Tinjauan Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan 2009 negara-negara maju seperti Canada, Amerika Serikat, dan Australia menerapkan kebijakan untuk memproteksi komoditas susu dan turunan dari serbuan produk sejenis dari negara lain. Faktanya Amerika Serikat menerapkan tarif masuk sebesar 17.50-18.50 persen untuk produk susu dan turunannya, Canada menerapkan tarif bea masuk sebesar tujuh persen, sedangkan negara Australia menetapkan zero tariff untuk komoditas susu, namun menetapkan non tariff barrier dalam bentuk sanitary certificate, dan manufacture certificate .

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengukuran daya saing usaha ternak sapi perah yang diukur atau dilihat dari komoditas yang dihasilkan yakni susu segar masih terbatas dilakukan oleh para akademisi ataupun peneliti. Secara umum penelitian yang dilakukan untuk mengukur daya saing lebih banyak membahas komoditas sapi potong, penggemukan sapi potong dan komoditi di sektor pertanian lainnya. Sedangkan untuk daya saing susu segar sapi perah masih terbatas dilakukan dan dipublikasikan. Namun dari hasil penelusuran literatur dan pustaka yang dilakukan di beberapa tempat perpustakaan, internet, lembaga penelitian seperti Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian didapat tiga penelitian yang relevan dan membahas komoditi susu serta mengukur daya saingnya dengan menggunakan alat analisis PAM Policy Analysis Matrix. Penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol dan Karo-Karo 2008, berjudul ”Analisis Daya Saing Koperasi di Era Globalisasi, Studi Kasus: Pada Koperasi Susu di Jawa Barat”. Penelitian ini menggunakan alat analisis PAM Policy Analysis Matrix dan formulasi strategi dengan teknik SWOT Strenghts, Weakness, Oppurtunities and Threats untuk merumuskan strategi dalam peningkatan daya saing. Berdasarkan penelitian tersebut pengukuran daya saing kelembagaan koperasi yang diukur dari produk susu yang dihasilkan oleh koperasi tersebut. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa koperasi susu memiliki daya saing. Daya saing tersebut ditunjukkan dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya. Keunggulan kompetitif ditunjukkan oleh koesifien PCR Private Cost Ratio sebesar 0.49 yang memiliki pengertian bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output sebesar Rp. 1 pada harga privat diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar Rp. 0.49, sehingga penggunaan faktor domestik sudah efisien sehingga layak untuk diusahakan. Sedangkan keunggulan komperatif ditunjukkan oleh koefisien nilai DRC Domestic Resourse Cost sebesar 0.23 yang berarti untuk memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 6 456.51 per liter susu diperlukan tambahan biaya faktor produksi domestik sebesar Rp. 1 396.36 per liter susu, sehingga dapat dikatakan bahwa koperasi susu lebih efisien dalam menghasilkan susu dengan mengunakan sumberdaya domestik. Nilai DRC yang kurang dari satu 1, semakin kecil maka usaha produksi sapi perah di koperasi ini efisien secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif. Penelitian tersebut juga merumuskan tujuh strategi dengan menggunakan teknik SWOT untuk dapat meningkatkan daya saing koperasi susu tersebut, beberapa strategi yang diformulasikan dan direkomendasikan adalah dari penelitian tersebut: 1 pengembangan dan peningkatan bisnis koperasi susu melalui konsep kluster, strategi ini direkomendasikan agar koperasi mampu bersaing dan memiliki posisi tawar dengan mitranya IPS; 2 meningkatkan kegiatan promosi bersama mengenai pentingnya konsumsi susu sehat; dan 3 pemantapan sistem manajemen pemasaran dan produksi susu turunannya untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen lokal. Penelitian kedua yang menghitung daya saing dan bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu dilakukan oleh Kuraisin 2006. Penelitian tersebut berjudul ”Analisis Daya Saing dan Dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Susu Sapi Studi Kasus di Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Penelitian tersebut menggunakan alat analisis PAM Policy Analysis Matrix dan sensitivitas untuk melihat dampak perubahaan kebijakan komoditi susu pada skala kepemilikan sapi yang berbeda-beda yakni tiga ekor, sama dengan tiga ekor, dan 3 ekor. Hasil penelitian yang diperoleh adalah secara umum komoditi dan pengusahaan sapi perah pada skala yang berbeda di Desa Tajurhalang memiliki keunggulan Daya saing hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR dan DCR kurang dari satu yakni rata- rata 0.70 dan 0.55 sehingga menguntungkan secara ekonomi dan efisien dalam pengusahannya. Penelitian tersebut juga merekomendasikan agar pada tahun 2006, pemerintah harus menetapkan tarif impor susu sebesar 15-20 persen untuk meningkatkan posisi daya saing yang baik dan peternak agar mampu bersaing dengan susu impor dari aspek harga, hal ini diperoleh dari analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas gabungan kenaikan harga input dan penurunan harga output menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah di Desa Tajurhalang tetap memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Ilham dan Swastika pada tahun 2001, melakukan perhitungan dan pengukuran daya saing susu segar dalam negeri pasca krisis ekonomi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap usaha peternakan sapi perah di Indonesia. Ilham dan Swastika pada penelitiannya melihat dan mengukur daya saing pada usahaternak di dataran tinggi Lembang dan di dataran rendah Grati, Pasuruan. Hasil analisis daya saing menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah yang diukur dari produk susu yang dihasilkan cukup efisien, baik di dataran tinggi maupun di dataran tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio sumber daya domestik DRC selama pasca krisis sebesar 0.57 untuk dataran tinggi dan 0.67 untuk dataran rendah. Penelitian yang menggunakan PAM sebagai alat analisis di sektor peternakan, yakni komoditi ayam ras yang dilakukan oleh Saptana 1999. Penelitian ini mengemukakan bahwa sistem komoditi ayam ras petelur dan pedaging pada berbagai pola, skala usaha, dan lokasi yang diteliti pada kondisi sebelum terjadi krisis moneter nilai efisien nilai DRC1, bahkan setelah krisis moneter lebih efisien.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Teori Perdagangan Internasional

Aktivitas atau kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut sudah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Perdagangan ini akibat adanya usaha untuk memaksimumkan kesejahteraan negara dan diharapkan dampak kesejahteraan tersebut akan diterima oleh negara pengekspor dan negara pengimpor. Alasan utama yang menyebabkan negara-negara melakukan perdagangan internasional adalah: 1 adanya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya sehingga negara-negara akan memperoleh keuntungan melalui suatu pengaturan dengan cara yang berbeda secara relatif terhadap perbedaan sumberdaya tersebut, dan 2 negara-negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk mencapai economic of scale dalam produksi. Artinya, suatu negara akan lebih efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis barang. Seluruh alasan yang mendasari terjadinya perdagangan internasional bertitik tolak dari konsep keunggulan komparatif. Suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya memerlukan faktor produksi yang secara relatif berlimpah, dengan demikian perdagangan mendorong penggunaan sumberdaya ke dalam sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komparatif. Banyak ahli berpendapat bahwa ekspor suatu komoditi terjadi karena adanya penawaran domestik yang berlebih excess supply, yang disebabkan harga relatif domestik di negara pengekspor lebih rendah dibandingkan dengan harga negara lain dan