Saran PROSESI DAN MAKNA SIMBOLIS TOPENG DAN SESAJI DALAM KESENIAN CEPETAN DI DUSUN CONDONG DESA CONDONG CAMPUR KECAMATAN SRUWENG KABUPATEN KEBUMEN.

LAMPIRAN 1. CATATAN LAPANGAN OBSERVASI CLO

A. Catatan Lapangan Observasi CLO 01

Hari Tanggal : Kamis, 25 Oktober 2012 Jam : 10. 00 - 15. 00 WIB Tempat : Rumah Pak Harjo Suwito Topik : Deskripsi Setting Kesenian Cepetan Dusun Condong merupakan salah satu dusun yang terdapat di dalam wilayah Desa Condong Campur. Dusun ini meliputi batas-batas wilayah, sebelah barat berbatasan dengan dusun Gundul desa Condong Campur, sebelah timur dengan dusun Tangkil desa Condong Campur, batas sebelah selatan dusun Gebyok desa Condong Campur, dan sebelah utara berbatasan dengan desa Watulawang. Wilayah dusun Condong merupakan daerah pegunungan yang sangat indah alamnya. Dusun tersebut menjadi salah satu tempat tujuan wisata alam di kabupaten Kebumen berupa gunung yang disebut gunung Condong. Terdapat makam di atas puncaknya yang dikeramatkan. Konon sesuai dengan tulisan yang ada pada batu nisan yaitu Trunojoyo. Untuk mencapai dusun ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat jenis minibus. Hal ini karena masih terbatasnya insfrastruktur jalan yang saat ini masih berupa jalan tanah dan sebagian dikeraskan dengan semen. Dusun Condong memiliki jumlah penduduk 246 jiwa, terdiri dari 119 laki- laki dan 127 perempuan. Ciri-ciri masyarakat pedesaan di dusun Condong masih kuat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sifat-sifat kesederhanaan, kebersamaan atau kegotongroyongan masih terasa menonjol yang mendasari pergaulan kehidupan. Aktivitas gotong royong tidak hanya terbatas pada bidang bercocok tanam saja. Namun juga menyangkut lapangan kehidupan sosial lainnya. Misalnya dalam kematian, sakit, kecelakaan, bersih desa dan sebagainya. Penduduk dusun Condong dalam kehidupan sehari-hari terlihat sangat akrab dan memiliki keramahan yang masih kuat. Keramahan penduduk dapat dilihat ketika mereka berpapasan dengan orang di jalan. Walaupun belum mengenal sama sekali, mereka selalu menyapa terlebih dahulu dan mengajak singgah ke rumah, atau menanyakan tujuan kedatangannya. Penduduk sebagian besar menggantungkan hidupnya dari kemurahan alam sebagai petani ladang dengan komoditas utama berupa kelapa, mlinjo, pete, jenitri dan singkong karena mayoritas berupa tanah darat. Karena kehidupan yang sangat dekat dengan alam, mereka secara turun temurun mewarisi tradisi menjaga persahabatan dengan alam melalui tradisi yang bersifat ritual yaitu merti bumi. Namun demikian, adanya tuntutan kebutuhan yang meningkat memaksa sebagian warga dusun Condong untuk mempunyai pekerjaan sambilan selain sebagai petani, misalnya buruh bangunan, pedagang, maupun pekerja swasta. Ditinjau dari tingkat pendidikannya memang memprihatinkan, warga dusun Condong mayoritas hanya tamat SD. Bahkan ada beberapa orang yang tidak tamat SD. Selanjutnya ditinjau dari agama yang dianut hampir seluruh penduduk beragama Islam, hanya ada 1 keluarga yang beragama Kristen. Agama Islam dapat diterima dengan baik oleh warga dusun Condong. Ajaran Islam yang mereka anut merupakan Islam Kejawen. Sebagian besar mereka masih mempercayai unsur-unsur mistis Jawa. Kepercayaan adanya penguasa wilayah gunung Condong yang sangat berpengaruh dalam kehidupan penduduk dusun, mendorong masyarakat dusun mengadakan selamatan dan mengadakan berbagai sesaji. Doc.Dian Gambar A. Warga dusun Condong menikmati pertunjukan Topeng Cepetan Sesaji dilakukan sebagai persembahan kepada arwah para leluhur desa. Jenis selamatan yang sering diadakan adalah bersih desa atau merti bumi yang diadakan di makam Trunojoyo di puncak gunung Condong tersebut. Dalam penyelenggaraan pentas kesenian Cepetan, mereka juga melakukan ritual dengan menggunakan beragam sesaji. Catatan Refleksi 01: 1. Karakteristik kehidupan warga dusun Condong masih kuat melekat dalam kehidupan sehari-harinya yaitu kesederhanaan, kebersamaan atau kegotong- royongan terasa menonjol mendasari pergaulan kehidupannya. Aktivitas gotong royong tidak hanya terbatas pada bidang bercocok tanam saja. Namun juga menyangkut lapangan kehidupan sosial lainnya. Misalnya dalam kematian, sakit, kecelakaan, bersih desa dan sebagainya. 2. Warga dusun Condong kebanyakan menggantungkan hidupnya dari kemurahan alam. Mewarisi tradisi menjaga persahabatan dengan alam melalui tradisi ritual merti bumi . Namun adanya tuntutan kebutuhan meningkat, memaksa sebagian warganya mempunyai pekerjaan sambilan, selain petani. 3. Kepercayaan adanya penguasa wilayah gunung Condong mendorong masyarakat dusun mengadakan selamatan dengan berbagai sesaji sebagai persembahan kepada arwah leluhur yaitu bersih desa atau merti bumi di makam Trunojoyo di puncak gunung Condong. Begitu pula dengan penyelenggaraan kesenian Cepetan, mereka melakukan ritualnya dengan menggunakan beragam sesaji.