Pengaruh Penambahan Butanol sebagai Senyawa Pengompleks

48 pemanasan terhadap nilai WRC amilosa hasil fraksinasi pada berbagai suhu pemanasan suspensi pati. Kemampuan amilosa menyerap air selama pemanasan menunjukkan pola yang sama, dimana peningkatan suhu pemanasan menyebabkan peningkatan nilai WRC. Amilosa hasil fraksinasi pada suhu 90 o C yang dominan berbobot molekul rendah, nilai WRC-nya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa hasil fraksinasi pada suhu 85 dan 95 o C yang dominan berbobot molekul tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa amilosa yang dominan berbobot molekul rendah cenderung menyerap air lebih tinggi. 20 30 40 50 60 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Suhu oC WR C 85°C 90°C 95°C Gambar 32. Grafik hubungan suhu pemanasan o C terhadap nilai water retention capacity WRC amilosa hasil fraksinasi pada berbagai suhu pemanasan suspensi pati

2. Pengaruh Penambahan Butanol sebagai Senyawa Pengompleks

Pada tahap ini, dilakukan modifikasi konsentrasi butanol yang digunakan sebagai senyawa pengompleks pada suhu pemanasan suspensi pati 90°C. Konsentrasi butanol yang ditambahkan adalah 8,3; 10,0 dan 12,5 . Dalam proses fraksinasi pati sagu metode Mizukami et al. 1999, larutan butanol digunakan sebagai senyawa pengompleks. Pembentukan kompleks amilosa dengan butanol sangat mempengaruhi kemurnian fraksi amilosa, karena selektivitas pembentukan kompleks menyebabkan perbedaan bobot yang cukup besar antara bobot molekul amilopektin dengan kompleks amilosa-butanol. Peningkatan selektivitas pembentukan kompleks dapat dilakukan dengan penambahan dan pencucian butanol beberapa kali. 49 Hasil analisis kromatografi gel pati sagu dan fraksi amilosa hasil fraksinasi pada berbagai konsentrasi butanol sebagai senyawa pengompleks disajikan pada Gambar 33. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kromatogram fraksi amilosa hasil fraksinasi dibandingkan dengan pati alaminya menunjukkan adanya pergeseran kurva ke kanan atau dengan kata lain terjadi pergeseran sebaran bobot molekul dari bobot molekul tinggi ke bobot molekul rendah. Selain itu, pada gambar tersebut juga menunjukkan fraksinasi dengan konsentrasi butanol 8,3 menghasilkan fraksi amilosa yang dominan berbobot molekul tinggi. Peningkatan konsentrasi butanol sampai 10 menyebabkan pergeseran sebaran bobot molekul fraksi amilosa dari berbobot molekul tinggi ke rendah. Peningkatan konsentrasi butanol lebih lanjut sampai 12,5 menghasilkan fraksi amilosa berbobot molekul tinggi yang relatif lebih banyak dibandingkan fraksinasi dengan konsentrasi butanol 8,3. Keberhasilan proses fraksinasi, ditunjukkan oleh kromatogram dengan satu puncak untuk semua fraksi amilosa yang dihasilkan. Proses fraksinasi dengan konsentrasi butanol 10 menghasilkan kromatogram fraksi amilosa dengan satu puncak yang dominan berbobot molekul lebih rendah dibanding- kan dengan perlakuan lainnya konsentrasi butanol 8,3 dan 10 . -5 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 1213 141516 1718 192021 2223 2425 Fraksi ke- Tota l K a rbohi dr a t Fraksi Amilosa Suhu 90 C, Butanol 12,5 Fraksi Amilosa Suhu 90 C, Butanol 10 Fraksi Amilosa Suhu 90 C, Butanol 8,3 Pati Sagu Gambar 33. Kurva GPC pati sagu dan fraksi amilosanya pada berbagai konsentrasi butanol 50 Berdasarkan Gambar 33 dan dikaitkan dengan sebaran bobot molekul pati alaminya, dapat diduga bahwa butanol sebagai senyawa pengompleks efektif mem- bentuk kompleks dengan amilosa berbobot molekul tinggi. Terjadinya depolimerisasi atau hidrolisis fraksi amilosa berbobot molekul tinggi menjadi berbobot molekul rendah selama proses fraksinasi juga mengurangi pembentukan kompleks amilosa-butanol. Ketidakmampuan butanol membentuk kompleks dengan fraksi amilosa berbobot molekul rendah dapat dilihat dengan sedikitnya persentase karbohidrat yang muncul di atas fraksi ke 11. Hasil analisis rendemen dan sifat fungsional amilosa hasil fraksinasi pada konsentrasi butanol yang berbeda disajikan pada Tabel 14, sedangkan hasil analisis statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 13.2. Peningkatan konsentrasi butanol sebagai senyawa pengompleks dapat meningkatkan rendemen amilosa hasil fraksinasi. Hal ini terjadi karena adanya butanol yang berlebih dapat mengompleks amilosa, sehingga kompleks amilosa-butanol dapat terpisah dengan amilopektin dalam bentuk endapan. Tabel 14. Rendemen dan sifat fungsional amilosa hasil fraksinasi pada konsentrasi butanol yang berbeda Parameter Mutu Pati Alami Konsentrasi Butanol 8,3 10 12,5 Rendemen 30,31 34,64 39,21 Kelarutan pada 70°C 25,84 23,47 23,37 27,49 Swelling power pada 70°C 44,20 34,18 38,72 38,39 Kejernihan pasta 1 T 76,10 54,70 65,80 54,30 Freeze-thaw stability sineresis 81,67 91,33 91,67 92,50 Oil Retention Capacity 6,50 8,00 7,67 8,17 Data rata-rata dua kali ulangan Pada Gambar 33 juga dapat dilihat bahwa amilosa hasil fraksinasi dengan konsentrasi butanol yang berbeda menunjukkan kromatogram hanya satu puncak. Persamaan ini diduga dapat menyebabkan persamaan sifat fungsionalnya. Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap sifat fungsional amilosa hasil fraksinasi pada konsentrasi bunanol yang berbeda, seperti kelarutan dan swelling power pada 70°C, kejernihan pasta, freeze-thaw stability sineresis dan nilai ORC, menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Demikian juga untuk nilai WRC-nya yang menunjukkan pola yang sama dan nilai WRC yang relatif sama pada setiap peningkatan suhu pengamatan Gambar 34. 51 Berdasarkan uraian tersebut diatas, kondisi proses fraksinasi pati sagu yang berhasil memisahkan fraksi amilosa dengan baik adalah pada suhu pemanasan suspensi pati 90°C dan konsentrasi larutan butanol sebagai senyawa pengompleks sebanyak 10 . Fraksi amilosa yang dihasilkan menunjukkan kromatogram dengan satu puncak. Sifat fungsional amilosa hasil fraksinasi, seperti kelarutan dan swelling power pada suhu 70°C relatif lebih rendah dibandingkan pati alaminya, sedangkan nilai freeze-thaw stability dan oil retention capacity ORC relatif lebih tinggi. Amilosa banyak digunakan sebagai bahan untuk membentuk film dan gel yang kuat. Sifat amilosa tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil dan kertas sebagai coating, industri farmasi sebagai binding agent, indutri pangan dan sebagainya. 20 25 30 35 40 45 50 65 70 75 80 85 90 95 Su h u C W RC 12,5 10 8,3 Gambar 34. Grafik hubungan suhu pemanasan o C terhadap nilai water retention capacity WRC amilosa hasil fraksinasi pada berbagai konsentrasi butanol

C. Asetilasi Pati Sagu