Berdasarkan matriks PAM tersebut dapat dilakukan beberapa analisis yaitu:
1. Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial
a. Private Profitability PP; D = A – B + C
Keuntungan privat merupakan indikator daya saing competitiveness dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan
transfer kebijakan yang ada. Apabila D0 maka sistem komoditi itu memperoleh profit diatas normal yang mempunyai implikasi bahwa
komoditi itu mampu berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditi alternatif yang lebih menguntungkan.
b. Social Profitability SP; H = E – F +G
Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif comparative advantage atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi
tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien. Apabila H0 dan nilainya makin besar, berarti sistem komoditi makin efisien dan
mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Sebaliknya, bila H0, berarti sistem komoditi tidak mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi
pemerintah.
2. Analisis Keunggulan Kompetitif PCR dan Keunggulan Komparatif
DRC a.
Private Cost Ratio; PCR=CA - B
Rasio biaya privat adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai PCR mencerminkan berapa banyak sistem
komoditi tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif yakni break event setelah membayar
keuntungan normal D=0. Perusahaan lebih menyukai D0 dan ini dapat
diraih jika CA-B. Maka usaha penanganan biaya faktor domestik dan biaya input tradable adalah bertujuan untuk memaksimumkan profit.
Sehingga dengan demikian PCR menunjukkan kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga privat. Apabila nilai
PCR1 dan makin kecil, berarti sistem komoditi tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuan itu
meningkat.
b. Domestic Resource Cost Ratio; DRC = GE - F
Rasio biaya sumberdaya domestik adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga sosial. Nilai DRC merupakan indikator
kemampuan sisitem komoditi membiayai biaya faktor domestik pada harga sosial. Apabila DRC1 berarti sistem komoditi tidak mampu hidup
tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Kegiatan ini akan memboroskan sumberdaya domestik yang langka
karena memproduksi komoditi dengan biaya sosial yang lebih besar daripada biaya impornya. Apabila tidak ada pertimbangan lain, maka
melakukan impor akan lebih efisien dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Sebaliknya apabila nilai DCR1 dan nilainya makin kecil berarti
sistem komoditi makin efisien, mempunyai daya saing yang makin tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan dan intervensi pemerintah serta
mempunyai peluang ekspor yang makin besar. Sebagai upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, komoditi dengan nilai DCR
lebih kecil
akan memperoleh
prioritas lebih
tinggi dalam
pengembangannya. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar konsep
DRC dapat diterapkan dalam analisis ekonomi yaitu Pearson dan Gotsch, 2004: 1 ada pengaruh dari pemerintah pada nilai tukar, 2 ada
pengaruh dalam perdagangan komoditas yang dianalisis, berupa peraturan dan pembatasan dari pemerintah, 3 output bersifat tradable, 4 biaya
produksi dari tambahan satu satuan output ditentukan oleh hubungan input-output teknologi yang konstan dan harga relatif faktor input tetap,
dan 5 harga bayangan input dan output serta nilai tukar uang yang dapat dihitung dan mewakili biaya sumberdaya sossial yang sebenarnya.
3. Dampak Kebijakan Pemerintah
a. Kebijakan Output