penyediaan sumberdaya manusia. Oleh karenanya, pengembangan agribisnis berbasis sapi perah harus dilakukan secara terintegrasi oleh suatu manajemen
yang sama dari hulu ke hilir. Menurut Firman 2007 dalam rangka peningkatan mutu produksi susu
lokal, harus ditindaklanjuti dengan sertifikasi produk. Koperasi pada kondisi ini dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi yang terakreditasi sebagai lembaga
Sertifikasi Peningkatan Sistem Manajemen Mutu SPSMM. Koperasi yang menerapkan sistem manajemen yang mengacu pada kaidah-kaidah ISO 9000,
sehingga diharapkan produk susu lokal akan mampu bersaing di pasar global dimasa mendatang. Selain itu yang diperlukan adalah mengantisipasi situasi
perdagangan bebas, bahwa harga tidak ditentukan lagi oleh aturan sepihak, namun didasarkan kepada interaksi kekuatan permintaan dan penawaran. Selain itu,
hilangnya berbagai bentuk proteksi akan menyebabkan meningkatnya susu impor di Indonesia, yang akan menjadi pesaing baru bagi kalangan produsen susu
nasional
5.3. Kelembagaan Agribisnis Sapi Perah
Susu merupakan komoditi yang tidak lebih mudah dikembangkan dibandingkan komoditi agribisnis lainnya. Namun fakta menunjukkan bahwa
pengembangan agribisnis susu melalui gerakan koperasi jauh lebih baik dibandingkan dengan pengembangan agribisnis komoditi lainnya. Hal ini tidak
lepas dari sifat produksi yang sangat inelastis, sehingga menjadikan tingkat ketergantungan yang tinggi para anggota terhadap lembaga koperasi.
Ketergantungan yang tinggi terkait dengan berkembangnya aktivitas off-farm
sejalan dengan berkembangnya aktivitas on-farm menyebabkan tingginya tuntutan terhadap pengembangan, sistem agribisnis susu secara integratif. Kelemahan
dalam salah satu sub-sistem mengakibatkan dampak yang sangat fatal pada pengusahaan komoditi ini.
Terdapat pendapat yang meyakini bahwa berkembangnya koperasi susu dikarenakan sifat natural komoditas yang menyebabkan bangkitnya kemauan para
peternak secara buttom up bergabung dalam lembaga koperasi. Sifat natural yang dimaksudkan adalah tingkat perishable yang tinggi, volume yang besar dan massa
yang berat, disamping proses produksi yang bersifat harian. Artinya semakin kurang tekanan karakter komoditi, akan semakin berkurang desakan bagi para
petani untuk menggabungkan diri ke dalam lembaga koperasi. Mempelajari sejarah agribisnis persusuan sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa kondisi yang menentukan berkembangnya agribisnis persusuan ini tidak terlepas dari berkembangnya semua sub sistem agribisnis
secara simultan dan integratif. Pengalaman 30 tahun telah memperlihatkan bahwa keberhasilan pola
pengembangan sapi perah melalui koperasi hanya berpengaruh pada peningkatan produksi dan peningkatan kesempatan kerja Siregar dan Ilham, 2003. Sampai
saat ini hampir 90 persen produksi susu segar dalam negeri dihasilkan oleh koperasi.
Masa keemasan koperasi susu dijumpai pada tahun 1980-an. Jumlah koperasi yang awalnya hanya 27 buah pada tahun 1979 berkembang tujuh kali
lipat menjadi 198 pada tahun 1989. Demikian pula terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah tenaga kerja yang terserap pada agribisnis persusuan, baik
sebagai peternak pemilik maupun sebagai pekerja. Meningkatnya jumlah koperasi ini tidak terlepas dengan meningkatnya program pemerintah dalam
pengembangan Koperasi Unit Desa KUD di wilayah perdesaan. Tahun 2008 tercatat jumlah koperasi susu di Indonesia sebanyak 111 unit
koperasi GKSI, 2009. Menurut PSE-KP Litbang Departemen Pertanian 2009 menyebutkan bahwa 98 persen jumlah koperasi yang ada tersebar di Pulau Jawa.
Jumlah peternak sebesar 120 000 jiwa menjadikan koperasi sebagai wadah untuk menjalankan usahaternak, termasuk kebutuhan dalam usahaternak. Koperasi-
koperasi tersebut bersatu dalam wadah koperasi sekunder yakni GKSI Gabungan Koperasi Susu Indonesia.
Berdirinya GKSI pada tahun 1979 sangat berperan dalam mengkondisikan KUD-KUD untuk mengembangkan unit usaha persusuan, atau disebut KUD Susu.
Dukungan penuh GKSI terlihat dalam mengembangkan sub-sub sistem agribisnis off farm
yang dibutuhkan oleh subsistem on farm sapi perah yang dikembangkan oleh koperasi-koperasi primer. GKSI melakukan pengembangan agribisnis
persusuan nasional yang dikaitkan dengan memperhatikan pengembangan pada semua subsistem secara simultan memungkinkan banyaknya lahir koperasi-
koperasi susu baru. Hal yang membedakan antara KUD susu dengan koperasi peternakan sapi perah adalah pada keanggotaan dan jenis usaha yang
dikembangkan. KUD susu merupakan koperasi perdesaan yang bersifat multi purpose dan
memiliki unit usaha persusuan, artinya selain anggota yang merupakan peternak sapi perah, koperasi juga memiliki anggota yang mengolah dan mendistribusikan
susu yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan koperasi peternak sapi perah yang
bersifat single purpose yang semua anggotanya adalah peternak sapi perah. Keluarnya Inpres No. 4 tahun 1984 yang hanya mengakui KUD multipurpose
sebagai satu-satunya jenis koperasi di tingkat perdesaan tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan koperasi sapi karena karena koperasi peternak sapi perah
single purpose boleh tetap berjalan tanpa harus berubah menjadi KUD. Hal ini
karena adanya Surat Keputusan Bersama SKB tiga menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri Koperasi. Pada dasarnya semua
koperasi susu Indonesia adalah anggota GKSI, sebagaimana yang diarahkan sejak semula bahwa pengembangan agribisnis persusuan di Indonesia ditekankan
melalui jalur koperasi. Koperasi susu sangat berperan bagi pengembangan usahaternak sapi perah.
Peternak yang bergabung ke dalam koperasi mengakui bahwa koperasi memiliki peran dalam pemasaran output, dan penyediaan input serta sarana ternak lainnya.
Manfaat yang dimaksud adalah, dengan bergabungnya peternak dengan koperasi anggota akan mendapat pelayanan diantaranya peternak menjual susunya melalui
koperassi. Susu yang berasal dari peternak dijual kepada IPS. IPS dan peternak tidak memiliki hubungan langsung, tetapi koperasi bertindak sebagai perantara.
Sehingga dengan adanya koperasi, adanya kepastian pasar susu yang dihasilkan. Harga yang diberikan oleh koperasi berdasarkan harga yang diberikan
oleh IPS, dengan standar dan syarat teknis kadar lemak, bakteri dan total solid susu. Hubungan yang dibangun antara koperasi dan IPS dapat dikatakan belum
terpola, apakah dalam bentuk kemitraan, contract farming, atau pola bapak asuh. Hubungan yang terbentuk lebih kepada hubungan antara penjual dan pembeli
IPS, dengan sistem pembayaran setiap dua minggu sekali dari IPS kepada
koperasi melalui bendahara GKSI. Konsekuensi sistem tersebut berdampak pada sistem pembayaran susu segar yang diterima peternak, pembayaran susu yang
disetor setiap hari dibayar dua minggu sekali. Koperasi juga berperan dalam hal penyediaan input, terutama pakan
konsentrat dan modal bagi anggotanya. Koperasi pada dasarnya tidak mewajibkan anggotanya untuk membeli kebutuhan usahaternaknya kepada koperasi, sehingga
anggota dapat membeli dengan pertimbangan harga yang paling rendah ditempat lain. Namun, koperasi tetap memberikan harga yang relatif rendah bila
dibandingkan peternak membeli pakan dan sarana ternak di tempat lain. Hal ini dimungkinkan adanya sumber pendapatan lain yang diperoleh koperasi dan
dialokasikan untuk mensubsidi beberapa input tertentu. Disamping di akhir tahun, terdapat SHU Sisa Hasil Usaha yang akan dibagikan berdasarkan tingkat
partisipasi anggota apakah dari kegiatan ekonomi dan organisasinya. Adanya iuran, dan keuntungan yang diperoleh dari Waserda Warung serba ada. Harga
input yang relatif rendah bisa dilihat dari harga pakan konsentrat yang dijual oleh KPSBU Jawa Barat Lembang yang menjual per kilogram pakan sebesar
Rp. 1 400-Rp.1 500, bila dibandingkan seharga Rp. 1 700-Rp. 1 900 per kilogram di tempat lain.
Permodalan peternak juga terbantu dengan adanya bantuan tanpa bunga bagi peternak. Hal ini dicontohkan oleh KPSBU Jawa Barat Lembang kegiatan ini
dimungkinkan karena adanya dana dari SHU yang dialokasikan untuk membantu permodalan tanpa bunga bagi peternak. Manfaat dan peran yang diperoleh
peternak dari koperasi adalah untuk menjaga kualitas susu yang dihasilkan oleh
peternak, koperasi melakukan upaya pendampingan, pelatihan dan pengawasan secara berkala terhadap usahaternak sapi perah di wilayah binaan masing-masing.
5.4. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat