepat proses serah terima aset kepada pengelola dan perjanjian jual
beli gas. Harga BBG yang saat ini masih relatif rendah afordable telah menyebabkan badan usaha belum
tertarik untuk melakukan investasi SPBG. Untuk itu, guna meningkatkan minat investasi badan usaha, akan
diterapkan paket insentif BBG, baik berupa insentif
16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
iskal kendaraan BBG, pengadaan peralatan converter kit, dan infrastruktur pendukungnya maupun keringanan pajak penjualan BBG.
2.4.3. Sasaran Pembangunan Nasional Sektor ESDM
Tabel 2.1
Sasaran Pembangunan Nasional Sektor ESDM
No Sasaran
Indikator dan Target Pencapaian Tahun 2014 1. Tercapainya komposisi bauran energi yang
sehat dengan menurunnya persentase pemanfaatanenergi fosil dan meningkatnya
persentase energi baru terbarukan EBT • Persentase pemanfaatan minyak bumi dalam bauran
energi nasional sebesar 38,33 persen • Persentase pemanfaatan energi baru terbarukan
dalam bauran energi nasional sebesar 16,1 persen • Pengembangan produksi dan pemanfaatan bahan
bakar alternatif seperti bahan bakar nabati, batubara dicairkan, GTL Gas To Liquid, DME dimethyl eter
dan lain-lain • Peningkatan pemanfaatan EBT untuk pembangkit
tenaga listrik PLTMH, PLTS, PLT Bayu, PLT Biomassa
2. Penurunan elastisitas energi Elastisitas energi menjadi sebesar 1,48
3. Pemanfaatan potensi pendanaan domestik dan skema pendanaannya
Termanfaatkannya potensi pendanaan dalam negeri baik dari lembaga keuangan perbankan maupun dari
non perbankan nasional guna mendukung pengembangan
energi batu terbarukan serta konservasi dan efisiensi energi
4. Penyusunan dan penyempurnaan regulasi dan kebijakan guna meningkatkan jaminan dan
kepastian hukum pemanfaatan energi baru terbarukan serta pengembangan konservasi
dan efisiensi energi Tersusunnya regulasi dan kebijakan pemanfaatan
energi baru terbarukan serta pengembangan konservasi dan efisiensi energy
5. Peningkatan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana energi asional
untuk memenuhi kebutuhan domestik dan komitmen ekspor
• Tercapainya pembangunan jaringan gas kota untuk 80.000 sambungan rumah di 20 kota
• Tercapainya pembangunan 21 buah SPBG di 3 kota • Tercapainya pemenuhan kebutuhan kapasitas
dengan penambahan 30.500 MW • Terintegrasinya sistem di Sulawesi dan sistem di
Kalimantan • Berkurangnya susut jaringan menjadi di bawah 10,0
persen • Meningkatnya pelayanan Izin Usaha
Ketenagalistrikan • Meningkatnya penerapan standarisasi teknis bidang
ketenaga listrikan yang disertifikasi SNI danatau diperlakukan wajib
6. Peningkatan jangkauan Pelayanan ketenagalistrikan
• Rasio elektrifikasi meningkat dari 67,2 persen di tahun 2010 menjadi 80,0 persen di tahun 2014
• Meningkatnya rasio desa berlistrik 94,5 persen di tahun 2010 menjadi 98,9 persen di tahun 2014
• •
• •
•
•
•
Untuk Kesejahteraan Rakyat
RP JM 2010 - 2014
2.5. Strategi dan Arah Kebijakan