82 tegangan-regangan juga menentu-kan kekerasan bahan toughness. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa campuran PP dengan pati asetat memiliki nilai toughness yang relatif lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Ini menunjukkan bahwa
campuran PP dengan pati asetat memiliki sifat lebih keras dan dapat mengabsorbsi energi lebih besar sebelum bahan tersebut putus patah dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Pimpan et al. 2001 melakukan penelitian tentang plastik biodegradable dari
pati ubi kayu termodifikasi. Modifikasi dilakukan dengan cara mereaksikan pati dan maleic anhidridaMA 25, 50, dan 75 , menggunakan NaOH NaOH : MA = 2,2 : 1
dalam komposisi molar sebagai katalis, dan air sebagai pelarut pada lama waktu reaksi berbeda 2, 4, dan 6 jam. Setelah reaksi selesai, produk dinetralisasi dengan larutan
HCl. Lembaran plastik dibuat dengan cara casting. Penambahan MA menyebabkan perubahan struktur kimia dibandingkan pati alaminya. Lembaran plastik yang
dihasilkan juga menunjukkan sifat fleksibilitas yang meningkat dan toughness yang menurun dengan meningkatnya konsentrasi MA yang ditambahkan.
c. Sifat Biodegradable
Pengujian sifat biodegradable dilakukan secara kualitatif dengan cara menanam lembaran plastik hasil campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya pada media
agar tanpa nutrien. Suspensi spora mikroba juga ditumbuhkan pada permukaan media agar cawan tersebut. Mikroba yang ditumbuhkan adalah mikroba yang dominan ada
dalam tanah, yaitu Aspergillus sp. Kemudian dilakukan inkubasi selama 5 – 10 hari. Sebagai pembanding, ditanam juga lembaran plastik PP murni dengan perlakuan yang
sama. Pada Gambar 55 dapat dilihat hasil pengujian sifat biodegradable plastik PP dan hasil campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya secara kualitatif.
Hasil pengujian sifat biodegradable positif secara kualitatif karena menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba di sekitar lembaran plastik hasil campuran PP dengan pati
sagu dan modifikasinya 10 , sedangkan di sekitar lembaran plastik PP murni tidak ada pertumbuhan mikroba. Ini menunjukkan bahwa adanya pati sagu dan
modifikasinya dalam matriks PP dapat digunakan sebagai sumber nutrien oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aplikasi hasil pengujian tersebut, jika plastik hasil campuran
PP dengan pati dan modifikasinya terkubur dalam tanah diharapkan dapat didegradasi
83 oleh mikroba tanah atau dengan kata lain adanya pati dan modifikasinya dalam matriks
plastik sintetik diharapkan menjadi pemicu terjadinya degradasi oleh mikroba tanah. Hal ini diharapkan dapat menguntungkan kehidupan mikroba tanah, sehingga kesuburan
tanah dapat dipertahankan.
a
b c
d e
Gambar 55. Hasil pengujian kualitatif sifat biodegradable plastik PP murni, campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya 10 oleh Aspergillus sp : a PP
murni, b PP + pati alami, c PP + pati asetat, d PP + amilosa, dan e PP + amilosa asetat
84 Nikazar et al. 2005 melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi pati
jagung 20, 30 dan 40 dalam matriks LDPE dengan penambahan bahan aditif maleat anhidrida 2 sebagai coupling agent, asam oleat 5 sebagai katalis dan benzoil
peroksida 0,1 sebagai inisiasi radikal bebas. Pengujian sifat biodegradable dilakukan dengan cara menanam lembaran plastik campuran tersebut pada media agar
tanpa nutrien dan spora mikroba Penicillium funiculosum ditumbuhkan pada permukaan media agar cawan tersebut. Kemudian dilakukan inkubasi selama 3 minggu. Hasil
pengujian menunjukkan pertumbuhan koloni Penicillium funiculosum yang menutupi permukaan film campuran tersebut dengan luas yang berbeda, tergantung pada
konsentrasi patinya. Semakin tinggi konsentrasi pati maka permukaan film yang ditutupi koloni semakin luas. Untuk konsentrasi pati 20 , permukaan film yang
ditutupi koloni antara 30 – 60 , sedangkan untuk konsentrasi pati 40 , permukaan film yang ditutupi koloni antara 60 – 100 . Hasil pengujian morfologi permukaan
menunjukkan adanya lubang-lubang pada film campuran tersebut Gambar 56. Adanya lubang-lubang tersebut diharapkan menjadi pemicu terjadinya degradasi oleh
mikroba tanah.
a b
c Gambar 56. Morfologi permukaan film campuran LDPE dengan konsentrasi pati jagung
berbeda : a 20 , b 30 , dan c 40 Nikazar et al., 2005. Sifat biodegradable campuran plastik sintetik dengan pati termodifikasi dapat
ditingkatkan dengan cara meningkatkan kandungan pati termodifikasinya atau meng- gunakan plastik sintetik yang bersifat biodegradable, seperti poly-caprolactonePCL
polyester-amide PEA,
aliphatic copolyester PBSA, dan aromatic copolyesterPBAT.
Namun peningkatan penggunaan pati termodifikasi sebagai sumber biopolimer dalam
85 campuran dengan plastik sintetik sangat mempengaruhi sifat morfologi permukaan dan
sifat mekanik hasil campurannya. Untuk meningkatkan sifat-sifat tersebut, penambahan bahan aditif, seperti plasticizer, dalam campuran plastik sintetik dengan pati sagu
termodifikasi perlu dilakukan. Hasil penelitian Yang et al. 2006 menunjukkan bahwa penambahan plasticizer ethylenebisformamide pada pati jagung untuk pembuatan
thermoplastic starch TPS dapat meningkatkan sifat mekanik strain peak dari 50,8
menjadi 264 .
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pati sagu yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki kadar pati yang tinggi 90 bk dan komponen minor seperti lemak dan protein yang kecil 5 bk.
Kadar pati sagu Jabar 96,12 bk lebih tinggi dibandingkan pati sagu dari daerah lainnya 95 bk. Persentase rasio amilosa pati sagu asal Riau 26,43 dan Jabar
26,19 lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu asal Kalsel 24,57 , Sulut 24,25 dan Irja 24,22 . Sifat fisikokimia dan fungsional pati sagu yang dianalisis
dalam penelitian ini, antara lain ukuran granula rata-rata berkisar 54,83 – 86,13 µm, nilai L tingkat kecerahan bubuk pati berkisar 72,20 – 91,31 , kelarutan dan swelling
power pada suhu 70°C berturut-turut berkisar 22,41 – 33,83 dan 33,68 – 59,57 , kejernihan pasta pati 1 berkisar 33,90 – 76,10 T, freeze-thaw stability berkisar
81,67 – 93,33 sineresis, dan oil retention capacity berkisar 5,33 – 6,50 . Pada proses fraksinasi, peningkatan suhu pemanasan suspensi pati dari 85
menjadi 90°C dapat meningkatkan rendemen amilosa dari 24,16 menjadi 34,64 , namun peningkatan suhu pemanasan suspensi pati lebih lanjut sampai suhu 95°C
hanya mampu meningkatkan rendemen amilosa dari 24,16 menjadi 29,96 . Peningkatan konsentrasi butanol sebagai senyawa pengkompleks dari 8,3 menjadi 12,5
dapat meningkatkan rendemen amilosa hasil fraksinasi dari 30,31 menjadi 39,21 . Kondisi proses fraksinasi terbaik adalah pada suhu pemanasan suspensi 90°C dan
konsentrasi butanol sebagai senyawa pengkompleks 10 . Pada proses asetilasi, peningkatan suhu reaksi asetilasi sampai 40°C menghasil-
kan rendemen pati sagu asetat yang sama, dengan nilai rata-rata 84,76 . Peningkatan suhu lebih lanjut menghasilkan rendemen pati asetat yang lebih rendah, yaitu 78,59 .
Peningkatan lama waktu reaksi asetilasi cenderung menurunkan rendemen pati asetat, tetapi meningkatkan kadar asetil dan nilai DS-nya. Untuk mendapatkan pati asetat
dengan nilai DS intermediate 0,5 – 1,8, kondisi proses asetilasi yang digunakan adalah pada suhu 40°C dan lama waktu reaksi asetilasi 75 menit.
Proses fraksinasi menyebabkan jumlah gugus –OH yang terbuka pada amilosa hasil fraksinasil lebih banyak. Hasil analisis spektrum inframerah pati asetat dan
amilosa asetat menunjukkan absorbsi yang kuat pada gugus C=O, yang tidak ditemuai