2.1.5.1 Definisi Model Pembelajaran TAPPS
Salah  satu  model  pembelajaran  yang  melatih  peserta  didik  untuk  belajar aktif  dalam  memecahkan  masalah  adalah  Thinking  Aloud  Pair  Problem  Solving
TAPPS.  Model  ini  diperkenalkan  oleh  Claparade,  yang  kemudian  digunakan oleh  Bloom  dan  Broder  untuk  meneliti  proses  pemecahan  masalah  pada  peserta
didik  SMA.  Arthur  Whimbey  dan  John  Lochhead  telah  mengembangkan  model ini  pada  pengajaran  matematika  dan  fisika.  TAPPS  merupakan  suatu  model
pemikiran  tingkat  tinggi,  model  ini  dapat  memonitor  peserta  didik  sehingga mereka  dapat  mengetahui  apa  yang  dipahami  dan  apa  yang  belum  dipahaminya.
Thinking  Aloud  dalam  bahasa  Indonesia  artinya  berpikir  keras,  Pair  artinya berpasangan  dan  Problem  Solving  artinya  pemecahan  masalah.  Jadi  Thinking
Aloud  Pair  Problem  Solving  TAPPS  dapat  diartikan  sebagai  teknik  berpikir keras secara berpasangan untuk memecahkan masalah. TAPPS merupakan model
untuk memecahkan masalah yang dilisankan dengan keras sehingga peserta didik dapat  mengungkapkan  alasanya  dan  dikerjakan  secara  berpasangan.  TAPPS
bertujuan  untuk  meningkatkan  keterampilan  dalam  proses  pemecahan  masalah dibandingkan dengan hasil dan membantu peserta didik mengidentifikasi logika
atau  kekeliruan  proses  pemecahan  masalah.  Jadi  pada  model  ini  guru  dapat mengajarkan peserta didik untuk memecahkan  masalah, bagaimana  memecahkan
masalah  secara  berpasangan,  dan  juga  bagaimana  untuk  berpikir  keras  serta menyuarakan pikirannya dalam memecahkan suatu masalah.
2.1.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran TAPPS
Setiap peserta didik dalam model TAPPS diberikan permasalahan berbeda yang  harus  dipecahkan.  Masing-masing  peserta  didik  memiliki  tugas  yang
berbeda.  Menurut  Stice  1987  berikut  ini  adalah  rincian  tugas  problem  solver dan listener  :
1. Menjadi seorang problem solver
a. Menyiapkan buku catatan, alat tulis, dan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah. b.
Membacakan masalah dengan suara keras. c.
Mulai  untuk  memecahkan  masalah  sendiri,  problem  solver mengemukakan  semua  pendapat  serta  gagasan  yang  terpikirkan,
mengemukakan semua
langkah yang
akan dilakukan
untuk menyelesaikan  masalah  tersebut  serta  menjelaskan  apa,  mengapa,  dan
bagaimana  langkah  tersebut  diambil  agar  listener  mengerti  penjelasan yang dilakukan problem solver.
d. Problem  solver  harus  lebih  berani  dalam  mengungkapkan  segala  hasil
pemikirannya, anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi. e.
Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun problem solver menganggap masalah tersebut mudah.
2. Menjadi seorang listener
a. Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver.
b. Menuntun  problem  solver  untuk  terus  berbicara,  tetapi  tidak
mengganggu problem solver ketika berpikir.
c. Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan
oleh  problem  solver  tidak  ada  yang  salah,  dan  tidak  ada  langkah  dari solusi tersebut yang hilang.
d. Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi
dari permasalahannya. e.
Memastikan  diri  bahwa  listener  mengerti  setiap  langkah  dari  solusi tersebut.
f. Jangan  biarkan  problem  solver  melanjutkan pemaparannya  jika  listener
tidak  mengerti  apa  yang  dipaparkan  problem  solver  dan  jika  listener berpikir ada suatu kekeliruan.
g. Memberikan isyarat pada problem solver jika problem solver melakukan
kesalahan  dalam  proses  berpikirnya  atau  dalam  perhitungannya,  tetapi listener jangan memberikan jawaban yang benar.
Peran guru di kelas adalah mengamati pasangan peserta didik, memonitor aktivitas  mereka  dan  memberikan  perhatian  khusus  kepada  listener.  Guru
mengawasi dengan cara berkeliling serta melatih listener mengajukan pertanyaan. Hal  ini  diperlukan  karena  keberhasilan  model  ini  akan  tercapai  bila  listener
berhasil  membuat  problem solver  memberikan alasan dan  menjelaskan apa  yang mereka  lakukan  untuk  memecahkan  masalah.  Jika  terdapat  kelompok  yang
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu dengan cara  menjadi  listener,  dengan  memberikan  pertanyaan-pertanyaan  yang
sebenarnya  merupakan  bantuan  menuju  sesuatu  yang  dibutuhkan  peserta  didik dan memberikan pertanyaan bantuan yang mengarahkan peserta didik ke sesuatu
yang  hendak  dicari  dan  memberikan  arahan  tanpa  mengungkapkan  seluruh jawaban  yang  dibutuhan  oleh  peserta  didik  scaffolding.  Tahapan  pembelajaran
dengan model TAPPS dapat disajikan dalam bagan berikut:
  Guru  membagikan  masalah  yang  berbeda  kepada  problem solver PS dan listener L.
  PS  dan  L  mempelajari  masalah  masing-masing  selama  lima menit
  PS  membacakan  soal  lalu  menyelesaikan  permasalahan sambil menjelaskan setiap langkah penyelesaian kepada L.
  L mengamati proses penyelesaian masalah, bertanya jika ada hal  yang  kurang  dipahami  atau  memberikan  arahan
penuntun jika PS merasa kesulitan.   Guru berkeliling kelas mengamati dan membantu kelancaran
diskusi   Guru menyampaikan pokok materi pembelajaran dan bersama
peserta didik membahas contoh soal mengenai materi.
  Setelah  soal  pertama  terpecahkan,  PS  dan  L  bertukar  peran dan melakukan diskusi kembali seperti di atas.
  Pembahasan  kedua  masalah  yang  telah diberikan secara bersama-sama
  Memberikan  penghargaan  untuk  PS terbaik, L terbaik dan tim terbaik
Gambar 2.1 Bagan Model Pembelajaran TAPPS
Melalui  model  TAPPS  peserta  didik  dapat  belajar  secara  aktif  untuk mencari informasi yang diperlukan. Peserta didik dituntut untuk terampil bertanya
dan  mengemukakan  pendapat,  menemukan  informasi  yang  relevan  dari  sumber yang  tersembunyi,  mencari  berbagai  alternatif  solusi  dan  menentukan  cara  yang
paling  efektif  untuk  memecahkan  suatu  masalah.  Model  TAPPS  melatih  peserta didik  untuk  mengorganisasikan  dan  menilai  kualitas  pemikiran  mereka  sendiri
melalui kegiatan mengartikulasikan pikiran mereka kepada seorang listener ketika mereka  memecahkan  masalah.  Sebagai  listener,  peserta  didik  belajar  untuk
menghargai  berbagai  cara  logis  yang  digunakan  oleh  problem  solver  dalam memecahkan  masalah.  TAPPS  merupakan  kombinasi  dari  thinking-aloud  dan
teachback teqniques. Jadi TAPPPS tidak hanya melihat pemahaman peserta didik melalui  cara  berfikirnya  dalam  memecahkan  masalah,  tetapi  juga  melalui  cara
mengajarkan kembali apa yang telah mereka pelajari kepada orang lain. 2.1.5.3
Teori Pendukung Model Pembelajaran TAPPS
Model  TAPPS  ini  mengacu  pada  dua  teori  yaitu  teori  interaksi  sosial Piaget  dan  teori  Vygotsky  tentang  perkembangan  sosial.  Dalam  teorinya,  Piaget
sebagaimana  dikutip  oleh  Suherman  2003:  36  mengatakan  bahwa  seorang individu  dapat  mengikat,  memahami,  memberikan  respon  terhadap  stimulus
disebabkan  bekerjanya  schemata  yang  merupakan  hasil  interaksi  antara  individu dan  lingkungan.  Kemudian  Piaget  menyatakan  bahwa  perkembangan  kognitif
terjadi  ketika  anak  sudah  membangun  pengetahuan  melalui  eksplorasi  aktif  dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar. Sehubungan
dengan  hal  tersebut  terdapat  dua  teori  yang  dikemukakan  oleh  Piaget,  yaitu
asimilasi  dan  akomodasi.  Proses  asimilasi  terjadi  ketika  seorang  anak  menerima konsep,  keterampilan  dan  informasi  yang  diperoleh  dari  pengalaman  mereka
dengan  lingkungan dalam  rangka  mengembangkan pola atau skema pemahaman, sedangkan  proses  akomodasi  terjadi  ketika  skema  mental  harus  diubah  untuk
menyesuaikan  dengan  konsep,  keterampilan  dan  informasi  baru.  Kolaborasi  di antara  peserta  didik  sangat  diperlukan  karena  kegiatan  ini  akan  menunjukkan
pandangan  yang  berbeda  dari  yang  lainnya  agar  dapat  memperbaiki  dan meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep serta lebih mampu
memecahkan masalah-masalah kompleks dibandingkan dengan peserta didik yang belajar  secara  individu.  Jika  teori  Piaget  dikaitkan  dengan  model  pembelajaran
TAPPS  yaitu  terdapat  kolaborasi  antar  peserta  didik,  maka  diharapkan  dapat meningkatkan  pemahaman  dan  penalaran  peserta  didik  terhadap  suatu  konsep
sehingga peserta didik mampu memecahkan masalah-masalah kompleks. Selain  Piaget,  model  TAPPS  juga  berhubungan  dengan  teori  Vygotsky.
Vygotsky  sebagaimana  dikutip  oleh  Supriadi  2009:  7  menyebutkan  bahwa proses  peningkatan  pemahaman  pada  diri  siswa  terjadi  sebagai  akibat  adanya
pembelajaran. Interaksi sosial berupa proses diskusi antara peserta didik dan guru ternyata
mampu memberikan
kesempatan pada
peserta didik
untuk mengoptimalkan  proses  belajarnya,  yakni  untuk  berbagi  dan  memodifikasi  cara
berfikir  masing-masing.  Selain  itu  terdapat  juga  kemungkinan  bagi  sebagian peserta  didik  untuk  menampilkan  argumentasi  mereka  sendiri  serta  bagi  peserta
didik  lainnya  memperoleh  kesempatan  untuk  mencoba  menangkap  pola  fikir peserta didik lainnya. Rangkaian tersebut diyakini akan membimbing siswa untuk
berpikir  menuju  ke  tahapan  yang  lebih  tinggi.  Proses  ini  menurut  Vygotsky disebut  zone  of  proximal  development  ZPD.  Teori  Vygotsky  dapat  dikaitkan
dengan  model  pembelajaran  TAPPS  yaitu  adanya  interaksi  sosial  antara  peserta didik  dan  guru  dalam  membahas  materi  serta  soal  dengan  jalan  diskusi.  Model
TAPPS juga mengondisikan peserta didik untuk bekerja secara berpasangan untuk memecahkan  masalah,  dalam  hal  ini  terjadi  interaksi  dimana  salah  satu  peserta
didik sebagai problem solver mengungkapakan argumentasinya sedangkan peserta didik lain sebagai listener berusaha menangkap pola pikir pasangan diskusinya.
2.1.5.4 Kelemahan dan Kelebihan Model TAAPS