diminta oleh IPS dari daerah ini relatif lebih kecil dan adanya perbedaan kualitas susu yang dihasilkan oleh masing masing peternak.
Nilai koefisien proteksi output nominal NPCO adalah rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga finansial dengan penerimaan yang
dihitung berdasarkan harga bayangan. NPCO merupakan indikasi dari transfer output TO, dimana NPCO menunjukkan seberapa besar harga privat berbeda
dengan harga sosial Pearson dan Gotsch, 2004. Nilai NPCO yang lebih kecil dari satu NPCO1, menunjukkan bahwa harga domestik lebih rendah dari harga
internasionaldunia. Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan nilai NPCO pada ketiga lokasi ini
bernilai lebih kecil dari satu, yakni sebesar 0.80 untuk Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pangalengan, sedangkan Kecamatan Cikajang memiliki nilai NPCO
sebesar 0.75 lebih kecil dari dua lokasi sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kebijakan pemerintah yang menyebabkan harga privat susu lebih
rendah bila dibandingkan dengan harga ekonomi sosial. Nilai yang diperoleh kurang dari satu, dapat dijelaskan bahwa seluruh peternak di ketiga wilayah
penelitian bahwa kebijakan pemerintah untuk peternak sapi perah belum berjalan efektif sehingga terjadi pengurangan penerimaan produsenpeternak.
6.2.2. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input
Kebijakan pemerintah tidak hanya diterapkan dan berlaku untuk harga output namun berlaku pula untuk harga input dari usaha ternak yang dijalankan
oleh peternak. Bentuk kebijakan pemerintah seperti subsidi atau hambatan perdagangan penetapan tarif ataupun non tarif diterapkan dengan harapan agar
produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri. Namun, untuk kasus peternakan sapi perah, tidak ada
kebijakan pemerintah dalam hal ini yang dapat memacu peningkatan produksi peternak. Adapun dampak kebijakan pemerintah terhadap input ditunjukkan oleh
nilai Transfer Input IT, Transfer Faktor FT, dan Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI. Indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat
dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Transfer Input, Koefisien Proteksi Input Nominal, dan Transfer
Faktor Pengusahaan Susu Sapi Perah Lokal di Kecamatan Sentra Provinsi Jawa Barat
No Indikator
Kec. Lembang Kec. Pangalengan
Kec. Cikajang 1
Transfer InputTI Rpl 91.30
108.60 27.80
2 Koefisien Proteksi Input
NominalNPCI 1.70
1.80 1.20
3 Transfer FaktorTF
Rpl 27.70
40.80 263.30
Nilai transfer input merupakan selisih antara biaya privat input tradable dengan biaya bayangannya. Transfer input IT yang bernilai positif
mengindikasikan adanya kebijakan subsidi negatif atau pajak pada unsur input tradable
yang akan mengurangi tingkat keuntungan produsen atau dengan kata lain produsen tidak mendapat insentif. Kerugian produsen tersebut disebabkan
adanya divergensidistorsi pasar. Sebaliknya, transfer input yang bernilai negatif menunjukkan adanya kebijakan subsidi pada input karena subsidi pada harga
input akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk input pada tingkat privat lebih rendah daripada tingkat harga sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kebijakan subsidi pada input tradable akan menguntungkan produsen lokal.
Berdasarkan Tabel 21 diperoleh nilai transfer input yang ditunjukkan dengan nilai divergensi yang positif pada input tradable untuk ketiga wilayah
dengan perhitungan per liter susu sebesar Rp. 91.30, Rp. 108.60, dan Rp. 27.80 untuk masing-masing Kecamatan Lembang, Pangalengan, dan Cikajang. Nilai
divergensi yang positif untuk input tradable karena harga sosial dari input-input tradable
yaitu konsentrat dan obat-obatan lebih rendah dari harga yang diterima peternak. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa adanya kebijakan
pemerintah atau distorsi pasar yang mengakibatkan harga sosial pakan dan obat- obatan lebih tinggi daripada harga finansialnya. Tingginya harga sosial ini
disebabkan karena tidak adanya lagi kebijakan subsidi untuk komponen input konsentrat dan obat-obatan dan pajak yang dikenakan untuk komponen input
tersebut. Dengan demikian, terdapat transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input asing sekitar Rp 27.80-Rp. 108.60 per liter susu.
Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari kegiatan wawancara dengan pengurus koperasi KPSBU, KPBS, dan KPGS adanya praktik monopoli
terhadap bahan baku utama yaitu polar yang hanya didistribusikan oleh PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari diduga juga merupakan salah satu
penyebab adanya transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input asing. Hal ini karena praktik monopoli menyebabkan kegagalan pasar pada pasar input
yang menyebabkan mekanisme pasar dalam pembentukan harga tidak bekerja. Koefisien proteksi input nominal NPCI merupakan rasio antara biaya
input tradable yang dihitung berdasarkan harga privat dengan input tradable yang dihitung berdasarkan harga bayangan dan merupakan indikasi adanya transfer
input. Nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable bila dibandingkan bila tanpa ada kebijakan.
Nilai NPCI yang lebih besar dari satu NPCI1 mengindikasikan adanya kebijakan proteksi terhadap produsen input tradable selain terdapat pajak pada
input tersebut, sedangkan sektor yang menggunakan input tersebut dirugikan dengan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan. Sebaliknya, jika nilai NPCI
lebih kecil dari satu NPCI1 maka mengindikasikan adanya subsidi atas input tersebut.
NPCI yang diperoleh dari ketiga lokasi penelitian menunjukkan nilai yang positif atau lebih besar dari satu, yakni 1.70, 1.80, dan 1.20 untuk masing-masing
Kecamatan Lembang, Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Cikajang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kebijakan proteksi terhadap terhadap konsumen
input peternak berupa bantuan yang menyebabkan harga finansial input lebih rendah dibandingkan harga bayangannya. Usaha ternak sapi perah tidak mendapat
subsidi input pakan dan obat-obatan dikarenakan adanya upaya dari koperasi untuk memberikan subsidi harga pakankonsentrat dan obat-obatan dengan harga
yang lebih rendah, dengan biaya yang ditanggung bersama oleh peternak melalui koperasi berdasarkan iuran dan kuntungan usaha yang diperoleh koperasi.
Nilai NPCI yang lebih kecil untuk Kecamatan Cikajang bila dibandingkan dua lokasi penelitian lain. Hal ini tidak berarti peternak di Kecamatan Cikajang
lebih dilindungi atau mendapatkan harga yang lebih rendah dari koperasinya KPGS. Hal tersebut, dikarenakan penggunaan konsentrat sedikit jumlahnya dan
menggantinya dengan pakan hijauan rumput-rumputan, begitu juga dengan penggunaan obat-obatan. Ada beberapa obat-obatan yang tidak digunakan seperti
speciorlac , vaseline, dan obat celup puting dengan alasan untuk mengurangi
tingkat antibiotik yang terkandung dalam susu segar. Selain menggunakan input tradable, peternak sapi perah dalam
menjalankan usaha ternaknya menggunakan input non tradable faktor domestik seperti tenaga kerja, air, peralatan, lahankandang, biaya modal dan input
domestik lainnya. Nilai transfer faktor TF mampu menggambarkan intervensi pemerintah terhadap input non tradable. Nilai transfer faktor pada pengusahaan
susu sapi perah lokal di Kecamatan Lembang Rp. 27.70, Kecamatan Pangalengan Rp. 40.80, dan Kecamatan Cikajang Rp. 264.30 memiliki nilai
yang positif. nilai ini menunjukkan bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tingkat harga privat lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya input non tradable yang dikeluarkan pada harga ekonomi sosial. Artinya, adanya kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik,
misalnya melalui subsidi yang diberikan. Kondisi ini mengakibatkan peternak harus membayar input domestik lebih mahal daripada harga sosialnya. Disamping
itu, produsen input domestik mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 27.70 Kecamatan Lembang, Rp. 40.80 Kecamatan Pangalengan, dan
Rp. 264.30 Kecamatan Cikajang untuk setiap susu liter susu yang dihasilkan oleh peternak.
Salah satu penyebab adanya transfer faktor tersebut adalah karena penilaian harga sosial. Hal ini diperkuat oleh Suryana 1980 yang menyatakan
bahwa tenaga kerja yang digunakan peternak dalam membantu usahanya adalah tenaga kerja tidak tetap dan umumnya juga tidak terdidik sehingga harga
bayangan tenaga kerja tersebut adalah 80 persen dari tingkat upah yang berlaku di
ketiga daerah penelitian dimana rata-rata upah harian kerja pria dibayarkan Rp. 25 000. Selain itu komponen pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya pada
analsis ekonomi sedangkan pada analisis finansial komponen tersebut dihitung sebagai biaya.
6.2.3. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output