Soal Pemecahan Masalah Scaffolding dalam Pemecahan Masalah

yang dapat dilakukan pada langkah ini yaitu menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, mengintepretasi jawaban yang diperoleh, menanyakan pada diri sendiri apakah terdapat cara lain untuk memecahkan masalah atau apakah ada penyelesaian yang lain.

2.1.3.1 Soal Pemecahan Masalah

Sumardyono 2011b: 4 berpendapat bahwa sebuah soal dikatakan bukan “masalah” bagi seseorang umumnya bila soal tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya karena soal tersebut telah sering rutin dipelajari dan bersifat teknis. Umumnya, tipe soal ingatan dan tipe soal prosedural termasuk kelompok soal-soal rutin routine problems, yaitu soal-soal yang tergolong mudah dan kurang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hal pemecahan masalah. Sementara soal tipe terapan umumnya masih sebatas melatih kemampuan peserta didik menerjemahkan situasi masalah ke dalam model matematika. Soal-soal dengan tipe terbuka dan tipe situasi termasuk soal- soal yang cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Soal tipe terbuka merupakan soal-soal yang menuntut peserta didik untuk mengembangkan kemampuan melihat pola dan membuat dugaan. Sedangkan soal situasi merupakan soal yang menuntut peserta didik untuk mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan untuk situasi tersebut. Pertanyaan- pertanyaan dalam soal ini antara lain: “Berikan masukan atau pendapat kamu”, “Bagaimana seharusnya?”, “Apa yang mesti dilakukan?” Sumardyono 2011b: 4.

2.1.3.2 Scaffolding dalam Pemecahan Masalah

Memecahkan soal-soal tipe pemecahan masalah adalah metode yang mengharuskan peserta didik untuk menemukan sendiri jawabannya Nasution, 2003: 173. Walaupun demikian perlu kita hindari anggapan bahwa pemecahan masalah harus dilakukan dengan memberikan instruksi atau petunjuk seminimal mungkin dan aturan-aturan sesedikit mungkin. Dalam praktiknya banyak soal- soal yang tidak dapat dipecahkan oleh peserta didik bila sama sekali tidak diberikan suatu petunjuk. Bantuan berupa petunjuk untuk memecahkan masalah yang demikian sering disebut sebagai instructional scaffolding. Instructional scaffolding merupakan bantuan yang diberikan oleh guru untuk membantu peserta didik membangun kemampuannya Kauchak, 1998: 273. Jadi scaffolding merupakan dukungan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya. Pemberian dukungan juga dibatasi untuk mengarahkan peserta didik, sehingga peserta didik itu sendiri yang memutuskan untuk memilih strategi yang mana yang akan digunakan untuk memecahkan soal. Petunjuk dari guru dapat membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Menurut Hujodo 2005: 141-144 pemberian petunjuk oleh guru dalam membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah sebagai berikut. 1. Membuat peserta didik mengerti masalahnya. Bila peserta didik tidak mengerti masalah yang akan diselesaikan, biasanya peserta didik tidak lagi mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut sehingga pertanyaan yang diajukan oleh guru menjadi bukan masalah baginya. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus diperhatikan oleh guru ketika menyajikan masalah. a. Apakah peserta didik sudah mengerti istilah-istilah yang dipergunakan di dalam masalah itu? b. Apakah peserta didik sudah menggunakan semua informasi yang relevan data maupun kondisinya? c. Apakah peserta didik tahu apa yang dicari? d. Dapatkah peserta didik menyatakan kembali masalah yang dihadapi kata- kata sendiri? e. Dapatkah peserta didik menjelaskan masalah dengan gambar? 2. Membantu peserta didik menghimpun pengalaman-pengalaman belajar yang relevan yang sekiranya memudahkan perencanaan penyelesaian. Misalnya sebagai berikut. a. Membantu peserta didik menganalisis data dan kondisi dari masalah tersebut. b. Membantu peserta didik mendapatkan informasi dengan menganalisis suatu masalah. c. Bila peserta didik tidak menghasilkan suatu penyelesaian, coba tolong mereka dengan melihat masalah tersebut dari sudut lain. 3. Membawa peserta didik ke situasi yang mendorong untuk menyelesaikan suatu masalah. Misalnya dengan pernyataan sebagai berikut: “Nah bagus, coba terus”, “soal itu memang memakan waktu, sabarlah akan memakan waktu bagimu.”

2.1.4 Hasil Belajar

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERNUANSA ETNOMATEMATIKA PADA MATERI SEGIEMPAT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PESERTA DIDIK

3 24 356

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN ARIAS BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VII MATERI SEGIEMPAT

0 6 256

KEEFEKTIFAN PBL BERBASIS NILAI KARAKTER BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI SEGIEMPAT KELAS VII

45 173 294

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA BERNUANSA ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK PADA MATERI SEGIEMPAT

0 46 479

Keefektifan Pembelajaran Model TAPPS Berbantuan Worksheet Berbasis Polya terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran Kelas VIII

1 11 214

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SUPERITEM BERBANTUAN SCAFFOLDING MATERI TRIGONOMETRI KELAS X SMK

27 358 374

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI POKOK SEGIEMPAT PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 12 MAGELANG.

0 0 1

Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran TAI dengan Pendekatan Keterampilan Metakognitif Berbantuan Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Segiempat.

0 0 1

Keefektifan Model Pembelajaran kooperatif Tipe STAD Berbantuan LKS Penemuan Terbimbing Dengan LKS Penemuan Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Sub Pokok Materi Segiempat Peserta Didik Kelas VII Semester Genap SMP N 13 Kota Semarang.

0 0 1

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII pada Materi Bilangan melalui Model Treffinger Berbantuan Masalah Open- Ended

0 0 11