Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional

68 Hasil penelitian Ansharullah 1997 menunjukkan bahwa nilai sifat thermal pati yang tinggi merefleksikan tingkat kristalinitas yang tinggi dan struktur granula yang lebih stabil. Kristalinitas pati yang tinggi menunjukkan energi endoterm yang juga tinggi. Menurut Yang et al. 2006, secara umum struktur granula pati alami memiliki kristalinitas berkisar 15 – 45 . Proses modifikasi pati menyebabkan perubahan struktur granula dan berkurangnya sifat kristalinitas. Kedua hal tersebut yang diduga menyebabkan perubahan suhu transisi dan nilai ∆H gel , dimana suhu transisi dan nilai ∆H gel pati yang telah dimodifikasi lebih rendah dibandingkan pati alaminya.

3. Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional

Perubahan struktur kimia molekul pati setelah melalui proses modifikasi kimiawi, selain menyebabkan perubahan sifat thermal, juga menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya. Hasil analisa sifat fisiko-kimia dan fungsional pati sagu dan modifikasinya disajikan pada Tabel 18, sedangkan hasil analisis statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 20. Tabel 18. Sifat fisiko-kimia dan fungsional pati sagu dan modifikasinya Sifat Fisiko-kimia Fungsional Pati Sagu Pati Asetat Amilosa Amilosa Asetat Kadar air 14,08 9,63 12,60 9,97 Warna bubuk : Nilai L o Hue Chroma 91,31 72,13 42,22 92,25 71,54 34,34 73,23 69,24 40,66 94,32 67,30 30,55 Kelarutan pada 70° C 25,84 26,61 23,37 9,90 Swelling power pada 70°C 44,20 72,45 38,72 46,97 Kejernihan pasta 1 T 76,10 66,75 65,80 61,30 Freeze-thaw stability sineresis 81,67 75,00 91,67 66,67 Oil Retention Capacity 6,50 8,67 7,67 16,33 Data rata-rata dua kali ulangan 2 SIRIM Standard MS 470 : 1992 1 SNI 01-3729-1995 3 Wattanachant et al. 2002 Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa kadar air pati asetat atau amilosa asetat lebih rendah dibandingkan pati alami dan amilosanya. Jika dikaitkan dengan hasil analisis nilai water retention capacity-nya Gambar 46, pati alami menunjukkan kemampuan menyerap air relatif lebih besar dan berbanding lurus dengan peningkatan suhu pengamatan dibandingkan dengan pati asetat, amilosa dan amilosa asetatnya. Pati asetat dan amilosa menunjukkan nilai WRC yang meningkat pada berbagai suhu pengamatan, 69 meskipun dengan nilai kemiringan slope yang kecil, sedangkan untuk amilosa asetat menunjukkan kecenderungan nilai WRC yang relatif sama stabil pada suhu pengamatan. Ini menunjukkan bahwa adanya gugus asetil dalam pati asetat atau amilosa asetat mengurangi kemampuannya menyerap air. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 65 70 75 80 Suhu oC W RC Pati Sagu Pati Asetat Amilosa Amilosa Asetat Gambar 46. Grafik hubungan suhu pemanasan o C terhadap nilai water retention capacity WRC pati sagu dan modifikasinya Hasil analisis sifat fungsional pati asetat dan amilosa asetat menunjukkan kecenderungan yang sama, dimana nilai oil retention capacity ORC menunjukkan peningkatan dibandingkan pati alami dan amilosanya atau dengan kata lain masuknya gugus asetil dalam pati dan amilosanya dapat meningkatkan kemampuannya menyerap minyak. Menurut Zhang et al. 1977, masuknya gugus asetil dalam molekul pati dapat meningkatkan sifat hidrofobiknya, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan menjadi polimer hidrofobik Pada Gambar 47 dapat dilihat perubahan warna bubuk pati sagu dan modifikasi- nya dalam bentuk diagram yang merupakan gabungan dari warna °Hue, intensitas warna nilai Chroma dan tingkat kecerahan nilai ”L”. Dalam gambar tersebut terlihat warna bubuk fraksi amilosa asetat lebih putih dibandingkan bubuk pati alami, pati asetat dan amilosanya. Hal ini diduga disebabkan karena adanya proses pencucian selama fraksinasi dan asetilasi yang menggunakan pelarut organik seperti etanol, eter dan air yang dapat melarutkan zat warna pati dan ikut terbuang dalam larutan pencuci. 70 Proses fraksinasi dan asetilasi pati sagu juga dapat menyebabkan perubahan struktur granulanya. Pada Gambar 48 dapat dilihat perubahan struktur granula pati yang tampak di bawah mikroskop cahaya dan cahaya terpolarisasi. Menurut Wurzburg 1989, dalam bentuk alami, granula pati memiliki sifat birefringent, yaitu sifat yang merefleksikan cahaya terpolarisasi di bawah mikroskop yang memperlihatkan adanya garis silang polarisasi yang berwarna hitam. Pomeranz 1985, menyatakan bahwa garis silang polarisasi tersebut menunjukkan bahwa granula pati memiliki daerah kristalin, yang di dalamnya terdapat polimer-polimer yang tersusun secara teratur. Kristalinitas pati disebabkan oleh adanya komponen amilopektin. Tingkat kristalinitas pati meningkat dengan semakin tingginya rasio amilopektin dalam pati Eliasson dan Gudmundsson, 1996. Banks et al. 1973 menambahkan bahwa sifat birefringent pati bervariasi. Pada umumnya intensitas sifat birefringent pati waxy amilopektin tinggi sama dengan intensitas sifat birefringent pati normalnya, sedang- kan pati dengan kadar amilosa tinggi memiliki intensitas sifat birefringent yang rendah. Secara prinsip mekanisme proses fraksinasi pati dilakukan dengan menggunakan air panas, yang merupakan proses gelatinisasi pati. Adanya air dan energi panas, menyebabkan granula pati alami mengalami pembengkakan, yang selanjutnya granula tersebut pecah. Pecahnya granula pati menyebabkan fraksi amilosanya luruh atau keluar. Pada saat dilakukan pendinginan, fraksi amilosa berada di luar granula yang Pati Asetat 71,5 o 73 o Pati Sagu Kuning + b Merah + a 69,0° Amilosa 67,5° Amilosa Asetat Gambar 47. Diagram warna bubuk pati sagu dan modifikasinya 71 sudah berubah struktur dan fungsinya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 48 b, yang menunjukkan bahwa struktur granula amilosa berubah dibandingkan dengan pati alaminya. Di bawah mikroskop cahaya terpolarisasi, fraksi amilosa sudah tidak memiliki integritas sifat birefringent. Mikroskop Cahaya Mikroskop Cahaya Terpolarisasi a b c d Gambar 48. Perubahan bentuk granula pati sagu dan modifikasinya : a pati alami, b amilosa, c pati asetat, dan d amilosa asetat perbesaran 500 X 72 Proses asetilasi pati sagu juga dapat menyebabkan perubahan struktur granula- nya. Pada penelitian ini, pati astetat yang dihasilkan memiliki kadar asetil 23,71 atau nilai DS 1,16. Nilai DS pati asetat yang relatif tinggi DS 1, menyebabkan struktur granula pati mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 48 c, dimana struktur granula pati alaminya tidak terlihat lagi baik pengamatan di bawah mikroskop cahaya normal maupun cahaya terpolarisasi. Perubahan struktur granula pati juga ditunjukkan oleh fraksi amilosa asetatnya DS = 0,60. Menurut Jarowenko 1989, modifikasi secara kimia termasuk asetilasi dapat mempengaruhi struktur granula pati. Perubahan struktur granula pati yang telah diasetilasi tergantung nilai DS-nya. Pati asetat dengan nilai DS kurang dari 0,5, menunjukkan perubahan struktur granula yang tampak di bawah mikroskop elektron relatif kecil tetap memiliki intensitas sifat birefringent . Hasil penelitian Sapri 2005 menunjukkan adanya perubahan struktur granula pati asetat DS 0,12 dibandingkan pati alaminya, dimana pati asetat tersebut tetap memiliki sifat birefringent meskipun intensitasnya tidak sama dengan pati alaminya Gambar 49. Pati Sagu Alami Pati Asetat DS 0,12 Gambar 49. Perubahan bentuk granula pati sagu alami dan pati asetat Sapri, 2005 73

E. Aplikasi Pati Sagu dan Modifikasinya sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetik