Struktur Kimia dengan Spektrum Inframerah

63 pati asetat dengan nilai DS intermediate 0,5 - 1,8 , kondisi proses asetilasi yang digunakan adalah pada suhu dan lama waktu reaksi asetilasi berturut-turut 40°C dan 75 menit. Pati asetat yang dihasilkan memiliki derajat substitusi DS 1,16, dimana pada nilai DS tersebut menunjukkan sifat fungsional seperti freeze-thaw stability dan ORC lebih tinggi, serta nilai WRC lebih rendah dibandingkan nilai DS lainnya dan pati alaminya. Namun sifat fungsional seperti kelarutan dan swelling power lebih tinggi, serta kejernihan pasta lebih rendah dibandingkan nilai DS lainnya dan pati alaminya. Proses asetilasi amilosa pati sagu dilakukan pada kondisi proses asetilasi pati sagu terpilih, yaitu pada suhu 40 o C dan 75 menit. Pada kondisi proses asetilasi yang sama, rendemen amilosa asetat yang dihasilkan 67,82 relatif lebih rendah dibandingkan dengan pati asetat 81,67 . Rendahnya rendemen amilosa asetat diduga disebabkan terjadinya depolimerisasi rantai amilosa menjadi molekul-molekul yang lebih kecil semakin besar dibandingkan dengan depolimerisasi rantai pati alami. Pada saat proses pencucian molekul-molekul kecil tersebut larut dalam air pencucian, sehingga mengurangi rendemen amilosa asetat yang dihasilkan. Pada kondisi proses asetilasi yang sama, nilai DS amilosa asetat 0,60 lebih kecil dibandingkan nilai DS pati sagu asetat 1,16. Hal ini diduga karena amilosa murni hasil fraksinasi dalam bentuk larutan memiliki kemampuan membentuk heliks spiral lebih kuat dibandingkan kemampuannya membentuk ikatan dengan gugus asetil.

D. Karakteristik Pati Sagu dan Modifikasinya

Pada bagian ini dilakukan analisis terhadap karakteristik pati sagu dan modifikasinya, yang meliputi struktur kimia dengan spektrum inframerah, sifat thermal, sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya.

1. Struktur Kimia dengan Spektrum Inframerah

Analisis spektrum inframerah terhadap pati dan modifikasinya dilakukan untuk menunjukkan perubahan struktur kimia molekul pati setelah mengalami proses modifikasi kimiawi. Hasil analisis spektrum inframerah pati sagu dan modifikasinya dapat dilihat pada Gambar 43 dan 44. Spektrum inframerah amilosa hasil fraksinasi Gambar 44 menunjukkan pola yang relatif sama dengan pati sagu alaminya Gambar 43. Hal ini menunjukkan bahwa proses fraksinasi pati tidak menyebabkan perubahan struktur kimia amilosa hasil fraksinasi. 64 Gambar 43. Hasil analisis spektrum inframerah pati sagu dan pati asetatnya Gugus Asetil Pati Asetat Pati Sagu 65 Gambar 44. Hasil analisis spektrum inframerah amilosa pati sagu dan amilosa asetatnya Gugus Asetil Amilosa Amilosa Asetat 66 Pada Gambar 43 dan 44 juga dapat dilihat hasil analisis spektrum inframerah terhadap pati asetat dan amilosa asetat yang menunjukkan adanya perubahan struktur kimia dibandingkan pati alami dan amilosanya. Spektrum inframerah pati alami menunjukkan adanya puncak frekuensi gelombang 3.000 – 3.500 cm -1 dan 2.950 cm -1 yang dapat disamakan dengan uluran gugus fungsi –OH dan –CH Mano et al., 2003. Spektrum infra merah pati asetat dan amilosa asetat selain menunjukkan adanya gugus fungsi –OH dan –CH, juga menunjukkan absorbsi yang kuat pada puncak frekuensi gelombang 1.750 cm -1 . Puncak frekuensi gelombang 1.750 cm -1 merupakan atribut dari uluran gugus fungsi ester karbonil C=O yang mengindikasikan terjadinya reaksi asetilasi. Reaksi asetilasi pati atau amilosa dapat menyebabkan masuknya gugus fungsi grup asetil di dalamnya, sehingga struktur kimianya mengalami perubahan. Masuk- nya grup asetil dalam granula pati ditandai dengan meningkatnya intensitas puncak frekuensi gelombang 1.750 cm -1 dan menurunnya intensitas puncak frekuensi gelom- bang 3.000 – 3.600 cm -1 atau dengan kata lain gugus C=O grup asetil meningkat, sedangkan gugus –OH grup hidroksil menurun. Menurut Xu et al. 2004, grup hidroksil pada molekul pati ditukar oleh grup asetil, yang dapat menyebabkan hilangnya kristalinitas granula pati.

2. Sifat Thermal