14 setrifugasi dan pemurniannya dilakukan melalui proses pencucian bertahap dengan
etanol dan atau eter. Diagram alir proses fraksinasi pati dengan metode butanol kompleks disajikan pada Gambar 12.
C. Modifikasi Pati
Menurut BeMiller 1997 modifikasi pati dilakukan dengan berbagai tujuan : 1 memperbaiki karakteristik pemasakan, 2 menurunkan sifat retrogradasi, 3 menurun-
kan kecenderungan pasta membentuk gel, 4 meningkatkan stabilitas freeze-thaw pasta, 5 menurunkan sifat sineresis pasta dan atau gel, 6 meningkatkan kejernihan pasta
dan atau gel, 7 meningkatkan tekstur pasta dan atau gel, 8 meningkatkan pembentuk- an film, 9 meningkatkan sifat adhesi, dan 10 menambahkan gugus hidrofobik.
Pati asetat merupakan salah satu pati termodifikasi secara kimia yang banyak digunakan di industri, yang diperoleh dengan cara esterifikasi pati menggunakan asetat
anhidrida yang dikenal dengan proses asetilasi Jarowenko, 1989 di dalam Wurzburg, 1989. Pati asetat termasuk pati ester karena dihasilkan dari reaksi esterifikasi antara
Gambar 12. Diagram alir pemisahan fraksi amilosa dan amilopektin dengan metode hot-water soluble
HWS Mizukami et al., 1999
Pati
40 g pati3 ℓ air destilasi pH 6,5 – 7,2.
Penyimpanan pada suhu ruang selama 20 menit
Suspensi pati
1. Penambahan 1-butanol 1 – 10 x volume
2. Inkubasi pada 30
°C, 24 jam 3.
Sentrifugasi
Filtrate Supernate
1. Pencucian dengan etanol
2. Pencucian dengan eter
3. Pengeringan dengan absorben CaCl
2
Hot-Water Soluble HWS
Residu
Fraksi Amilosa SAM
Fraksi Amilopektin SAP
1. Pemanasan pada 80 °C selama 1 jam, sambil
diaduk di bawah nitrogen atmosphere 2. Sentrifugasi
1. Pengentalan dengan menggunakan
Rotary Evaporator 2. Liofilisasi
15 pati dengan bahan pengesterifikasi Fleche, 1985. Pati asetat memiliki sifat-sifat yang
lebih baik daripada pati alaminya Wurzburg, 1989. Menurut Agboola et al. 1991, pati asetat umumnya memiliki stabilitas
viskositas dan kejernihan pasta yang lebih baik, daya tahan terhadap retrogradasi yang lebih tinggi dan stabilitas pada suhu yang sangat rendah lebih baik dibandingkan pati
alaminya. Lebih lanjut Singh dan Sodhi 2004 menyatakan bahwa pati asetat memiliki kelarutan dan daya pembengkakan yang lebih tinggi daripada pati alaminya.
Menurut Singh dan Sodhi 2004, kekuatan gel pati asetat tergantung pada detajat substitusi DS. Pati asetat dengan nilai DS yang semakin tinggi menunjukkan
kekuatan gel yang semakin rendah. Fennema 1985 menyatakan bahwa pati asetat dengan DS yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk membentuk
gel. Betancur et al. 1997, menambahkan bahwa pati asetat memiliki daya tahan yang tinggi untuk mengalami sineresis ketika pasta pati didinginkan. Penambahan gugus
asetil secara dratis menurunkan atau bahkan menghilangkan terjadinya sineresis pada gel pati.
Nilai DS pati asetat digunakan sebagai parameter dalam aplikasinya. Menurut Singh dan Sodhi 2004, besarnya perubahan sifat-sifat fisiko-kimia pati asetat
dibandingkan dengan pati alaminya tergantung pada derajat asetilasi atau derajat substitusi C=O yang bergabung dengan molekul pati.
Derajat substitusi DS adalah jumlah rata-rata tapak sites pada setiap unit anhidroglukosa yang terdapat gugus substitusi. Jika satu hidroksil pada setiap unit
anhidroglukosa sudah diesterifikasi oleh gugus asetil, maka DS = 1. Jika tiga gugus hidroksil pada setiap unit anhidroglukosa sudah diesterifikasi seluruhnya oleh gugus
asetil, maka DS = 3 Wurzburg, 1989. Hubungan antara kadar asetil dan derajat substitusi disajikan pada Tabel 6. Sedangkan struktur kimia pati terasetilasi disajikan
pada Gambar 13. Pati asetat dengan DS 2 – 3 mempunyai keunggulan karena kemampuannya
dapat larut dalam pelarut aseton dan kloroform, serta sifat thermoplastisnya. Di sisi lain, film yang dibuat dari triester amilosa mempunyai sifat kekerasan, kekuatan tarik
dan densitas yang menurun sesuai dengan meningkatnya ukuran gugus ester. Secara umum, meningkatnya gugus substitusi menyebabkan titik lebur, densitas, dan viskositas
menurun, serta permeabilitas film terhadap uap air juga menurun Jarowenko, 1989 di
16 dalam Wurzburg,1989. Sedangkan menurut Albertsson dan Huang 1994, untuk
menghasilkan DS intermediate DS = 0,5 – 1,8 menggunakan media bukan cair unaqueous media sehingga tidak terjadi degradasi pati selama proses esterifikasi
asetilasi. Pati modifikasi yang dihasilkan lebih compatibility dengan polimer sintetik dan bahan pemlatis hidrofobik hydrophobic plasticizers.
Tabel 6. Hubungan antara kadar asetil dan derajat substitusi Kadar Asetil
DS 11,7
16,7 21,1
28,7 35,0
40,3 44,8
0,50 0,75
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00
Sumber : Kirk dan Othmer 1993
D. Pati sebagai Bahan Campuran Plastik