4.5. Metode Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing
Pendekatan untuk mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing yaitu melalui pendekatan total dan pendekatan langsung
Pearson dan Monke, 1989. Apabila menggunakan pendekatan total maka setiap biaya dari input tradable produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya
domestik asing. Penambahan input tradable diasumsikan dipenuhi dari produk domestik. Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen domestik
dilindungi, sehingga tambahan penawaran input tradable datang dari produsen domestik.
Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input tradable baik yang diimpor maupun yang diproduksi domestik, dinilai sebagai komponen biaya
asing. Pendekatan ini dapat digunakan jika tambahan permintaan input tradable dipenuhi dari perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian ini dalam mengalokasikan biaya komponen tradable dan non tradable, menggunakan pendekatan total. Alokasi komponen tradable dan non tradable
dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.6. Metode Penentuan Harga Bayangan
Gittinger 1986 mendefenisikan harga bayangan sebagai harga yang akan terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persaingan
sempurna dan dalam kondisi keseimbangan. Sedangkan Gittinger 1986 mendefenisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan peningkatan
kesejahteraan dengan adanya perubahan marjinal dalam persediaan komoditi dan faktor produksi. Sehingga demikian untuk memperkirakan harga bayangan perlu
diketahui fungsi kesejahteraan sosial yang diwujudkan dalam pernyataan matematis serta faktor pembatas dan kebijakan yang menentukan arah
pembangunan sekarang dan akan datang. Alasan digunakannya harga bayangan dalam analisis ekonomi adalah: 1
harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut, dan 2
harga privat tidak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain
yang masih memungkinkan di masyarakat. Harga dasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering tidak mencerminkan
biaya imbangan sosial oppurtunity cost. Suatu komoditi akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan
sempurna, sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan perlu dilakukan penyesuaian.
Penentuan harga bayangan berdasarkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Saptana 1999 asumsi dasar yang dapat digunakan dalam
analisis PAM pada subsektor peternakan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan berdasarkan harga privat, yaitu harga yang benar-benar dihadapi
oleh pengusaha atau harga yang diterima setelah ada kebijakan pemerintah. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan, yaitu harga pada
pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya untuk analisis ekonomi.
3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan kedalam komponen asing tradable dan komponen domestik non tradable.
4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan, sehingga dengan demikian eksternalitas dianggap nol.
4.6.1. Harga Bayangan Nilai Tukar
Penetapan nilai tukar Rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing yang menjadi acuan US Dollar. Penentuan harga bayangan nilai
tukar menggunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van der Tak 1982 dalam Gittinger 1986, bahwa penentuan harga bayangan nilai tukar mata
uang ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
SCFt OERt
SERt
Dimana, SERt : Nilai Tukar Bayangan RpUS
OERt : Nilai Tukar Resmi RpUS SCFt : Faktor konversi Standar
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan eskpor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut:
Tmt Mt
Txt Xt
Mt Xt
SCFt
Dimana, SCFt : Faktor konversi stadar untuk tahun ke-t
Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t Rp
Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t Rp
Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t Rp
Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t Rp
Harga bayangan nilai tukar dihitung berdasarkan metode diatas, yaitu perhitungan didasarkan pada informasi total nilai ekspor dan impor Indonesia
untuk tahun 2009, serta total penerimaan pemerintah dari pajak ekspor dan impor untuk tahun 2009. Namun, karena pengumpulan data dilakukan pada Juli-
September maka nilai total ekspor dan impor, serta penerimaan pajak diperhitungkan pada berdasarkan nilai semester pertama untuk tahun 2009.
Berdasarkan nilai yang diperoleh, dimana nilai total ekspor Xt Indonesia padah tahun 2009 sebesar Rp. 656 942 000 juta, nilai impor Mt sebesar
Rp. 550 695 200 juta. Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor TXt sebesar Rp. 520 700 juta, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor TMt sebesar
Rp. 11 600 000 juta. Nilai official exchange rate OER yang dilihat dari kurs Rupiah terhadap
US Dollar. Menurut Saptana 1999 dengan adanya kebijakan makro yang diterapkan di Indonesia yang menerapkan nilai tukar bebas atau mengambang
floating exchange rate sejak 1996, serta kebijakan deregulatif berupa penurunan tarif bea masuk dan pajak ekspor maka diasumsikan nilai tukar uang yang terjadi
di pasar uang dapat menggambarkan harga bayangan nilai tukar uang. Berdasarkan asumsi tersebut, maka nilai kurs Rupiah terhadap US Dollar adalah
rata-rata kurs nilai tengah yang terjadi pada Juli-September 2009 yakni sebesar Rp. 9993.59US Dollar BPS, 2009 dan Bank Indonesia, 2009. Menggunakan
informasi dan data-data diatas, maka nilai faktor konversi standar atau SCF yang diperoleh adalah sebesar 0.99, sehingga nilai SER yang akan digunakan dalam
penelitian ini sebesar Rp. 10 094.54US Dollar.
4.6.2. Penentuan Harga Bayangan Output
Harga bayangan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah border price
free on boardfob untuk ouput yang dieskpor, sedangkan harga cif cost insurance freight
cif dipakai untuk output yang diimpor atau kemungkinan diimpor. Kemudian dari harga border tersebut dilakukan penyesuaian dengan
penambahan atau pengurangan terhadap biaya transportasi dan pemasaran, serta transfer pembayaran harga paritas impor.
Komoditi susu sapi yang dihasilkan peternak pada lokasi penelitian merupakan subtitusi impor atau perdagangan antar daerah, maka harga bayangan
output yang digunakan adalah harga cif di pelabuhan impor pelabuhan acuan yakni Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta ditambah biaya tataniaga yang
dikeluarkan dari pelabuhan ke lokasi penelitian dan transfer pembayaran. Harga ouput tersebut disesuaikan dengan nilai tukar Rupiah bayangan SER= Shadow
Exchange Rate .
Formulasi yang digunakan untuk menghitung harga susu dunia setara dengan harga susu segar dalam negeri mengikuti Erwidodo dan Sayaka dalam
Atien et al. 2009, dimana harga susu dunia dihitung atas dasar harga satu kilogram Full Cream Milk Powder FCMP setara dengan delapan kilogram susu
segar. Dengan demikian susu segar lokal setara dengan satu kilogram susu bubuk dengan jenis FCMP. Sekitar 80 persen biaya satu kilogram FCMP merupakan
biaya susu segar ditambah biaya tataniaga biaya transportasi dan handling
bongkar muat dari pelabuhan ke peternak sebesar 2.50 persen. Harga rata-rata susu FCMP per liter sesudah dikonversi adalah sebesar Rp. 3 649.02,
perhitungan ini didasarkan pada data rata-rata susu Juli-September 2009
International Dairy Product Prices, 2009. Harga tersebut sudah termasuk biaya pengapalan dan asuransi. Harga bayangan susu yang digunakan di masing-masing
lokasi penelitian sebesar Rp. 3 740.24 per liter susu, nilai tersebut diperoleh dari harga susu impor dikalikan dengan SER dan ditambah 2.50 persen biaya tataniaga
Lampiran 1, 2, 3 dan 5. Diasumsikan harga bayangan yang digunakan untuk ketiga lokasi
penelitian adalah sama karena berdasarkan informasi dan data dari GKSI bahwa tingkat harga yang ditawarkan oleh IPS untuk wilayah Jawa Barat adalah sama.
Sementara harga kotoran sapi basah dinilai sama dengan harga aktualnya karena tidak termasuk komoditi yang diperdagangkan.
4.6.3. Penentuan Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan Ternak Sapi Perah
Pada dasarnya dalam menentukan harga bayangan sarana produksi dan peralatan yang termasuk komoditi tradable tidak berbeda dengan penentuan harga
bayangan output. Harga bayangan ditentukan pada harga border price, sedang untuk input non tradable digunakan harga domestik yang termasuk input tradable
adalah obat-obatan, vitamin dan desinfektan, sedangkan pakan dan perlengkapan pada usaha peternakan termasuk pada input non tradable.
Harga bayangan untuk obat-obatan dan vitamin walaupun sudah diproduksi di dalam negeri namun sebagian bahan bakunya didatangkan dari
impor sehingga harga bayangan untuk obat-obatan dan vitamin ditentukan berdasarkan harga cif. Penentuan harga pakan yang terdiri dari konsentrat dan
rumput, terutama konsentrat karena sejak tahun 2000 subsidi untuk pakan sudah dicabut maka harga bayangan ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar.
Harga bayangan untuk peralatan digunakan harga pasar dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung,
sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati pasar persaingan sempurna. Tabel 4 menunjukkan daftar harga beberapa input
usahaternak.
Tabel 4. Daftar Harga Komponen Input Pengusahaan Susu Segar di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009.
No Komponen Input
Unit Satuan Harga Rpsatuan
1 Sewa Lahan
m2bulan 502.52
2 Pakan Ternak
Konsentrat kg
1 500-1 900 Hijauan
kg 260.68
Dedak kg
1 362.07 Ampas Singkong
kg 480.00
3 Obat-obatan
Mineral kg
12 500 Vaseline
kg 27 500
Speciorlac 250 gram
65 000 Obat Celup Puting
500 gram 5 000
Sumber: GKSI, 2009.
4.6.4. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Menurut Gittinger 1986 dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Upah tenaga kerja terdidik
dihitung berdasarkan upah tenaga kerja bayangan sama dengan upah pasar finansial, sedangkan tenaga kerja tidak terdidik dengan anggapan belum bekerja
sesuai dengan tingkat produktivitasnya, maka harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga upah finansialnya. Tenaga kerja yang digunakan
peternak dalam membantu usahanya adalah tenaga kerja tidak tetap dan umumnya juga tidak terdidik sehingga harga bayangan tenaga kerja tersebut menggunakan
pendekatan perhitungan yang dilakukan Yudja 2001 dan Suryana 1980 dalam
Emilya 2001 yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian. Tingkat rata-rata upah harian kerja yang dihitung di lokasi penelitian
sebesar Rp. 20 000-Rp. 25 000 per HOK Hari Orang Kerja. Rata-rata harga bayangan kerja dengan demikian sebesar Rp. 16 000-Rp. 20 000 per HOK.
4.6.5. Harga Bayangan Lahan
Tanah atau lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable
dalam usahatani atau usaha peternakan. Umumnya lahan digunakan sebagai kandang. Penentuan harga bayangan lahan dapat didekati dengan
beberapa cara, diantaranya adalah: 1 pendapatan bersih usahatani atau usaha peternakan dengan komoditi terbaik diatasnya, 2 berdasarkan nilai sewa yang
berlaku di daerah setempat, dan 3 nilai tanah yang hilang karena adanya kegiatan atau proyek diatasnya. Gittinger 1986 mengemukakan bahwa harga
bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitungkan tiap musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat. Harga bayangan dilokasi
penelitian ini yang digunakan adalah nilai sewa lahan tersebut, karena sulit untuk mengukur nilai suatu usahataniusaha lainnya di suatu lahan tertentu. Rata-rata
harga bayangan lahan yang dikeluarkan petrnak sebesar Rp. 502. 52 per meter persegi untuk setiap bulannya. Harga bayangan lahan terdapat pada Tabel 4.
4.6.6. Harga Bayangan Modal Kerja
Bunga untuk analisis finansial ditaksir dengan menghitung tingkat bunga bank yang berlaku umum pada bank pemerintah. Sumber dana usahaternak di
lokasi penelitian berasal dari peternak itu sendiri, jika peternak ingin mendapatkan
dana, maka dana tersebut berasal dari koperasi. Dana tersebut dipinjamkan tanpa dikenakan bunga. Harga bayangan bunga modal diperoleh dari total biaya
produksi peternak dikalikan dengan bunga deposito yang berlaku di bank umum yakni sekitar 12 persen pada tahun 2009, dimana bank acuan yang dipakai adalah
BRI Bank Rakyat Indonesia.
Harga bayangan pajak untuk penelitian ini dikeluarkan dalam perhitungan harga sosial. Oleh Karena itu, harga finansial untuk pajak bumi dan bangunan
PBB dalam perhitungan ini dihitung sebagai biaya dalam perhitungan harga privat atau finansialnya.
4.7. Penentuan Biaya Tataniaga
Biaya tataniaga yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, baik kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Penentuan biaya tataniaga
dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang dari pelabuhan ke peternak. Biaya tataniaga di daerah penelitian adalah besarnya biaya
pengangkutan dari petani sampai ke koperasi dan pelabuhan. Biaya tataniaga terdiri dari biaya transportasi, dan bongkar muat di pelabuhan yang
diperhitungkan sebesar 2.50 persen dari harga susu impor per liternya Atien et al. 2004.
4.8. Analisis Sensitivitas
Setelah dilakukan analisis PAM maka perlu dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi
bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Suatu analisis
kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada analisa
semula. Menurut Kadariah 1978, analisa sensitivitas dilakukan dengan cara: 1
mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa
besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan 2 menentukan tingkat perubahan yang membuat proyek tidak dapat diterima.
Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisa kepekaan dilakukan dengan
mengubah suatu unsur atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan analisis sensitivitas adalah:
1 analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah parameter pada suatu saat
tertentu, dan 2 analisis sensitivitas hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan menentukan layak atau tidak layak suatu proyek.
Unsur yang terdiri dari komponen input pakan-konsentrat, dan harga output dianggap sangat berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan usaha
ternak yang dikaitkan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif pada komoditas susu. Idealnya setiap kemungkinan adanya perubahan atau kesalahan
dalam dasar perhitungan, dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dibatasi terhadap kemungkinan perubahan atau
kesalahan yang sangat berpeluang terjadi dan berpengaruh sangat besar terhadap
hasil analisis. Ada beberapa asumsi skenario atau dasar perubahan kebijakan yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas ini, diantaranya adalah:
1. Perubahan terhadap Harga Output Bila terjadi penurunan atau kenaikan harga akibat dari perubahan tarif
impor susu yang ditetapkan oleh pemerintah dan faktor lain dianggap tetap. Hal ini didasarkan pada kondisi yang ada dimana tarif impor yang pernah
ditetapkan oleh pemerintah sebesar nol persen, 10 persen. Adapun dasar penetapan tarif 15 persen sebagaimana yang diusulkan oleh GKSI bahwa tarif
yang relatif memihak kepada peternak terhadap masuknya susu impor adalah sebesar 15 persen. Beradsarkan asumsi tersebut penelitian ini ingin melihat
bagaimana dampak penurunan dan kenaikan harga susu tersebut terhadap keuntungan peternak dan daya saing pengusahaan susu sapi perah di Provinsi
Jawa Barat yang dilihat dari tiga lokasi penelitian. Sedangkan untuk tarif impor yanh digunakan dalam kondisi normalaktual dalam penelitian ini adalah
sebesar lima persen. 2. Perubahan terhadap Harga Input
Bila terjadi peningkatan harga pakan ternak konsentrat dengan asumsi semua faktor lain tetap. Kenaikan BBM pada tahun 2005 dan 2008
memberikan dampak luar biasa pada pengusahaan ternak sapi perah di Jawa Barat, hal ini terbukti bahwa kenaikan BBM tersebut meningkatkan biaya
transportasipengangkutan sehingga menyebabkan harga pakan naik rata-rata 20 persen untuk tahun 2005 dan 30 persen untuk tahun 2008. Sehingga
skenario yang digunakan dalam penelitian ini terhadap perubahan input adalah, kenaikan harga pakan sebesar 20 dan 30 persen. Penentuan pakan sebagai
indikator dari perubahan dalam analisis sensitivitas adalah pakan merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan peternak.
Tabel 5. Struktur Biaya Produksi Susu Per Liter, Tahun 2005
No Uraian Komponen Biaya
Proporsi 1
Bibit 3.3
2 Upah Tenaga Kerja
7.2 3
Pakan 62.5
4 Perawatan Ternak
1.0 5
Bangunan 20.6
6 Biaya Modal
3.8 7
Pemasaran 1.6
Total 100.0
Sumber : Yusdja, 2005.
Berdasarkan perhitungan komponen dan proporsi setiap biaya yang dikeluarkan diketahui pakan memiliki proporsi terbesar dari seluruh biaya yang
dikeluarkan yakni, sebesar 67 persen untuk Kecamatan Lembang, 49 persen dan 47 persen untuk Kecamatan Pangalengan dan Cikajang. Komponen pakan
yang dikeluarkan oleh peternak terdiri dari konsentrat, pakan hijauan rumput hijau, ampas tahusingkongbungkil kedelai dan dedak. Komponen pakan
konsentrat adalah biaya yang paling besar dibayar peternak 42 persen di Kecamatan Lembang, 55 persen di Kecamatan Pangalengan dan 39 persen di
Kecamatan Cikajang. Proporsi biaya dalam usahaternak dapat dilihat pada Lampiran 5. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan Yusdja
2005, bahwa komponen biaya terbesar yang dikeluarkan oleh usahaternak adalah pakan sebesar 62.50 persen untuk menghasilkan satu liter susu sapi
perah. Struktur biaya produksi susu per liter dapat di lihat pada Tabel 5. 3. Analisis Gabungan
Analisis sensitivitas gabungan butir 1 dan 2 dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap tingkat keuntungan dan daya saing keunggulan kompetitif
dan komparatif pengusahaan sapi perah. Perubahan yang dilakukan secara bersamaan yakni naik atau turunnya harga ouput akibat perubahan tarif impor
nol, 10 dan 15 persen dan jika terjadi kenaikan harga pakan harga pakan naik sebesar 20 dan 30 persen. Melihat gabungan perubahan tersebut dan
kombinasi yang mungkin maka terdapat 11 skenario yang dapat dilakukan pada analisis sensitivitas.
V. AGRIBISNIS PERSUSUAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
5.1. Agribisnis Persusuan Nasional
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751kptsUm10 tahun 1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi
Dalam Negeri, usaha ternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk. Pertama, peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang diselenggarakan
sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi dewasa atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah
campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi yang memiliki lebih
dari 10 ekor sapi laktasi dewasa atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran.
Erwidodo 1998 dan Swastika 2005 menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di perdesaan dalam skala
kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah
diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan kepemilikan sapi perah empat
sampai tujuh ekor, dan tiga persen kepemilikan sapi perah lebih dari tujuh ekor. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan
pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi
Fries-Holland FH dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di