6. Makna simbolik sesaji yang digunakan dalam prosesi kesenian Cepetan melambangkan sikap syukur dan mengakui adanya kekuatan lain di luar diri
manusia. Hal ini mengandung makna agar manusia harus selalu merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
7. Pertunjukan kesenian Cepetan mempunyai 3 tiga fungsi bagi masyarakat pendukungnya yaitu:
a. Fungsi pelestarian tradisi yaitu melestarikan kesenian Cepetan sebagai tradisi warisan leluhur secara turun-temurun yang harus dilestarikan dari
generasi ke generasi agar tetap eksis bagi masyarakat pendukungnya. b. Fungsi sosial sebagai sarana hiburan bagi warga dusun Condong, yang
diselenggarakan pada saat acara-acara tertentu. Misalnya acara hajatan pernikahan, khitanan, peringatan Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan
sebagainya. c. Fungsi moral sebagai pedoman nilai-nilai moral yang melambangkan baik
dan buruk yang bermanfaat bagi warga Dusun Condong. Pesan moralnya melambangkan watak Cepet yang buruk atau jahat yang tidak perlu ditiru.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini berimplikasi secara teoritik untuk pertama, menambah wawasan pemahaman warga dusun Condong tentang makna simbolis dalam
prosesi pertunjukan kesenian Cepetan yaitu pesan-pesan moral sebagai tuntunan atau pandangan hidup bagi warga desa setempat. Kedua, penghayatan dan
manfaat praktis dari fungsi kesenian Cepetan bagi warga dusun untuk membangkitkan minat generasi muda terhadap kesenian Cepetan. Ketiga, tujuan
dari pelaksanaan prosesi kesenian Cepetan untuk mempertahankan keberadaan dan melestarikan kesenian Cepetan sebagai salah satu kesenian tradisonal yang
merakyat dan banyak disukai oleh warga masyarakat pendukungnya. Implikasi kebijakannya adalah bahwa Pemerintah Desa Condong Campur
harus mendukung sepenuhnya dengan suatu kebijakan atau program dalam upaya mengembangkan dan melestarikan kesenian Cepetan demi pewarisan antar
generasi di masa mendatang.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan tersebut, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Kesenian Cepetan hendaknya tetap dilestarikan dan dikembangkan dalam
bentuk penyajiannya, supaya dapat diwariskan ke generasi penerusnya serta dapat diterima di kalangan masyarakat luas.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen dan Pemerintah Desa Condong
Campur bekerja sama secara terpadu dalam upaya memelihara, melindungi dan mengembangkan kesenian Cepetan demi keberlangsungannya di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Bastomi, Suwaji.1992.
Seni dan Budaya Jawa
.Semarang:IKIP Press. Danandjaja, James.2003.
Folklor Indonesia
. Jakarta:PT.Pustaka Utama Grafiti. Endraswara,Suwardi.2003.
Metode Penelitian Kebudayaan.
Yogyakarta:GadjahMada University Press.
__________________.2003.
Mistisisme dalam Seni Spiritual Bersih Desa di Kalangan Penghayat Kepercayaan.
Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
_________________.2009.
Metodologi Penelitian Folklor Konsep, Teori, dan Aplikasi
. Yogyakarta: Media Pressindo. __________________.2010.
Folklor Jawa. Macam, Bentuk dan Nilainya.
Jakarta: Penaku.
Herusatoto, Budiono. 1984.
Simbolisme dalam Budaya Jawa.
Yogyakarta:Hanindita. Jazuli, M. 1994.
Telaah Teoritis Tari.
Semarang: IKIP Press. Kaulam, Salamun. 2012.
Simbolisme da la m Kesenia nJaranan
. Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Surabaya dalam Jurnal Seni Rupa “Urna” Vol. 1 No. 2 Desember 2012.
Koentjaraningrat
.
1986
.
Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta: Karunika. Kussudiardja,Bagong.2000.Sebuah Autobiografi.Dari Klasik hingga Kontemporer.
Yogyakarta: Padepokan Press. Maryaeni. 2005.
Metode Penelitian Kebudayaan.
Malang: Bumi Aksara. Moeliono, Anton. et al. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Rosdakarya.
Mulyana.2006.
Spritualisme Jawa: Meraba Dimensi dan Pergulatan Religiusitas Orang Jawa
dalam Jurnal Kebudayaan Jawa “Kejawen” Jurnal Pendidikan
Bahasa Daerah Fakultas Bahasa Seni UNY bekerja sama dengan Penerbit Narasi Yogyakarta Vol. 1, No. 2 Agustus 2006.
Mulyono, Sri. 1983.
Simbolisme dan Mistisisme dalam Wayang
. Jakarta:Gunung Agung.
Nasution, S. 2003.
Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif
. Bandung:Tarsito. Poerwadarminta, W. J. S. 1939.
Baoesastra Djawa.
Batavia: Groningen. Sedyawati.1991.
Pertumbuhan Seni Pertunjukan
. Jakarta:Djaya Pisura. Shaddly, Hasan, et al.1884. Ensiklopedi Indonesia, Jakarta:Ichliar Baru-Van Hoeve.
Soedarsono.1999.
Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi
.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Subagya, Rachmat. 1981.
Agama Asli Indonesia
. Jakarta:Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka.
Sugito, Bambang. 2005.
Jaranan Tulungagung
Kajian tentang Perubahan dan Perkembangan Pertunjukan Kesenian Jaranan di Kabupaten Tulungagung.
Susantina, Sukatmi 2000.
Inkulturasi Gamelan Jawa.
Yogyakarta: Philpres. Tim.1989. Eksiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.