dicapai oleh peserta didik. Daya dukung berupa ketersedian tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan, biaya operasional pendidikan, manajemen
sekolah dan kepedulian stakeholders sekolah Depdiknas, 2009: 12-14. Penetapan KKM oleh sekolah dapat dilakukan dengan menafsirkan kriteria ketiga
unsur tersebut yang selanjutnya dirata-rata sehingga diperoleh batas nilai minimum ketuntasan. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-
rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Peserta Didik
Depdiknas, 2009: 8. Penelitian ini menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah untuk
menentukan pencapaian kemampuan pemecahan masalah. Peneliti menetapkan batas ketuntasan sesuai pembelajaran untuk ketuntasan individual sebesar 80.
Sedangkan ketuntasan minimal untuk satu kelas ketuntasan klasikal adalah 85 dari seluruh peserta didik dalam satu kelas Mulyasa, 2009: 254.
2.1.10 Hasil Penelitian Tekait
1. Penelitian Scott D. Johnson dan Shih-Pung Chung 1994 berjudul “The
Effect of Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS on the Troubleshooting Ability of Aviation Technician Students
”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peserta didik yang diajar menggunakan TAPPS
menunjukkan akurasi dalam pemecahan masalah yang lebih baik. Selain itu peserta didik lebih mengetahui adanya kesalahan dan letak kesalahan selama
memecahkan masalah. Penggunaan model TAPPS juga menjadikan peserta
didik dapat menggunakan keterampilan kognitifnya untuk mengevaluasi
pemecahan masalah.
2. Penelitian Yuniawatika 2008 berjudul “Penerapan Metode Thinking Aloud
Pair Problem Solving TAPPS untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Peserta didik SMP: Penelitian Eksperimen pada
Peserta didik Kelas VIII SMPN 1 Bandung”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
komunikasi matematik antara peserta didik yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS dan peserta didik yang
mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan metode non- TAPPS pembelajaran biasa. Peningkatan kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang mendapat pembelajaran dengan metode TAPPS lebih baik dari peserta didik yang mendapat pembelajaran metode non-
TAPPS pembelajaran biasa. Selain itu, sebagian besar peserta didik menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan. Dengan kata lain, pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
peserta didik SMP. Hal ini ditunjukkan melalui pendapat peserta didik dalam
angket maupun pada hasil wawancara.
3. Penelitian Hidayati 2010 berjudul “Penerapan Media Kartu Permasalahan
Card Problem dalam Pembelajaran Diskusi Peserta didik Kelas VII SMP Negeri 9 Cimahi”. Hasil penelitian yang diperoleh berupa hasil kemampuan
berbicara peserta didik pada saat prates dan postes. Data tersebut diolah
dengan menggunakan statistik. Perhitungan ini dilakukan dengan menguji perbedaan rata-rata data prates dan postes, normalitas data prates dan postes,
uji homogenitas, dan uji signifikansi. Hasil perhitungan kenaikan rata-rata data prates pada kelas kontrol sebesar 49,44 ke nilai rata-rata postes sebesar
54,55 mencapai 5,11, sedangkan kenaikan rata-rata data prates pada kelas eksperimen sebesar 50,41 ke nilai rata-rata postes sebesar 70,36 mencapai
19,95.
4. Penelitian Muchayat 2011, berjudul “Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika dengan Strategi Ideal Problem Solving Bermuatan Pendidikan Karakter”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik
yang mengikuti pembelajaran strategi IDEAL Problem Solving bermuatan pendidikan karakter mencapai ketuntasan belajar. Kemampuan pemecahan
masalah peserta didik di kelas yang menggunakan strategi IDEAL Problem Solving bermuatan pendidikan karakter lebih baik daripada kelas yang
menggunakan pembelajaran
ekspositori dengan
kelompok belajar
konvensional. Aktivitas dan motivasi belajar peserta didik secara bersama- sama berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta
didik di kelas yang menggunakan strategi IDEAL Problem Solving bermuatan
pendidikan karakter.
5. Penelitian Minnarti Milliza Anwar dkk 2012 berjudul “Pengaruh Penerapan
Strategi Thinking Aloud Problem Solving TAPPS terhadap Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik Kelas VIII SMPN 1 Padang Ganting
Kabupaten Tanah Datar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemecahan
masalah matematis peserta didik yang diajarkan menggunakan TAPPS lebih
baik daripada yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
2.2 Kerangka Berpikir
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP Negeri 1 Salatiga
yang dikhususkan pada materi luas dan keliling segiempat Balitbang, 2012. Berdasarkan pengamatan dan wawancara kepada guru matematika, peneliti
berasumsi bahwa masalah tersebut diakibatkan oleh penggunaan model pembelajaran yang tidak menekankan pada pemecahan masalah, kurang adanya
pemberian soal-soal pemecahan masalah, dan belum maksimalnya penggunaan media pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah. Disamping itu
dalam pembelajaran, guru juga belum mengadakan penilaian terhadap karakter peserta didik. Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
dengan menerapkan model pembelajaran TAPPS berbantuan kartu permasalahan yang diharapkan dapat mengembangkan karakter kerja keras dan keterampilan
pemecahan masalah sehingga diharapkan pula kemampuan pemecahan masalah peserta didik dapat mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Ketercapaian ketiga
aspek tersebut akan dinilai sebagai penilaian aspek afektif, psikomotor, dan kognitif.
Peneliti memilih model pembelajaran TAPPS dengan beberapa alasan: 1 model pembelajaran TAPPS menekankan pada kegiatan pemecahan masalah,
sehingga keterampilan pemecahan masalah peserta didik dapat terlatih, 2 model pembelajaran TAPPS meminta peserta didik untuk bekerja sama secara