masalah matematis peserta didik yang diajarkan menggunakan TAPPS lebih
baik daripada yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
2.2 Kerangka Berpikir
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP Negeri 1 Salatiga
yang dikhususkan pada materi luas dan keliling segiempat Balitbang, 2012. Berdasarkan pengamatan dan wawancara kepada guru matematika, peneliti
berasumsi bahwa masalah tersebut diakibatkan oleh penggunaan model pembelajaran yang tidak menekankan pada pemecahan masalah, kurang adanya
pemberian soal-soal pemecahan masalah, dan belum maksimalnya penggunaan media pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah. Disamping itu
dalam pembelajaran, guru juga belum mengadakan penilaian terhadap karakter peserta didik. Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
dengan menerapkan model pembelajaran TAPPS berbantuan kartu permasalahan yang diharapkan dapat mengembangkan karakter kerja keras dan keterampilan
pemecahan masalah sehingga diharapkan pula kemampuan pemecahan masalah peserta didik dapat mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Ketercapaian ketiga
aspek tersebut akan dinilai sebagai penilaian aspek afektif, psikomotor, dan kognitif.
Peneliti memilih model pembelajaran TAPPS dengan beberapa alasan: 1 model pembelajaran TAPPS menekankan pada kegiatan pemecahan masalah,
sehingga keterampilan pemecahan masalah peserta didik dapat terlatih, 2 model pembelajaran TAPPS meminta peserta didik untuk bekerja sama secara
berpasangan, hal ini memungkinkan peserta didik untuk melakukan kegiatan diskusi yang lebih terfokus dan dapat dengan leluasa dalam menyampaikan idenya
dalam memecahkan suatu masalah, 3 pembagian tugas sebagai problem solver dan listener memudahkan peserta didik untuk mengetahui apa yang dipahami dan
apa yang belum dipahami oleh dirinya sendiri dan pasangan diskusinya, dan 4 guru dalam model ini berperan sebagai fasilitator, jika terdapat kelompok yang
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu dengan cara menjadi listener, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
sebenarnya merupakan bantuan menuju sesuatu yang dibutuhkan peserta didik serta memberikan arahan tanpa mengungkapkan seluruh jawaban yang dibutuhan
oleh peserta didik. Alasan keempat menunjukkan adanya praktik scaffolding yang dilakukan oleh guru. Pada praktiknya scaffolding juga dilakukan peserta didik
sendiri yaitu ketika bertugas menjadi listener. Oleh karena itu secara tidak langsung model TAPPS memuat scaffolding dalam pemecahan masalah.
Media pembelajaran yang dipilih untuk membantu model TAPPS adalah kartu permasalahan. Penggunaan kartu permasalahan yang didesain secara
menarik dan bersifat kontekstual diharapkan dapat meningkatkan minat peserta didik untuk aktif memecahkan permasalahan yang ada. Kegiatan diskusi untuk
memecahkan masalah di kartu permasalahan juga dipandang lebih menarik karena peserta didik dapat menerapkan konsep yang dipelajarinya untuk menyelesaikan
masalah di kehidupan sehari-hari. Jadi peserta didik lebih mengetahui manfaat dan makna dari materi yang telah mereka pelajari.
Keterampilan pemecahan masalah peserta didik dapat ditingkatkan melalui kegiatan pemecahan masalah secara berpasangan. Berbeda dengan melakukan
pemecahan masalah secara individu, dalam proses diskusi berpasangan ini peserta didik lebih dituntut untuk menunjukkan keterampilannya dalam memecahkan
masalah karena pada prosesnya mereka menyuarakan bagaimana jalan pikiran mereka. Menyuarakan pikiran bukan hal yang mudah untuk dilakukan, oleh
karena itu dibutuhkan bantuan media. Media kartu permasalahan dalam tahap ini memiliki peran untuk membantu peserta didik dalam menyampaikan persetujuan,
sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi. Pemecahan masalah merupakan bagian yang cukup sulit untuk dikuasai
sehingga dibutuhkan latihan serta kesungguhan dalam mempelajarinya. Soal-soal pemecahan masalah juga tidak dapat dengan mudah dan cepat diselesaikan, oleh
karena itu peserta didik dituntut untuk tidak mudah menyerah. Selain itu memfokuskan pikiran merupakan salah satu teknik untuk dapat memecahkan
suatu masalah, dengan pikiran yang terfokus peserta didik dapat memahami masaah dengan benar serta memilih berbagai macam strategi untuk memecahkan
masalah secara efektif dan efisien. Peserta didik juga dapat memanfaatkan berbagai macam sumber belajar untuk memecahkan masalah, oleh karena itu
peserta didik harus pandai memanfaatkan berbagai macam sumber belajar. Kesungguhan, tidak mudah menyerah, fokus, dan memanfaatkan sumber belajar
merupakan indikator-indikator karakter kerja keras. Jadi melalui pembelajaran pemecahan masalah dengan tahap-tahapan model pembelajaran TAPPS
berbantuan kartu permasalahan ini diharapkan dapat mengembangkan karakter kerja keras dan keterampilan dalam pemecahan masalah peserta didik.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan instrumen pembelajaran dan penilaian yang akan dikonsultasikan dan diujicobakan sehingga menjadi
perangkat yang siap digunakan. Selanjutnya pada setiap prapembelajaran peserta didik diberikan tugas terstruktur untuk mengerjakan soal dan membuat rangkuman
materi selanjutnya yang dapat diambil dari berbagai sumber. Pemberian tugas terstruktur bertujuan untuk mendorong peserta didik untuk meningkatkan karakter
kerja kerasnya dalam melakukan eksplorasi menggali pengetahuan lama dan mencari informasi baru sebagai bekal untuk mempelajari materi selanjutnya.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan apersepsi materi prasyarat yang dilanjutkan dengan penagihan tugas terstruktur. Setelah tugas terstruktur berupa
soal dibahas, peserta didik dibimbing untuk membahas LKPD yang merupakan materi pembelajaran yang akan dipelajari. Dalam hal ini peserta didik diajak
melakukan elaborasi, yakni mengumpulkan informasi secara interaktif dari berbagai teman dan dari guru melalui tanya jawab. Disini kerja keras peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran semakin ditumbuhkan. Pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
TAPPS berbantuan kartu permasalahan menekankan pada pembelajaran pemecahan
masalah. Pembelajaran
tersebut dalam
praktiknya juga
mengintegrasikan pendidikan karakter, dalam penelitian ini dipilih pengembangan karakter kerja keras. Penerapan pembelajaran tersebut diharapkan dapat
mengembangkan karakter kerja dan keterampilan pemecahan masalah peserta
didik, serta diharapkan dapat berpengaruh pula kepada kemampuan pemecahan masalah peserta didik sehingga peserta didik mencapai ketuntasan yang
ditetapkan. Keterampilan memecahkan masalah dan karakter kerja keras diyakini peneliti dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
75
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive atau snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi gabungan, analisis data bersifat induktifkualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi Sugiyono, 2010b: 15. Sedangkan menurut Moleong 2005:6 penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-
lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
deskriptif kualitatif dengan menggambarkan atau mendeskripsikan kejadian- kejadian yang menjadi pusat perhatian secara kualitatif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Nazir dalam Murdiono, 2005: 5, bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga berkehendak
mengadakan akumulasi data dasar belaka. Data yang dihasilkan nantinya berupa